
Lembar 68
Paman Shin keluar dari ruangan Kolonel Shin bertepatan dengan seorang perwira yang hendak masuk ke ruangan Kolonel Shin. Keduanya sekilas saling bertemu pandang sebelum berlalu begitu saja. Tanpa menutup pintu terlebih dulu, sang perwira menyampaikan pesan pada Kolonel Shin.
"Kolonel, kami menangkap mata-mata Korea Utara."
Paman Shin yang hendak pergi pun lantas mengurungkan niatnya dan memandang ke dalam ruangan Kolonel Shin. Sedangkan saat itu Kolonel Shin segera beranjak dari tempat duduknya.
"Di mana dia sekarang?"
"Di sel tahanan."
Kolonel Shin segera meninggalkan ruangannya dan mengabaikan paman Shin yang masih berada di sana. Merasa penasaran, paman Shin lantas menyusul kepergian Kolonel Shin. Tak sampai lima menit keduanya sudah sampai di sel tahanan di mana Taehwa berada. Dan Taehwa yang menyadari kedatangan dua orang itu lantas mengalihkan pandangannya yang sebelumnya tertuju pada Sohye.
"Bawa dia ke ruang interogasi."
"Baik, Pak."
Kolonel Shin sekilas memperhatikan Sohye sebelum meninggalkan tempat itu, dan langkahnya terhenti ketika paman Shin berdiri di hadapannya.
"Kau masih di sini rupanya."
"Apa yang akan kalian lakukan pada mata-mata itu?"
"Kau bukanlah orang yang memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan Militer. Jika urusanmu sudah selesai, segera bawa anak itu pergi dari sini."
Perhatian paman Shin teralihkan oleh kedatangan dua perwira dari arah belakang Kolonel Shin. Namun yang membuatnya terkejut adalah Taehwa yang dibawa oleh kedua militer itu.
"Tuan Muda?" Paman Shin kemudian memandang Kolonel Shin dengan tatapan menuntut. "Apa yang sudah kalian lakukan padanya?"
"Apa maksudmu? Kau mengenal mata-mata ini?"
"Bagaimana bisa kau memberikan tuduhan semacam itu kepada putra dari Presidenmu sendiri?"
Ketiga perwira termasuk Kolonel Shin tentu saja terkejut dengan ucapan paman Shin, sehingga satu perwira yang sebelumnya menahan tangan Taehwa lantas melepaskan pemuda itu. Paman Shin kemudian mendekati Taehwa, memastikan bahwa pemuda itu baik-baik saja.
"Tuan Muda baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa, Paman tidak perlu berlebihan."
"Apa-apaan ini?" tegur Kolonel Shin.
Paman Shin lantas kembali memandang sang perwira dengan tatapan marah. "Orang yang kalian sebut sebagai mata-mata adalah putra dari Presiden Park."
Kolonel Shin memandang Taehwa dari bawah hingga atas dengan tatapan yang terkesan meremehkan. "Park Taehwa, kah? Kalau begitu kenapa kau membiarkan mereka membawamu kemari?"
"Aku sudah mengatakan pada mereka bahwa aku adalah rakyat Republik Korea. Tanyakan pada mereka kenapa justru membawaku kemari sebagai mata-mata," balas Taehwa tenang, namun tak terlalu bersahabat.
"Baiklah, aku rasa ini hanyalah kesalahpahaman. Mari kita lupakan masalah ini dan kalian bisa pergi dengan tenang."
"Kau tidak perlu repot-repot mengusirku, Pak. Aku tahu ke arah mana aku harus pergi." Bersikap sedikit arogan, Taehwa lantas meninggalkan Kolonel Shin bersama paman Shin yang mengikut di belakangnya.
Keduanya keluar dari Camp Militer. Namun ketika hendak masuk ke mobil, perhatian mereka teralihkan oleh beberapa mobil yang berhenti di halaman. Dari sana Komandan Divisi Infanteri 1, Chun Doohwan—keluar dan keterkejutan itu berada di pihak keduanya.
Memilih mengabaikan Taehwa. Chun memilih untuk segera berjalan menuju pintu Camp Militer dengan beberapa orang yang berjalan di belakangnya.
"Kenapa orang itu ada di sini?" ucap Taehwa.
"Segala aktivitas militer di sini berada di bawah komando dari Komandan Chun Doohwan ... Tuan Muda masih memiliki keperluan di sini? Jika tidak ada, sebaiknya kita pergi sekarang. Firasatku sedikit tidak enak."
Taehwa memandang paman Shin dan berucap, "kita pergi ke Distrik 9."
Paman Shin tampak terkejut. "T-tapi Tuan Muda—"
"Kita pergi sekarang." Taehwa masuk ke mobil dan tak memberikan pilihan lain pada paman Shin. Keduanya lantas meninggalkan halaman Camp Militer untuk segera menuju Distrik 9.
Meninggalkan Distrik 1, paman Shin mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju Distrik 9. Sesekali pria paruh baya itu memperhatikan Taehwa melalui spion.
"Jika boleh tahu, kenapa Tuan Muda ingin pergi ke sana?"
"Menemui seseorang."
"Tuan Muda memiliki teman yang tinggal di sana?"
"Bisa berteman atau tidak, akan aku putuskan setelah kami bertemu."
Paman Shin kembali diam, mencoba mencari celah untuk bisa mengetahui tujuan Taehwa sebenarnya. Namun teguran itu justru datang dari Taehwa terlebih dulu.
"Mereka membohongi kita."
"Apa yang Tuan Muda maksud?"
"Mereka, telah membuat negara melanggar perjanjian terkait kepemilikan senjata nuklir."
"Tuan Muda?"
"Dalam waktu dekat, mereka akan melakukan uji coba senjata nuklir di Distrik 9."
Paman Shin tentu saja terkejut dengan hal itu. "Dari mana Tuan Muda mendengar itu semua?"
"Aku bertemu dengan penduduk Distrik 1, mereka mengatakan semuanya padaku."
"Tidak mungkin, hal itu tidak mungkin terjadi."
Pembicaraan mereka terinterupsi ketika benda keras menghantam mobil mereka dari belakang. Keduanya segera melihat ke arah belakang dan menemukan dua buah mobil yang melaju di belakang mereka.
"Apa yang mereka lalukan?" gumam paman Shin yang berinisiatif menghentikan mobilnya.
"Jangan berhenti?" tegur Taehwa, terdengar begitu serius. "Tambah kecepatan."
"Apa yang ingin Tuan Muda lakukan?"
Taehwa tiba-tiba membentak, "mereka berniat membunuh kita, cepat pergi dari sini!"
Netra paman Shin membulat, dan saat itu netra tajam Taehwa menangkap pergerakan seseorang yang berada di mobil yang sebelumnya menabrak mereka. Salah seorang di kursi depan mengeluarkan tangannya dan hendak melepaskan tembakan.
Saat itu Taehwa segera menunduk, dan paman Shin kehilangan kendali atas kemudi yang membuat laju mobilnya menjadi tidak stabil. Taehwa kembali menegakkan tubuhnya sembari berpegangan pada apapun yang bisa ia jangkau. Namun saat itu pula mobil di belakang mereka kembali menabrak bagian belakang mobil mereka. Satu mobil mencoba mendahului, namun bukan itu maksud yang sebenarnya.
Paman Shin benar-benar kehilangan kendali atas kemudi ketika satu mobil menabrak bagian samping dan membuat mobil paman Shin berbelok tajam. Semua terjadi begitu cepat, satu tabrakan dari arah belakang berhasil membuat mobil itu jatuh ke dalam jurang dan sempat terbalik beberapa kali hingga tubuh Taehwa terhempas keluar dengan luka yang cukup parah sebelum mobil itu berhenti di jarak sepuluh meter dari jalan raya.
Tangan Taehwa yang penuh luka bergerak dengan lemah. Napas pemuda itu terdengar begitu pendek. Pandangannya mulai terganggu oleh darah yang keluar dari kepalanya.
"Paman," sebuah gumaman yang hanya mampu terucap oleh batinnya ketika mulutnya hanya mengeluarkan hembusan napas berat yang terdengar begitu dalam.
Taehwa tak lagi mampu merasakan apapun bahkan ketika tubuhnya yang semula tengkurap, kini berbalik menghadap langit setelah seseorang menggunakan kakinya untuk membalik tubuhnya.
"Dia masih bernapas, haruskah kita membunuhnya atau menunggunya hingga mati dengan sendirinya?" ucap salah seorang dari dua perwira yang berada di dekat Taehwa.
Menggunakan sisa kesadaran yang masih ia miliki, Taehwa mencoba menangkap rupa dari dua orang di atasnya. Namun penglihatannya yang semakin mengabur sama sekali tak mampu membantunya. Yang ia lihat hanyalah salah seorang dari mereka tengah menodongkan senjata ke arahnya.
"Akhiri saja dengan cepat. Jika dia tidak mati, kita yang akan mati di tangan Komandan Chun."
"Chun? Siapa?" batin Taehwa di ambang kesadarannya. "Chun Doohwan? Kau yang melakukan ini padaku, pengkhianat ..."
Menemui batasannya sebagai manusia, air mata pemuda itu menyatu dengan darah yang mengotori wajahnya. Memaksa kelopak mata untuk menutup tanpa adanya perlawanan. Semua semakin tak nyata bagi pemuda itu ketika ia merasa tubuhnya mengambang di dalam kegelapan sebelum semuanya menghilang tanpa sisa.
Selesai ditulis : 18.06.2020
Dipublikasikan : 24.06.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro