Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 24.

Hyungwon mengikuti langkah Minhyuk yang berjalan menuju bukit terlarang ketika cahaya matahari telah berhasil menyentuh setiap sudut Distrik.

"Hoy... Kalian... Kenapa lama sekali?" lantang Jooheon sembari melambaikan tangannya ke udara dari atas bukit.

Minhyuk sekilas membalas lambaian tangan Jooheon. Matanya masih tampak sembab, namun jika hanya di perhatikan sekilas tidak akan terlalu tampak. Keduanya meninggalkan rumah setelah sempat terlibat pembicaraan yang serius, dan beruntungnya ayah Hyungwon tidak pulang sejak semalam. Jadi pria itu tidak tahu apa yang baru saja terjadi di Distrik.

"Apa saja yang kalian lakukan? Kenapa lama sekali?" protes Jooheon setelah keduanya sampai di atas bukit.

Hyungwon menghampiri Jooheon dan langsung menendang bokong pemuda itu. "Berhenti berteriak."

Satu ringisan Jooheon berhasil mengundang tawa dari para rekan-rekannya. Tampak senyum yang lebih ringan seakan menegaskan bahwa beban mereka sedikit berkurang.

"Setelah ini apa lagi?" Hoseok memulai pembicaraan.

Hyunwoo menyahut, "apa lagi? Tentu saja menunggu. Aku dengar si sipit itu mengundang orang-orang Distrik 8 untuk datang kemari."

Jooheon mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Eih ... mereka tidak akan berani kemari. Jika mereka kemari, jadikan saja Bukit terlarang ini sebagai tanah makam mereka."

"Bicaramu sembarangan, siapa yang sudi memakamkan mereka di sini?" balas Kihyun tak terima.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Minhyuk menengahi.

"Bersihkan rumah kalian saja, Ibu kalian tidak ada di rumah. Tidak akan ada lagi yang membersihkan rumah," ujar Kihyun, di tujukan sebagai sebuah candaan.

Jooheon menyahut, "Ayah dan Ibuku pergi, apa sebaiknya aku mengungsi di rumah Hyunwoo Hyeongnim saja?"

"Tinggallah sendiri! Aku masih tinggal bersama Ayahku," tolak Hyunwoo.

"Ya ampun... Benar-benar tidak setia kawan," cibir Jooheon.

"Pergilah ke sungai untuk bercermin, jangan hanya pergi ke sana untuk melihat ikan."

Beberapa orang tertawa mendengar perkataan Hoseok yang justru membuat Jooheon menggerutu. Si sipit itu lantas mengalihkan pembicaraan, "apa, tidak apa-apa membiarkan mereka pergi seperti ini?"

"Mereka tidak akan melakukan patroli di pagi hari, mereka menyibukkan diri dengan para penduduk. Seharusnya tidak masalah," sahut Hyungwon.

"Aku harap juga begitu," cetus Kihyun yang kemudian mengarahkan pandangannya pada kepulan asap yang berasal dari Distrik 1.

"Tunggulah aku, aku akan menepati janjiku suatu saat nanti." Kihyun menjatuhkan pandangannya dan tersenyum ketika hatinya terasa lebih ringan ketika Sohye meninggalkan Distrik 9.

"Tapi tidak banyak orang yang bersedia untuk pergi."

"Tidak masalah, mereka sudah tahu resikonya."

"Hyungwon, bagaimana dengan Ayahmu?" tegur Hoseok dan membuat semua perhatian tertuju pada Hyungwon.

"Dia tidak pulang sejak pergi kemarin pagi."

"Aku juga tidak melihat Paman Hyunjae ada di Kantor Kepala Distrik," sahut Hyunwoo.

Jooheon menyahut, "bagaimana Hyeongnim bisa tahu jika Paman Hyunjae tidak ada di sana?"

"Kemarin siang aku mengantarkan berkas Ayahku yang tertinggal di rumah. Ayahku mengatakan jika Paman Hyunjae belum datang."

Minhyuk menyahut, "padahal Paman Hyunjae meninggalkan rumah sejak pagi."

Semua pandangan langsung mengarah kembali pada Hyungwon dan memaksa pemuda itu untuk memberikan jawaban. "Dia mengatakan bahwa ada pertemuan."

"Di luar Distrik?" sahut Hoseok.

Kihyun yang mulai menyadari suasana berubah menjadi sedikit canggung lantas menengahi, "tidak masalah, Paman Hyunjae melakukan tugasnya sebagai Kepala Distrik. Wajar jika dia meninggalkan Distrik 9 untuk menghadiri pertemuan ... sekarang, sebaiknya kita juga mulai bergerak."

"Apa yang kau rencanakan?"

Kihyun mengendikkan bahunya. "Hanya menjalani apa yang ada di hadapan kita, itu tidaklah terlalu sulit."

Setelahnya, merekapun memutuskan untuk turun bukit dengan candaan yang kerap keluar dari mulut mereka. Membuat sedikit keributan di sepanjang jalan yang tentunya akan menarik perhatian semua orang.

Kembali ke pemukiman, senyum Jooheon melebar, menampakkan sepasang lesung pipi yang terlihat cukup manis ketika pandangannya melihat mangsa yang bagus.

"Mereka datang juga?"

Semua serempak memandang tempat yang di maksud oleh Jooheon dan sama seperti Jooheon, senyum meremehkan itu mereka lontarkan ketika melihat beberapa perwira muda tampak menjarah warga yang tengah menjual hasil kebun mereka.

Hoseok mendorong bahu Jooheon, bermaksud menyuruh Jooheon menegur para perwira itu.

"Ya! Ya! Ya! Apa-apaan ini?" lantang Jooheon kemudian dan ketujuh pemuda itu menghampiri para perwira yang entah berasal dari Distrik mana.

"Jaga jarakmu, Bung." Hyunwoo mendorong pelan dada perwira yang tidak lebih tinggi darinya, sedangkan Jooheon tampak bermain-main dengan menempelkan kepalanya pada ujung senapan yang berada di tangan salah satu perwira.

"Tunggu apa lagi? Tembak aku sekarang?" ujar Jooheon dengan senyum yang meremehkan. Namun para perwira itu tetap berwajah datar tanpa melakukan perlawanan sedikitpun.

Kihyun menarik bahu Jooheon dan mendorongnya ke belakang, merasa bahwa candaan Jooheon terlalu berlebihan. Mereka lantas berdiri berhadapan.

Kihyun membuka suara, "tidak ada yang bisa kalian dapatkan dari rakyat kecil seperti kami, berhenti mengusik kami."

Tak ada yang menyahut, namun saat itu Hyungwon keluar dari barisan dan berjalan mendekati salah satu perwira. Dengan seulas senyum tipis di wajah pucatnya, dia sekilas meniup setangkai bunga di tangannya sebelum menyelipkannya pada dada salah satu perwira yang hanya menatap bunga itu dengan wajah yang datar.

"Mereka memiliki senjata yang bagus," celetuk Changkyun.

Jooheon menyahut, "jika di jual, mungkin saja akan menghasilkan uang yang banyak."

"Berhenti menginjak-injak harga diri kami!" gertak salah seorang perwira, namun perwira yang baru saja mendapatkan hadiah dari Hyungwon menahan bahu rekannya tersebut.

"Kita pergi," ucap perwira tersebut dan memaksa rekan-rekannya untuk segera menjauh dari pemuda Distrik itu. Namun sebelum pergi, perwira tersebut menyempatkan diri untuk memandang Hyungwon yang justru melambaikan tangannya sebagai ucapan perpisahan.

"Eih ... benar-benar membosankan," gerutu Jooheon. "Aku pikir nyali mereka sangat besar, lihatlah siapa yang menjadi pecundang sekarang."

Satu pukulan mendarat di bagian belakang kepala Jooheon dan pemuda bermata sipit itu segera menatap tajam ke arah si pelaku.

"Jangan berlebihan," ucap Hyunwoo yang sebelumnya memukul kepala Jooheon.

"Apa mereka akan benar-benar pergi?"

"Siapa yang tahu? Mereka bisa datang dan pergi kapanpun mereka mau."

Jooheon menghampiri Hyungwon dan langsung merangkul bahu rekan seumurannya itu. "Kenapa kau memberikan bunga itu kepada mereka? Kalau mereka tiba-tiba mati, bagaimana?"

"Mereka tidak akan mati jika mereka tidak memakan bunga itu," acuh Hyungwon.

Minhyuk menyahut dengan senyum yang seperti ingin mengejek kekhawatiran Jooheon, "lagi pula orang mana yang akan memakan bunga."

"Eih ... siapa tahu mereka mabuk dan langsung memakannya," ujar Jooheon membela diri.

"Dan itu akan bagus, mereka akan mati secara misterius."

"Benar, benar. Aku pikir itu lebih menarik dari pada membiarkan mereka mati dengan ranjau."

Suara tawa ringan yang kemudian saling bersahutan pagi itu membimbing langkah mereka untuk menjarah Distrik pagi itu tanpa kekhawatiran akan hari esok.

Selesai di tulis : 18.03.2020
Di publikasikan : 19.03.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro