Lembar 20.
Suara bising yang mulai mengisi pendengaran Hyungwon menuntun kelopak mata pemuda itu untuk terbuka ketika sang Alam kembali menyerukan sebuah panggilan melalui perantara burung-burung yang saling bersahutan dengan gemericik air sungai dan juga hembusan angin yang menyapu padang bunga di Bukit terlarang.
Pemuda itu bangkit dan seketika pandangannya mengarah ke samping, ke ranjang lain yang di tempati oleh Minhyuk. Kakak sepupunya itu masih tidur, dan seperti biasa dia selalu bangun lebih awal meski pada akhirnya menjadi orang terakhir yang keluar kamar.
Namun berbeda dengan hari ini. Hyungwon beranjak dari ranjangnya dan berjalan ke arah pintu. Berhenti sejenak guna memakai sepatu usangnya sebelum membuka pintu dan menutupnya kembali dari luar tanpa menimbulkan suara.
Langit belum terang seutuhnya, masih terlihat sedikit gelap namun suara bising sudah terdengar dari dapur rumahnya. Pemuda itu hendak melangkahkan kakinya menuju dapur, namun pergerakannya terhenti oleh suara pintu di belakangnya yang terbuka.
"Kau sudah bangun? Mau kemana kau sepagi ini?" tegur sang ayah yang sudah tampak rapi dengan seragam dinasnya.
"Aku ingin pergi ke dapur, Ayah ingin pergi kemana?"
"Ada pertemuan, katakan pada ibumu bahwa Ayah sudah berangkat."
Hyungwon tak menjawab dan hanya memperhatikan sang ayah yang berjalan menuju pintu sebelum menghilang dari pandangannya. Hyungwon lantas melanjutkan langkahnya menuju dapur, dan di sanalah ia menemukan sang ibu yang saat itu sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka.
Dalam diam langkah kaki itu mendekat, semakin memutus jarak dengan punggung hangat sang ibu hingga langkah pelan tanpa suara itu mengantarkannya berdiri tepat di belakang ibunya. Tanpa permisi, Hyungwon memeluk ibunya dari belakang dan membuat wanita itu sedikit tersentak.
"Ya ampun, kau ini ... kenapa datang tiba-tiba? Membuat ibu kaget saja."
Hyungwon tak menyahut dan justru menaruh dagunya di bahu sang ibu.
"Kenapa? Tidak biasanya kau seperti ini."
Hyungwon menggeleng pelan dan membuat senyum tak percaya sempat menghiasi kedua sudut bibir wanita itu. "Ya ampun, ada apa denganmu? Kau tidak ingat berapa usiamu? Dari pada mempermainkan ibumu seperti ini, lebih baik kau mencari gadis di luar sana dan segera bawa pulang."
"Aku sudah menemukannya, untuk apa mencari lagi?"
Netra wanita itu sempat membulat. Dia lantas dengan paksa melepas pelukan Hyungwon dan menghadap putranya itu dengan tatapan penuh minat. "Kau, sudah memiliki calon?"
Sempat terdiam, Hyungwon lantas memberikan sebuah anggukan seiring dengan kontak mata yang terputus untuk sepersekian detik.
"Sungguh? Siapa nama gadis itu? Dari Distrik mana dia berasal?"
Pandangan Hyungwon mengarah ke bawah. Dia menolak menjawab, menolak memberi jawaban yang mungkin akan kembali mendapatkan tentangan seperti saat ia mengucapkannya kemarin pada Minhyuk.
"Cepat katakan pada ibu, dari Distrik mana gadis itu? Jangan merahasiakan sesuatu dari ibumu ini."
"Ada ... yang ingin ku bicarakan pada ibu."
"Apa itu?"
Hyungwon menarik lembut lengan sang ibu dan mendudukkan wanita itu di salah satu kursi sebelum ia yang berjongkok di hadapan wanita itu.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
Hyungwon meraih kedua tangan sang ibu dan menggenggamnya dengan lembut. "Ayo, kita pergi dari sini."
Wanita itu sedikit terkejut dengan ajakan dari putranya. "Apa maksudmu?"
"Kita tinggalkan Distrik dan Ayah. Kita mulai kehidupan baru di luar sana."
"A-apa yang sebenarnya kau katakan? Pergi? Kenapa kita harus pergi?"
"Ayah akan menyerahkan Distrik kepada Pemerintah, Ayah akan menjadi budak Pemerintah."
"Hyungwon ... apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan? Jangan menuduh Ayahmu sembarangan. Jika Ayahmu mendengarnya, dia bisa memarahimu."
"Ayah sudah pergi."
"Sudah pergi?"
"Jangan memikirkan Ayah. Ini tentang Ibu ... besok, aku akan membawa orang-orang meninggalkan Distrik."
Wanita itu tampak terkejut. "Hyungwon!" suara yang sedikit meninggi, namun tak berniat untuk berkata kasar pada putranya. "Apa yang sedang kau katakan? Jangan melakukan hal yang tidak-tidak. Jika Ayahmu tahu, dia bisa memukulmu."
"Ayah tidak akan tahu jika Ibu tetap diam. Demi aku ... tinggalkan Distrik, besok."
"Ibu tidak bisa. Percayakan semua pada Ayahmu, jangan menentangnya."
"Aku tidak ingin menjadi budak Pemerintah." Hyungwon lantas berdiri dan segera meninggalkan sang ibu begitu saja.
"Hyungwon ... dengarkan Ibu!" Wanita itu menghela napas ketika terdengar pintu depan yang menutup. Merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi pada putranya setelah ini.
Beberapa menit setelah perginya Hyungwon dari rumah, Minhyuk keluar dari kamarnya dengan rambut yang masih berantakan. Merasa sedikit heran karena Hyungwon sudah tidak ada di kamar ketika ia bangun. Langkah kakinya lantas mendekati suara yang berasal dari arah dapur.
"Kau sudah bangun?" tegur ibu Hyungwon tepat setelah Minhyuk memasuki dapur.
"Bibi sendiri? Di mana Hyungwon?"
"Beberapa waktu yang lalu dia meninggalkan rumah."
Sebelah alis Minhyuk terangkat. "Kemana?"
"Bibi tidak tahu, sepertinya dia marah pada bibi."
"Ada masalah apa?"
"Kemarilah, bibi ingin bertanya padamu."
Minhyuk mendekat ke meja makan dan duduk berhadapan dengan ibu Hyungwon yang menampakkan guratan khawatir di wajahnya.
"Bibi bertengkar dengan Hyungwon?"
"Tadi, Hyungwon mengatakan bahwa kalian akan membawa orang-orang meninggalkan Distrik. Apa itu benar?"
Rahang Minhyuk langsung mengeras dengan sorot mata yang tiba-tiba menajam. Sedikit waswas, pemuda itu sekilas menoleh ke arah pintu masuk dapur. "Apa Paman masih di rumah?" tanya pemuda itu dengan suara yang sedikit di pelankan.
"Tidak ada, Pamanmu sudah pergi sebelum Hyungwon pergi."
Sedikit lega, sorot mata yang sempat menajam itu kembali melembut. "Apa saja yang di katakan Hyungwon pada Bibi?"
"Besok, dia mengajak Bibi untuk meninggalkan Distrik."
"Dia, mengatakan bahwa dia akan pergi bersama dengan Bibi?"
Ibu Hyungwon mengangguk, membuat sedikit kejutan di pagi hari bagi Minhyuk. Perhatian pemuda itu kemudian teralihkan ketika ibu Hyungwon meraih tangannya yang berada di atas meja dan menggenggamnya dengan lembut.
"Apa yang sedang kalian rencanakan? Jangan melakukan hal yang berbahaya ... jangan sampai Pamanmu marah. Bibi mohon, jangan melakukan apapun," ujar ibu Hyungwon dengan nada memohon.
Minhyuk lantas menjelaskan secara baik-baik, "Distrik 9 dalam bahaya, Kihyun dan kami semua ingin berusaha menyelamatkan Distrik. Kami tidak bisa membiarkan mereka menguasai Distrik 9 ... aku harap Bibi mau mengerti."
Ibu Hyungwon menggeleng. "Tidak, kalian tidak akan mampu. Jangan melakukan apapun yang membahayakan diri kalian. Jika kalian ingin pergi, pergilah dan jangan pedulikan kami."
"Bibi sudah tahu?"
Batin ibu Hyungwon tersentak, cukup menjadi bukti bahwa wanita itu mengetahui sesuatu. "Apa yang kau bicarakan?"
"Rencana Paman Hyunjae. Aku dengar Paman Hyunjae akan menyerahkan Distrik."
Genggaman tangan itu terlepas, bisa di lihat oleh Minhyuk kepanikan di wajah wanita itu.
"Apa yang kau bicarakan? Pamanmu tidak mungkin melakukan hal itu," sanggah wanita itu dengan sedikit gugup.
"Aku tidak ingin mempercayai siapapun. Tapi jika Hyungwon ingin pergi, maka Bibi juga harus pergi bersamanya."
"Minhyuk ... Bibi mohon hentikan, kalian tidak bisa melawan mereka."
"Kami tidak bisa melawan, tapi bukan berarti kami tidak bisa bertahan ... jika Bibi ingin pergi, maka pergilah. Aku akan menjaga Paman di sini."
Wanita itu tampak resah dan Minhyuk pasti paham betul tentang apa yang menganggu hati wanita itu. Namun alih-alih menegur wanita itu, Minhyuk lebih memilih beranjak dari duduknya.
"Aku akan pergi mencari Hyungwon."
"Tunggu dulu," sergah ibu Hyungwon yang segera menghentikan pergerakan Minhyuk yang telah beranjak dari duduknya.
"Ada satu hal lagi yang ingin Bibi tanyakan padamu."
"Apa itu?"
"Gadis yang di sukai Hyungwon, siapa gadis itu?"
Netra Minhyuk memicing tajam. "Hyungwon, mengatakannya pada Bibi?"
Ibu Hyungwon mengangguk. "Dia mengatakan bahwa dia menyukai seorang gadis, apa kau tahu siapa gadis itu?"
Minhyuk menghindari kontak mata dengan ibu Hyungwon dengan raut wajah yang tampak bingung. Kejutan kedua untuk pagi ini yang di berikan Hyungwon padanya.
"Kau tahu dari Distrik mana gadis itu berasal?"
"Aku, tidak tahu."
Selesai di tulis : 14.03.2020
Di publikasikan : 19.03.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro