Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 73

    Seperti yang dikatakan oleh Minhyuk sebelum pergi. Berselang satu jam, Hoseok dan Hyunwoo datang membawakan makanan. Sedangkan Jooheon pergi ke rumah Kihyun.

    “Oh! Kau di sini?” tegur Hoseok ketika melihat Changkyun berada di sana. “Jooheon ke rumahmu untuk membawakan makanan.”

    “Anak-anak itu masih di sana?” sahut Changkyun.

    Hyunwoo bertanya ketika keduanya telah mencapai tempat Changkyun. “Di mana Kihyun?”

    “Di dalam.”

    Hyunwoo berjalan lebih dulu ke pintu samping, lalu disusul oleh keduanya yang tampak terlibat pembicaraan ringan. Ketiganya menyusuri lorong di dalam bangunan itu, dimana terdapat beberapa pintu di sepanjang lorong.

    Hyunwoo sejenak menghentikan langkahnya dan berbalik. “Di ruangan yang mana?”

    “Yang itu,” Changkyun menunjuk salah satu pintu dan ketiganya kembali melangkahkan kaki mereka.

    Hyunwoo membuka pintu dan berhasil menarik perhatian Kihyun yang saat itu berdiri di dekat jendela. Sontak pandangan yang sempat mengarah keluar lantas tertuju pada pintu dan menemukan ketiga rekannya memasuki ruangan itu.

    “Kalian sudah datang?” tegur Kihyun.

    “Kemarilah, kami membawakan makanan untuk kalian,” ucap Hoseok yang kemudian menaruh bingkisan kain di atas meja.

    Kihyun mendekat. “Bagaimana keadaan di luar?”

    “Tidak ada yang istimewa, kalian makanlah dulu,” jawab Hyunwoo.

    Hoseok menyahut, “masih terlalu pagi untuk berpikir. Kita tunggu yang lain datang dan baru menyusun rencana.”

    “Aku sudah membuatnya,” ucapan yang membuat kerutan tercipta di kening Hyunwoo.

    “Apa?”

    “Changkyun yang akan pergi ke Distrik 7.”

    “Dengan siapa?” tanya Hoseok.

    “Aku akan pergi sendiri,” jawab Changkyun.

    “Jangan konyol, aku akan pergi bersamamu,” timpal Hoseok.

    “Kenapa harus Changkyun yang pergi?” selidik Hyunwoo.

    Kihyun memandang Changkyun. “Dia menginginkannya, maka biarkan dia pergi.”

    “Bagaimana caranya kita menyusup ke Camp Militer?” tanya Hoseok yang kemudian dijawab oleh Changkyun.

    “Mereka tidak ada di sana.”

    “Maksudmu?”

    “Mereka tidak dibawa ke Camp Militer.”

    “Dari mana kau tahu?”

    “Hyeong ... Hyunwoo Hyeong ...” Pembicaraan mereka terinterupsi oleh teriakan panik itu.

    Hyunwoo dan Hoseok menjadi orang pertama yang bergegas meninggalkan ruangan itu dan berjalan ke depan.

    “Hyunwoo Hyeong ...”

    “Ada apa dengan anak itu?” gumam Hoseok ketika ia mengenali bahwa teriakan itu adalah suara Jooheon.

    Dari depan, Jooheon datang dan segera berlari ketika mendapati kedua rekannya.

    “Ada apa? Kenapa kau berteriak?” tegur Hoseok begitu si sipit berada di hadapannya dengan napas tersenggal.

    “Aku membawa kabar buruk,” ucap Jooheon yang terlihat kesulitan untuk bernapas.

    “Kabar buruk apa?” tanya Hyunwoo.

    “Paman, paman menginjak ranjau.”

    Kedua pemuda itu sontak terkejut. Terlebih dengan Hyunwoo. “Di mana dia sekarang?”

    “Yang aku dengar, paman dilarikan ke Rumah Sakit Distrik 8.”

    Tak menunggu waktu lama, Hyunwoo segera berlari meninggalkan teman-temannya.

    “Aku akan menyusulnya,” ucap Jooheon yang kemudian menyusul Hyunwoo. Memicu kecurigaan bagi Changkyun dan Kihyun yang baru menyusul.

    “Ada apa dengan anak itu?” tegur Kihyun.

    Hoseok berbalik dengan wajah yang menunjukkan kekhawatiran. “Ayah Hyunwoo menginjak ranjau.”

    Keterkejutan yang sama ditunjukkan oleh Changkyun dan Kihyun. “Bagaimana bisa? Di mana paman menginjaknya?”

     “Si sipit itu tidak memberitahu, tapi dia mengatakan jika paman telah dibawa ke Rumah Sakit Distrik 8.”

    Kihyun memalingkan pandangannya, tampak berpikir sebelum suara Hoseok kembali terdengar.

    “Bagaimana bisa sampai menginjak ranjau?”

    “Jam berapa paman pergi dari rumah?” tanya Changkyun dan menarik perhatian dari keduanya.

    “Saat di jalan tadi, Hyunwoo mengatakan bahwa pagi-pagi sekali paman Hyunjae datang dan mereka pergi bersama.”

    Kihyun menyahut, “pergi ke mana?”

    Hoseok menggeleng. “Paman Son tidak mengatakan akan pergi ke mana.”

    “Hyeong pergilah, aku khawatir pada mereka berdua.”

    Hoseok sejenak terlihat mempertimbangkan sesuatu sebelum memutuskan untuk pergi. “Baiklah, sebentar lagi mungkin Hyungwon dan Minhyuk akan datang ke sini. Aku pergi dulu.”

    “Tunggu sebentar,” sergah Kihyun.

    “Ada apa?”

    “Temuilah Mark Tuan, jika sewaktu-waktu kalian membutuhkan bantuan.”

    Dahi Hoseok mengernyit, seakan meragukan ucapan Kihyun. “Kau yakin dengan hal itu?”

    Kihyun mengangguk singkat, dan dengan begitu Hoseok segera meninggalkan Gereja untuk menyusul kedua rekannya. Menyisakan Changkyun yang tetap bersama Kihyun.

    “Paman tidak menginjak ranjau di kaki Bukit terlarang,” celetuk Changkyun.

    “Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?”
    “Jika dia pergi bersama paman Hyunjae. Kemungkinan besar mereka pergi ke luar distrik.”

    Pemikiran yang masuk akal, namun Kihyun tak bisa memutuskan hal itu.

    Changkyun kemudian menegur, “Hyeong.”

    “Ada apa?”

    “Ada hal yang ingin kutanyakan, sejak lama.”

    “Apa itu?”

    Changkyun merogoh saku celananya dan mengeluarkan selembar foto yang sebelumnya ia dapatkan dari Choi Youngjae. Ia kemudian memberikan foto itu pada Kihyun.

    “Apa ini?” Kihyun membalik foto itu dan seketika kerutan terlihat di dahinya tatkala netranya menangkap sosok yang berada dalam foto tersebut.

    “Apa ini?” tanya Kihyun untuk kali kedua sembari memandang Changkyun.

    “Hyeong coba lihat orang yang berdiri di tengah.”

    Kihyun kembali melihat foto itu, memandang sosok yang dimaksud oleh Changkyun. Hanya sekilas memandang, Kihyun menyadari bahwa orang-orang yang berada di dalam foto itu merupakan rekan satu divisi Mark. Namun netra pemuda itu membulat ketika pandangannya menemukan sosok yang dimaksud oleh Changkyun. Menegaskan bahwa kemungkinan besar ia pernah melihat orang itu sebelumnya.

    “Kenapa kau menunjukkan ini padaku?”

    “Choi Youngjae. Dia mengatakan bahwa divisinya akan pergi dari sini setelah menemukan orang itu.”

    “Memangnya kenapa dengan orang ini?”

    “Dia menghilang ketika ditugaskan di Distrik 7 beberapa tahun silam. Orang itu mengatakan bahwa kedatangan mereka kemari hanya untuk mencari teman mereka. Hyeong pernah melihat orang itu?”

    “Tidak, aku tidak pernah melihatnya,” terdengar sedikit gugup. “Sebaiknya jangan berurusan dengan mereka.”

    Kihyun lantas meninggalkan Changkyun tanpa mengembalikan foto di tangannya pada pemuda itu. Sedangkan Changkyun memilih arah yang berlawanan dengan Kihyun. Memutuskan untuk memeriksa bagian depan bangunan, memastikan bahwa tidak ada orang asing yang datang ke sana.
   

    Seoul.

    Menjelang siang hari, Park Chunghee melakukan pertemuan Dewan yang juga dihadiri oleh Komandan Divisi Infanteri 1, Chun Doohwan. Datang lebih dulu, Chunghee membuat suasana terlihat sedikit kaku ketika tatapan tak bersahabatnya mengarah pada Chun yang saat itu baru memasuki ruangan.

    Chunghee lantas membuka rapat hari itu, “semua sudah datang, kita mulai rapat hari ini.” Chunghee menempati tempat duduknya.

    Cho Kyuha selaku Pejabat dengan jabatan berada tepat di bawah Presiden kemudian menyahut, “jadi, apakah agenda rapat hari ini, Presiden? Karena jujur ini terlalu mendadak.”

    Chunghee memberikan respon, bukan jawaban langsung melainkan sebuah penjelasan. “Seperti yang telah kalian ketahui bahwa negara sudah menandatangani perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Dan dengan begitu, negara menyetujui untuk tidak pernah membuat senjata nuklir.”

    “Itu benar, tapi apa masalahnya dengan hal itu?”

    “Tapi kenapa justru negara secara diam-diam memproduksi senjata nuklir?”

    Semua orang terkejut. Baik yang telah mengetahui proyek itu maupun tidak. Dan Chun tampak membuat kontak mata dengan beberapa anggota Dewan sebelum pandangannya bertemu dengan tatapan menuntut Chunghee.

    Chunghee kembali berucap dengan suara yang mengeras, “kalian ingin Korea Selatan menadapatkan sanksi dengan melanggar perjanjian!”

    “T-tunggu dulu Presiden, kenapa Presiden mengatakan hal seperti itu?”

    “Distrik 1, aku sudah tahu apa yang terjadi di sana.” Chunghee kembali bertatapan sengit dengan Chun. “Dan kau, Komandan Chun. Hari ini juga, tarik semua pasukanmu dari sembilan distrik di dekat Jeolla ... aku ingin kau menghentikan aktivitas militer di semua distrik. Terutama Distrik 1 dan Distrik 7.”

    Kebisingan lantas tak bisa lagi dihindari. Namun sampai detik itu, Chun tetap berdiam diri tanpa melepaskan pandangannya pada Chunghee yang juga tengah memandangnya.

    “Presiden, apa maksud dari ini semua?” tanya Kyuha.

    “Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dalam hitungan jam. Siapapun orang-orang yang terlibat dalam proyek ini, aku ingin kalian menghentikan semuanya sampai di sini sebelum rakyat yang mengambil tindakan.”

    “Presiden lebih takut kepada rakyat dibandingkan dengan serangan Korea Utara, bukankah itu benar?” suara Chun terdengar untuk kali pertama.

    “Pikirkanlah baik-baik. Negara kita tidak mendapatkan hak untuk memiliki senjata nuklir. Berhenti bertindak konyol dan tarik semua pasukanmu.”

    Pintu ruangan terbuka dari luar. Seorang petugas keamanan masuk dengan langkah terburu-buru dan menghampiri Chunghee.

     “Ada apa?”

    “Kami sudah menemukan keberadaan tuan Park Taehwa, Presiden.”

    “Di mana?”

    “Di Rumah Sakit daerah Gwangju.”

    “Gwangju?” Chunghee tampak terkejut.

    “Tuan Park Taehwa dilarikan ke Rumah Sakit setelah terlibat kecelakaan tunggal, dan ... telah dinyatakan Koma.”

    Semua orang tekejut, termasuk dengan Chunghee yang segera beranjak dari duduknya.

    “Apa yang baru saja kau katakan!”

    “Mohon maaf Presiden, tapi itulah yang terjadi pada tuan Park Taehwa.”

    Wajah Chunghee menunjukkan kebingungan. Sempat memegangi kepalanya, tatapan tajamnya kembali menemukan sosok Chun yang tampak tak memiliki masalah.

    Memandang seluruh anggota Dewan. Chunghee memberikan peringatan terakhirnya, “jangan sampai berita ini diketahui oleh rakyat. Ingat yang kukatakan padamu, Komandan Chun.”

    Dengan begitu Chunghee segera meninggalkan ruang rapat dengan langkah lebar yang tampak terburu-buru. Dan sadar bahwa dia telah mengejutkan semua orang dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Namun ia tak bisa lagi mengabaikan keluarganya seperti dulu saat ia mengabaikan istrinya yang tertembak dan dia tetap melanjutkan pidatonya sampai akhirnya ia kehilangan ibu dari anak-anaknya. Chunghee tidak ingin mengulangi hal yang semakin menambah penyesalannya, dan oleh sebab itu ia pergi meninggalkan ruang rapat untuk segera menemui putranya.






Selesai ditulis : 22.06.2020
Dipublikasikan : 25.06.2020
   
   
Note :

Park Chunghee : Presiden ke tiga (17 Desember 1963 - 26 Oktober 1979)

Choi Kyuha : Presiden ke empat (6 Desember 1979 - 16 Agustus 1980)

Chun Doohwan : Presiden ke lima (1 September 1980 - 24 Februari 1988)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro