Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 32.

"Bocah!"

Satu timah panas keluar dari ujung senapan milik Hoetaek. Namun tepat saat itu, Kihyun segera berguling ke samping. Berhasil menghindari kematian untuk sementara waktu dan membuat seulas senyum tak percaya terlukis dengan sempurna di wajah Hoetaek.

"Hampir saja ... rupanya kau ingin bermain-main." Hoetaek menyerahkan senapan di tangannya kepada rekannya. "Bangunlah! Aku akan menuruti kemauanmu."

Kihyun bangkit. Mencoba berdiri dengan tegap di saat ia harus menahan sakit yang berpusat pada lututnya. Pemuda itu lantas mengantongi obat yang baru saja ia dapatkan dari pak Han. Tak ingin jika sampai ia menyia-nyiakan obat itu nantinya.

Hoetaek berjalan mendekat. Membuat Kihyun semakin was-was. Namun tubuh Kihyun tersentak ke depan ketika seseorang menendangnya dari belakang, sedangkan dari arah depan Hoetaek menyambut dengan kepalan tangan yang langsung menghantam wajah Kihyun. Membuat pemuda itu memalingkan tubuhnya ke samping dengan luka yang baru saja ia dapatkan di wajahnya.

Hoetaek tersenyum remeh. "Bocah lemah sepertimu di takuti oleh Distrik 1, menggelikan! Mereka memang cocok menjadi badut."

Kihyun membuang napasnya dan menegakkan tubuhnya. Membiarkan semua orang yang berada di sana melihat karya yang sebelumnya di buat oleh Heotaek pada wajahnya. Menatap nyalang dengan pembawaan yang tenang. Kihyun mencoba untuk keluar dari sana tanpa terluka ataupun melukai siapapun, mengingat bahwa Changkyun tengah menunggunya.

"Seperti yang kau bilang bahwa aku bukanlah siapa-siapa di sini ... maka dari itu, tidak ada alasan bagi kalian untuk menggangguku."

Gelak tawa terdengar meremehkan pernyataan Kihyun yang terdengar sangat serius. Hoetaek melangkah mendekat dan mendorong bahu Kihyun, membuat pemuda itu mundur selangkah tanpa memutus kontak mata di antara keduanya.

"Aku tidak peduli tentang masalahmu dengan Distrik 1. Aku tidak peduli jika semua orang takut padamu ... bagiku, kau hanyalah butiran abu yang bahkan tidak berarti sama sekali." Hoetaek kembali mendorong Kihyun dan kali ini lebih keras.

"Jangan mengujiku."

Hoetaek terkekeh dengan begitu sinis dan kemudian menaruh satu tangannya pada bahu Kihyun. Menatap remeh pada pemuda di hadapannya itu.

"Kenapa? Ingin membunuhku? Kau kira kau bisa melakukannya? Pecundang!"

"Seperti yang kau katakan bahwa aku hanyalah butiran abu. Maka dari itu tutuplah matamu saat aku datang!"

Dengan gerakan cepat, Kihyun meraih pergelangan tangan Hoetaek yang berada di bahunya. Memutar tubuh Hoetaek dengan paksa untuk membelakanginya bersamaan dengan satu tangan lainnya menyusup ke balik bajunya. Sebelum semua orang mampu mengambil tindakan, sebilah pisau di tangan Kihyun telah berhasil menyentuh permukaan kulit leher Hoetaek.

"Terima kasih, sudah bersedia mati di tanganku, Sersan Lee Hoetaek."

Kihyun menggerakkan tangannya ke samping. Memutus urat leher Hoetaek dalam sekali sayatan dan merenggut nyawa Sersan muda itu meski berimbas pada tangannya yang harus terkotori oleh darah.

Semua orang terperangah dan tak mampu berbuat apa-apa bahkan hingga tubuh Hoetaek tergeletak di jalanan dalam posisi tengkurap.

"Aku sudah memberi peringatan," ucap Kihyun dengan raut wajah yang tak menunjukkan apapun selain hanya kebencian dalam ketenangannya.

"Bedebah, kau!" umpat salah seorang perwira yang langsung mengangkat senapan di tangannya. Namun di detik berikutnya, belati di tangan Kihyun lebih dulu melesat ke arah perwira itu dan sukses menancap di kening perwira malang ke dua itu.

Tak ingin mati sia-sia jika semua perwira yang tersisa menyerang secara bersamaan, Kihyun maju terlebih dulu. Menyerang dengan tangan kosong dan berusaha menghalangi para perwira itu menggunakan senapan mereka.

Menendang satu orang. Kihyun meraih sebuah senapan yang kemudian ia gunakan untuk memukul para perwira itu secara acak, hingga pergerakannya terhenti ketika sebuah ujung senapan menempel pada bagian samping kepalanya.

"Turunkan senjatamu!" gertak perwira itu.

Ekor mata Kihyun bergerak ke samping ketika mendapati beberapa perwira yang sempat ia lumpuhkan kembali bangkit dan justru mengepungnya. Pada nyatanya aksi heroiknya barusan hanyalah sebuah upacara kematian bagi dirinya sendiri.

"Sekarang!" bentak perwira itu.

Tak memiliki pilihan lain. Kihyun pun menjatuhkan senapan di tangannya yang kemudian di ambil oleh salah seorang perwira.

"Taruh tangan di belakang kepala dan berlutut!"

Kihyun menurut. Menaruh kedua tangannya di belakang kepala dan perlahan menggerakkan lututnya ke bawah. Namun seseorang tiba-tiba menendang kakinya dan membuatnya harus merasakan sakit yang berkali-kali lipat ketika sekali lagi lututnya bertemu dengan jalanan yang begitu kasar.

Para perwira itu sejenak memandang kedua rekannya yang tewas dalam hitungan detik di tangan pemuda Distrik 9 yang sempat mereka pandang dengan sebelah mata itu. Pada nyatanya, pemuda itu memang sangat berbahaya.

"Kita apakan anak ini?"

"Bunuh saja, tidak ada yang akan peduli. Dengan kematiannya, maka tidak akan ada lagi keturunan dari Yoo Youngjin."

"Bedebah itu!"

"Kita serahkan saja pada Distrik 1. Aku dengar mereka mencari anak ini."

"Dia terlalu berbahaya. Patahkan kaki dan tangannya, baru bawa dia ke Distrik 1."

Kedua tangan Kihyun terkepal kuat, tidak mungkin dia masih baik-baik saja setelah mendnegar pembicaraan para perwira itu. Namun sayangnya waktu melawannya telah habis. Ia tak mampu berbuat apa-apa ketika tubuhnya di dorong hingga tersungkur ke jalanan dan langsung di hujami oleh tendangan yang bertubi-tubi.

Tubuh pemuda itu meringkuk dan sempat tersentak beberapa kali ketika para perwira itu menendang dan menginjak-injak tubuhnya. Memperlakukannya secara tak manusiawi.

"Ya!" sebuah bentakan datang dari kejauhan dan menghentikan aksi anarkis mereka. Membuat Kihyun sejenak menghirup udara bebas dengan luka di sekujur tubuhnya.

Dari kejauhan Hyungwon datang mendekat, membawa luka lebam di wajahnya yang terlihat masih baru. Salah satu perwira hendak menghampiri Hyungwon, namun di tahan oleh rekannya.

"Mundur, jangan menyentuh anak itu."

"Kenapa? Anak itu pastilah teman si brengsek ini."

"Dia putra Chae Hyunjae."

Ketiga perwira yang tersisa saling bertukar pandang. Sedangkan Hyungwon yang telah sampai di tempat mereka pun segera menjatuhkan pandangannya pada Kihyun sebelum beralih pada kedua perwira yang tergeletak di jalanan dengan kepala dan leher yang bersimbah darah.

Hyungwon tahu bahwa itu adalah perbuatan dari Kihyun setelah melihat pisau yang masih menancap di kening salah satu perwira. Hyungwon lantas mempertemukan pandangannya dengan keempat perwira yang tersisa.

"Bawa teman kalian pergi dari sini."

"Kau tidak bisa memerintah kami. Pulanglah sebelum ayahmu kembali memukulmu."

"Meski dia memukulku, dia tidak akan mungkin membunuhku ... tinggalkan tempat ini dan kembalikan temanku."

"Tapi sayangnya temanmu sudah membunuh teman kami. Sebuah hutang harus di bayarkan ... uang di bayar dengan uang, dan nyawa di bayar dengan nyawa."

"Kalau begitu kembalikan nyawa saudara-saudara kami yang sudah kalian eksekusi," perkataan dengan pembawaan tenang yang seketika membuat semua orang bungkam.

Hyungwon melanjutkan, "tidak bisa? Kalian yang lebih dulu membunuh saudara kami, maka jangan salahkan kami jika kami menginginkan sebuah nyawa untuk melunasi hutang kalian."

Perwira yang sebelumnya beradu argumen dengan Hyungwon memalingkan wajahnya dan tersenyum tak percaya. "Kau memang pandai berbicara."

Perwira itu memberikan isyarat pada rekan-rekannya untuk segera membawa kedua jasad rekan mereka pergi dari sana, sedangkan ia kambali berhadapan dengan Hyungwon.

"Sampaikan salamku pada ayahmu, Bocah!"

Perwira itu berbalik. Mengikuti rekan-rekannya yang telah berjalan lebih dulu, namun tepat saat ia hampir melewati Kihyun, dengan sengaja ia menginjak tangan Kihyun dengan sangat keras.

"Arghhh!" tubuh Kihyun tersentak ketika lengannya seperti akan remuk dan segera meringkuk setelah perwira itu meninggalkannya.

Dan setelah semua pergi. Hyungwon segera menghampiri Kihyun. "Hyeong..." Hyungwon dengan hati-hati membalik tubuh Kihyun yang memegangi lengannya sendiri.

"Apa yang sudah Hyeong lakukan?"

Bukannya menyesali perbuatannya. Kihyun justru tersenyum lebar. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau kemari?"

"Ini bukan waktunya untuk bercanda. Hyeong bisa bangun atau tidak?"

Kihyun tak langsung menjawab. Dia terlebih dulu menikmati rasa sakit yang telah merenggut kemampuan bergeraknya.

"Di dalam saku celanaku, ada obat untuk Changkyun. Kau berikan saja obat itu pada anak itu ... aku bisa pulang sendiri." terdengar begitu meragukan.

Pada akhirnya Hyungwon membantu Kihyun untuk bangkit dan menggendong pemuda itu di punggungnya. Tanpa mengucapkan apapun lagi, Hyungwon segera membawa Kihyun untuk pulang. Meski bisa saja ia bersikap acuh pada Kihyun dan membiarkan pemuda itu berakhir di tangan para perwira Distrik 8 itu.

Namun sayangnya hati nuraninya masih memiliki pembenaran akan jalan yang ia ambil untuk tetap bersama dengan Kihyun, meski pada dasarnya ia tak bisa melepaskan perasaannya pada Sohye begitu saja. Namun, bukankah semua akan baik-baik saja selama Kihyun tak mengetahui hal itu?








Selesai di tulis : 01.04.2020
Di publikasikan : 02.04.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro