Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 43

    Distrik 1.

    Bang Chan dan Changbin berhadapan dengan Kolonel Shin setelah keduanya kembali ke Distrik 1. Seulas senyum miring itu tampak terlihat di sudut bibir Kolonel Shin kala mendapati kedua pemuda itu telah berdiri di hadapan mereka setelah menyelesaikan misi yang ia berikan kemarin. Tak perlu bertanya lebih jauh lagi, Kolonel Shin tidak membutuhkan ucapan ketika keadaan kedua pemuda itu sudah cukup menjelaskan bahwa mereka melalui masa yang sulit hanya untuk membunuh satu orang.

    Bang Chan lantas membuka pembicaraan di antara mereka, "kami berhasil ... sekarang, lepaskan ayah kami."

    Kolonel Shin tertawa, terdengar begitu sinis. Pria tua itu lantas berucap, "kenapa aku harus melepaskan ayah kalian?"

    Rahang Bang Chan dan Changbin otomatis mengeras setelah mendapatkan jawaban yang berbelit-belit.

    "Kalian sudah berjanji akan membebaskan ayah kami jika kami berhasil membunuh Yoo Kihyun."

    "Biar aku ralat," sahut Kolonel Shin dengan cepat. "Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku akan membebaskan ayah kalian ..."

    Kedua pemuda itu tampak terkejut sekaligus marah karena merasa sudah di permainkan setelah mereka mempertaruhkan nyawa mereka.

    "Jika seseorang berbicara padamu, kau harus mengingat setiap kata yang keluar dari mulut orang itu baik-baik ... biar ku ingatkan. Aku tidak pernah mengatakan akan membebaskan ayah kalian ... aku hanya mengatakan bahwa aku akan membebaskan teman kalian. Dan lihat, teman kalian sudah bebas sekarang. Jadi aku tidak memiliki hutang pada kalian."

    "Berengsek!" gumam Changbin penuh penekanan dan tangan yang mengepal kuat.

    "Bawa mereka pergi dari sini dan jangan biarkan meraka masuk setelah ini!"

    Changbin hendak lepas kendali dan menyerang Kolonel Shin, namun Bang Chan dengan cepat menahan lengannya dan menatap tajam ke arahnya.

    "Kendalikan dirimu, pikirkan nasib adik-adik kita di sana," ucap Bang Chan dengan suara yang berbisik.

    Keduanya pun tak mampu berbuat apa-apa ketika dua perwira menyeret mereka keluar dari dalam Camp. Sedangkan senyum puas itu terlihat di wajah Kolonel Shin. Pria itu lantas meninggalkan ruang kerjanya dan menghampiri Sohye yang saat itu berada di kamar yang telah gadis itu tempati selama beberapa hari.

    Sohye sedikit terlonjak ketika pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba dan seketika wajah gadis muda itu menegang ketika Kolonel Shin berjalan masuk dan berhenti di depannya, di saat ia sendiri yang waktu itu dalam posisi duduk di tepi ranjang.

    "Kau pasti belum mendengarnya, Nona."

    Sohye perlahan mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan Kolonel Shin. Tak ada ketakutan di wajah gadis muda itu, melainkan hanyalah sebuah kebencian yang semakin hari semakin besar setiap kali ia di hadapkan dengan pria tua itu.

    "Aku membawa kabar baik untukmu ..." Kolonel Shin mengulas senyum kemenangannya dan kembali berucap, "Yoo Kihyun, sudah tewas."

    Tangan Sohye langsung mencengkram roknya ketika batinnya sempat tersentak akan kabar yang baru di sampaikan oleh Kolonel Shin. "Kau berbohong!"

    "Apakah aku perlu membawakan kepalanya ke hadapanmu dan kau baru akan percaya? Keluarlah dan cari tahu sendiri jawabannya."

    Dengan perasaan tak menentu, hari itu Sohye di bebaskan. Namun gadis yang tidak memiliki tujuan itu terlihat berjalan dengan bingung ketika tak ada satupun orang yang ia kenali. Namun ingatannya kembali pada pemuda bernama Jeongin.

    Tanpa pikir panjang lagi, Sohye segera menyusuri jalan yang ia lewati bersama Hyunjin malam itu untuk bisa sampai ke rumah Jeongin. Meski sempat beberapa kali berputar arah karena tidak begitu ingat dengan jalanan gelap malam itu, pada akhirnya Sohye menemukan rumah itu.

    "Ya Tuhan! Sohye ..." seru ibu Hyungwon yang saat itu keluar dari rumah Hyunjin.

    "Bibi?" Sama terkejutnya dengan ibu Hyungwon. Keduanya pun berlari saling menghampiri.

    "Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?" panik ibu Hyungwon.

    Bukannya menjawab, Sohye justru memegang kedua lengan ibu Hyungwon dengan tatapan menuntut. "Bibi, katakan padaku apa yang terjadi pada Kihyun Oppa?"

    "K-kau, sudah mendengarnya?"
 
    Sohye menggeleng dengan raut wajah yang terguncang. "Tidak ... itu tidak benar. Ada yang salah di sini, katakan jika itu semua bohong ..."

    Ibu Hyungwon beralih memegang lengan Sohye. "Bibi juga tidak ingin percaya ... tapi itulah yang terjadi."

    Kaki Sohye tak mampu lagi menahan tubuhnya hingga membuatnya terjatuh begitupun dengan tangis yang mulai terlepas dari bibirnya.

    "Sohye ..." ibu Hyungwon menjatuhkan kedua lututnya dan berusaha menenangkan Sohye.

    Sohye berujar dengan lirih, "tidak mungkin ... dia sudah berjanji akan menjemputmu ... dia tidak mungkin mati, dia hanya membohongi semua orang ... dia tidak mungkin meninggalkanku seperti ini ..."

    Sohye lantas histeris dan menarik perhatian dari beberapa orang yang berada di sana, termasuk dengan ibu Jooheon yang langsung keluar dari rumah dan menghampiri keduanya dengan panik.

    "Ada apa ini? Sohye?" ibu Jooheon lantas turut menjatuhkan lututnya di samping Sohye yang menangis histeris.

     "Eish ... apa yang kau lakukan? Sudah, sudah ... jangan menangis seperti ini."

    "Dia tidak mungkin mati ... dia tidak boleh mati, dia tidak bisa meninggalkanku seperti ini!"

    "Ya ampun! Jangan seperti ini ... kuatkan dirimu ..."

    "Oppa ..." Sohye tak peduli, hatinya benar-benar sakit kali ini hingga pendengarannya pun menjadi tuli untuk sekedar mendengar petuah yang datang untuknya. Dia tidak ingin mendengar apapun. Apapun itu termasuk berita kematian Yoo Kihyun.

   

    Distrik 9.

    Hoseok, Hyunwoo dan Jooheon saat ini tengah berada di rumah Sohye guna mengawasi para pemuda Distrik 1 yang di tempatkan di sana. Dari arah dapur ketiganya datang membawa makanan yang kemudian mereka taruh di atas meja yang di kelilingi oleh para pemuda itu.

    "Makanlah," ucap Hyunwoo, terdengar begitu sopan meski para pemuda itu telah melakukan tindak kriminal di tempat mereka.

    "Terima kasih," ucap Hyunjin yang di sahuti oleh Jeongin.

    Kecuali Hyunjin dan Jeongin, tidak ada yang bergerak sama sekali kecuali netra mereka yang saling bertukar pandang. Melihat hal itupun, Jooheon kembali merasa kesal pada para pemuda itu.

    "Lupakan harga diri! Kalian sama sekali tidak memiliki harga diri jika berhadapan dengan kami."

    Hoseok menepuk dada Jooheon dan mendorongnya kembali ke arah dapur. Meninggalkan para pemuda itu namun tidak bermaksud melepaskan mereka dari pengawasan.

    "Makan saja, kita juga tidak bisa pergi dari sini." Minho meraih sendok di atas piring, namun Yongbok yang duduk di sampingnya menahan pergelangan tangannya.

    "Bagaimana jika mereka menaruh racun di dalam makanannya?"

    Hyunjin menyahut, "jika mereka menaruh racun, maka kami berdua akan mati terlebih dulu."

    "Kalian mencari racun?" celetuk Jooheon yang kembali menghampiri mereka.

    Jooheon mendekat dan menaruh bunga di atas meja lalu berucap, "makan saja, itu akan membuat kalian tidur dengan nyenyak."

    Dengan seulas senyum miringnya, Jooheon kembali ke dapur dan segera di sambut oleh Hoseok.

    "Ada apa?"

    Jooheon tersenyum simpul. "Tidak ada."

    Seungmin mengambil bunga itu bertepatan saat pintu depan terbuka dan menarik perhatian semua orang yang berada di ruang tamu. Hyungwon masuk ke dalam. Menghampiri mereka dan merebut bunga di tangan Seungmin sebelum pergi ke arah dapur tanpa mengucapkan sepatah katapun. Menarik perhatian dari Jeongin.

    "Apa Hyeong itu tidak bisa bicara?"

    "Jika dia bicara, dia pasti akan membunuhmu," acuh Hyunjin, meski ia tidak tahu apakah Hyungwon benar-benar bisa bicara atau tidak.

    Hyungwon menghampiri ketiga rekannya di dapur. "Di mana Changkyun?"

    "Dia tidak ada di sini."

    "Sejak tadi aku tidak melihatnya."

    "Ada apa?"

    "Dia ingin berbicara dengan Changkyun."

    "Ada masalah apa?"

    "Tidak ada, dia baik-baik saja."

    Tak menemukan yang di cari, Hyungwon lantas meninggalkan rumah Sohye bersama dengan Hyunwoo. Menyisakan Hoseok dan juga Jooheon yang tampak menguping pembicaraan para pemuda Distrik 1 itu.

    "Apa yang akan kita lakukan setelah ini?" tanya Jisung, mengambil alih perhatian semua orang.

    Sebagai kakak tertua, Minho menyahuti, "tidak ada, hanya menunggu kabar dari mereka berdua."

    "Jika mereka benar-benar membebaskan ayah kita dan tahu jika orang itu masih hidup, apa yang akan terjadi?"

    "Mereka akan menghabisi kalian ..." sahut Jooheon yang kemudian datang membawa sebuah seringaian dan di ikuti oleh Hoseok yang terlihat biasa saja.

    "Kalian tahu, alasan kenapa kami menahan kalian di sini?"

    "Jangan berlebihan," ucap Hoseok memperingatkan.

    "Tidak akan ... akan sangat menyenangkan mengajari anak-anak tidak tahu diri ini ..." Jooheon kembali memandang. "Alasan kalian masih di sini adalah karena kami sedang melindungi kalian dari kematian ... kalian benar-benar naif percaya dengan perkataan kumpulan bajingan itu. Dan lihatlah sekarang, bahkan kalian tidak tahu bagaimana cara mengucapkan terima kasih ... di mana sopan santun kalian?"

    Jooheon menendang kursi yang di duduki oleh Hyunjin dan membuat pemuda itu terperangah, karena dia tidak merasa telah melakukan kesalahan sebelumnya, tapi kenapa dia yang harus terkena amukan dari pemuda bermata sipit itu.

    Suara Jooheon semakin meninggi. "Kalian seorang pelajar, tunjukkanlah bahwa kalian orang yang berpendidikan ..."

    Hoseok tersenyum lebar dan menahan dada Jooheon. "Kau terlalu berlebihan, sebaiknya kita keluar saja."

    "Apanya yang berlebihan? Bahkan aku baru saja mulai ..."

    "Sudah, sudah ..." Hoseok menepuk dada Jooheon beberapa kali dan menjatuhkan pandangannya pada para pemuda itu. "Kalian lanjutkan saja, dapurnya ada di sebelah sana."

    Hoseok lantas menyeret Jooheon meninggalkan rumah Sohye.

    "Tunggu dulu ... aku belum selesai bicara." Jooheon memberontak.

    "Hentikan ... kau hanya akan mempersulit mereka. Kita keluar sekarang."

    "Hyeong ... anak tidak tahu diri seperti mereka ..." Suara Jooheon perlahan menghilang dan tak lagi terdengar setelah pintu tertutup dari luar, meninggalkan suasana yang kaku di ruangan tersebut.

    "Hyeong itu sangat lucu," celetuk Jeongin dan segera beringsut ketika mendapati tatapan tajam milik Yongbok.

    Minho kemudian menyahut, "habiskan makanan kalian dan jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih sebelum pergi, nanti."







Selesai di tulis : 05.04.2020
Di publikasikan : 30.04.2020

   

 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro