Lembar 55
"Hyeong." Jooheon sedikit menarik lengan Minhyuk guna meminta penjelasan. Namun tampaknya Minhyuk belum ingin berbicara ketika pandangan pemuda itu hanya tertuju kepada sang perwira yang menatapnya dengan tatapan seorang ayah yang tengah memandang putranya.
Perwira itu kembali berucap, "kau menyembunyikannya dari teman-temanmu?"
Minhyuk pada akhirnya menyahut, "apa masalahmu denganku, Paman? Siapapun yang kau maksud, kau pasti salah orang."
Minhyuk lantas pergi dengan langkah lebarnya dan ketiga rekannya lantas menyusulnya.
"Kau mengenal pemuda itu, Pak?" tegur si perwira yang lebih mudah.
Yang lebih tua menjawab tanpa mengalihkan pandangannya pada punggung Minhyuk yang semakin menjauh, "benar, tidak salah lagi. Aku masih ingat bagaimana wajahnya. Dia putra dari Lee Byunghun." Si perwira kembali tersenyum prihatin. "Sudah sangat lama sekali ... Byunghun pasti bangga jika tahu putranya tumbuh dengan baik."
Dua perwira yang lebih muda saling bertukar pandang, tak tahu menahu tentang siapa yang sedang atasan mereka bicarakan saat itu. Si perwira yang lebih tua kemudian memandang para bawahannya.
"Aku ingin kalian melakukan sesuatu untukku."
"Apakah itu, Pak?"
"Seburuk apapun situasi nanti, pastikan bahwa anak itu baik-baik saja."
"Kau ingin pergi dari sini, Pak?"
"Benar, untuk itu aku titipkan anak itu pada kalian."
"Tapi setahuku, Pak. Anak itu bergabung dengan kelompok Aktivis Distrik 9."
"Oleh sebab itu, pastikan dia baik-baik saja sampai aku kembali kemari."
Kedua perwira yang lebih muda saling bertukar pandang. Sama-sama ragu terhadap permintaan sang atasan.
"Apa itu terlalu berat untuk kalian?"
"Tidak, Pak. Kami akan melaksanakan perintahmu, Pak."
"Terima kasih."
Perwira yang lebih tua kembali memandang jalan yang sebelumnya di lewati oleh para pemuda Distrik 9. Sekilas tersenyum tipis sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
Di sisi lain, Minhyuk memasuki rumah Hyungwon terlebih dulu dan disusul oleh ketiga adiknya. Jooheon yang berjalan paling depan lantas menegur, "Hyeong, jelaskan dulu pada kami."
Berdiri di ruang tamu, Minhyuk menghadap ketiga adiknya dengan tatapan yang menunjukkan keraguan setelah rahasia yang ia simpan rapat-rapat pada akhirnya terbongkar. Dari semua rekan-rekannya, hanya Kihyun dan Hyunwoo lah yang mengetahui bahwa ia merupakan putra dari seorang perwira yang gugur dalam perang yang terjadi pada tahun 1953. Bahkan Hyungwon yang sejak kecil tumbuh bersamanya pun tak tahu menahu tentang hal itu.
"Hyeong ..." Jooheon kembali menegur.
"Duduklah," ucap Hyungwon yang kemudian menyusuri rumahnya. Memeriksa apakah ayahnya berada di rumah atau tidak.
Changkyun menghampiri Minhyuk dan menarik pelan lengan Minhyuk, membawa yang lebih tua untuk duduk di ruang tamu.
"Jooheon Hyeong, kau juga."
Jooheon kemudian ikut duduk berhadapan dengan Minhyuk, sedangkan Hyungwon kembali dan bergabung. Duduk di samping Jooheon.
Jooheon kembali menuntut, "sekarang jelaskan pada kami, apakah yang tadi dikatakan oleh orang itu memang benar?"
"Benar."
"Sungguh?" seru Jooheon. Mulut pemuda itu sedikit terbuka, menyatakan rasa tidak percayanya.
Minhyuk kemudian mengakui semuanya dan menceritakan bagaimana keluarganya bisa hancur hingga ia yang harus menumpang hidup pada keluarga Hyungwon.
"Aku pernah mengatakan bahwa ayahku meninggal saat terjadi gencatan senjata Korea Utara di tahun 1953, kan?"
"Lalu?"
"Aku lahir di bulan januari pada tahun itu, dan bulan juli negara menanda tangani kesepakatan gencatan senjata. Ayahku adalah seorang perwira berpangkat tinggi. Saat itu dia memenuhi panggilannya dan dilaporkan tewas pada bulan agustus ... kemudian tahun berikutnya ibuku pergi ke Seoul bersama seorang perwira dan menelantarkanku."
"Ini gila!" ucap Jooheon masih tak percaya.
Hyungwon menyahut, "dari mana Hyeong mendengar semua cerita itu?"
"Kau ingat? Saat kecil aku sering bermain dengan Kihyun. Ibu Kihyun yang menceritakannya padaku."
"Jadi Kihyun Hyeong sudah tahu?"
"Aku tidak berniat membohongi kalian. Tapi aku pikir, sekalipun aku tidak mengatakannya, itu tidak akan merubah apapun."
Jooheon masih belum bisa menerima. "Ayah Hyeong seorang anggota Militer dengan pangkat yang tinggi. Tapi kenapa sekarang Hyeong harus hidup dengan memusuhi mereka? Bukankah itu sama saja dengan Hyeong menentang ayah Hyeong sendiri?"
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana wajah ayahku, bagaimana bisa aku merasa berdosa padanya? Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar. Bahkan jika ayahku bersalah, akulah orang pertama yang akan menegurnya."
"Tetap saja! Aku menjadi tidak enak karena selalu mengumpati orang-orang Pemerintahan itu," ucap si sipit yang menyerupai gumaman.
"Itulah sebabnya aku selalu menyuruhmu untuk berhati-hati dalam menggunakan lisanmu. Dan asal kau tahu, aku tidak pernah sakit hati dengan semua ucapanmu selama ini."
"Tapi tetap saja ... kenapa Hyeong tidak mengatakannya sejak awal? Bukan hanya Hyeong, tapi Kihyun Hyeong juga. Kenapa kalian menyembunyikan hal sepenting ini dari kami?"
Changkyun menyahut, "itu bukan hal penting lagi. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana rencana selanjutnya."
Jooheon menghela napasnya. "Aku harap tidak ada rahasia lagi di antara kita. Setidaknya jangan biarkan terjadi kesalahpahaman di antara kita. Aku tidak ingin kita berakhir dengan saling tusuk dari belakang."
Hyungwon dan Minhyuk bertemu pandang. Namun Changkyun lebih memilih mempertemukan pandangannya pada ujung sepatu miliknya yang berada di bawah meja.
Distrik 8.
Pagi itu Mark kembali ke Camp dan memasuki rumah yang ia tinggali bersama rekan satu divisinya. Membuka pintu, kedatangannya langsung disambut oleh Jaebum.
"Bagaimana keadaan di sana?"
"Mereka belum bertindak, mungkin setelah ini."
"Dia mencarimu, sepertinya cedera punggungnya cukup parah."
"Aku akan melihatnya."
Mark kemudian meninggalkan Jaebum dan berjalan menuju kamar Kihyun. Di bukanya pintu ruangan itu yang seketika membuatnya menjadi pusat perhatian dari kedua pemuda yang duduk di atas ranjang.
Kihyun ingin turun dari ranjang, namun Hyunjin dengan cepat menahannya. "Hyeong duduk saja, jangan memaksakan diri."
Mark menutup pintu dan menghampiri keduanya. Menarik sebuah kursi dan duduk menghadap kedua pemuda itu. Bisa dilihat oleh Mark, tatapan menuntut yang dilontarkan oleh Kihyun.
Si perwira lantas membuka pembicaraan. "Ada yang ingin kau tanyakan?"
"Kau sudah merencanakan semua ini sejak awal."
"Tuduhanmu tidak berdasar. Jika aku merencanakan ini sejak awal, aku tidak perlu repot-repot datang ke sana hanya untuk memastikan keadaan saudara-saudaramu."
Dengan ragu Hyunjin menyahut. "Apa ... Hyeong melihat adikku?"
"Aku tidak tahu siapa yang kau maksud. Tapi aku tidak menemukan mereka hingga pagi ini," pernyataan itu membuat Kihyun berpikir.
"Mungkinkah mereka sudah meninggalkan Distrik?" gumam Hyunjin.
Kihyun menyahut, "Bukit terlarang, mereka pasti menetap di sana," lantas kembali memandang Mark dengan tatapan yang sama.
Mark memandang Hyunjin dan menegur, "Hyunjin."
"Ye?"
"Bisakah kau tinggalkan kami sebentar?"
"Ye." Tak ada protes, Hyunjin segera beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu. Membiarkan suasana tak bersahabat di ruangan itu hanya di miliki oleh Mark dan juga Kihyun.
"Apa yang akan kalian lakukan pada Distrik 9?"
"Uji coba senjata nuklir."
Netra Kihyun melebar dengan rahang yang mengeras, menunjukkan reaksi keterkejutan yang sama dengan rekan-rekannya ketika mendengar fakta itu.
"Jangan bercanda, Korea Selatan tidak memiliki hal semacam itu."
"Kalian memilikinya, di Distrik 1."
Keterkejutan itu kian bertambah hingga kebingungan perlahan terlihat di wajah Kihyun ketika pikirannya langsung mengarah pada tempat yang dimaksud oleh Mark.
"Tidak mungkin! Apa selama ini mereka membohongi rakyat? Bukankah tempat itu—" Kihyun tak mampu melanjutkan ucapannya.
"Mereka sudah merencanakan proyek ini sejak gencatan senjata berakhir. Karena insiden gencatan senjata itu, perhatian semua orang tertuju pada perkembangan kota-kota besar sehingga kesembilan Distrik yang belum memiliki nama—terlupakan begitu saja ... itulah sebabnya negara memilih tempat ini untuk menjalankan proyek rahasia ini."
"Rahasia?"
"Korea Utara juga telah melakukan hal yang sama. Sebagai antisipasi, Korea Selatan menyembunyikan tempat ini dan memulai proyek rahasia."
"Dari mana kau mengetahui semua itu?"
"Ayahku dulu ditugaskan untuk membantu Korea Selatan dalam gencatan senjata tahun 1953. Dia menceritakan semuanya padaku, termasuk dengan teman yang ia temui ketika tersesat di Distrik 9."
"Siapa?"
"Mendiang Kepala Distrik 9, Yoo Youngjin."
Selesai di tulis : 09.06.2020
Di publikasikan : 11.06.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro