Lembar 103
Layaknya harapan yang sia-sia, salju yang sempat menyelimuti Bukit terlarang perlahan terkikis oleh hembusan angin yang datang silih berganti. Pada kenyataannya hawa dingin yang sempat menyergap tak mampu menghentikan api yang hingga saat ini semakin merambah ke distrik lain. Mengarah ke Distrik 9.
Mereka berencana, namun Tuhan berkehendak lain. Empat hari yang lalu Kihyun mengatakan bahwa mereka akan segera meninggalkan distrik. Namun yang terjadi saat ini justru mereka terjebak di sana bersama beberapa anggota militer yang hingga detik ini belum menyerah.
Pemerintah telah berusaha memadamkan api, namun ketika satu tempat berhasil dipadamkan, saat itu pula terlihat titik api yang baru di bagian lain. Perseteruan masih berlanjut meski kedua kubu benar-benar mengalami krisis, terkena imbas dari kebakaran tersebut.
Hari itu para aktivis terlihat di Distrik 3 yang terlihat sangat sepi. Tak ada aktivitas militer di sana, sehingga mereka bisa bergerak sedikit bebas. Pagi itu para pemuda Distrik 9 berada di dalam sebuah bangunan berlantai 5. Sedangkan para pemuda Distrik 1 berpamitan mencari sesuatu untuk dimakan beberapa waktu lalu.
Kihyun beranjak dari tempatnya dan menarik perhatian semua orang. Hoseok menjadi orang pertama yang memberikan teguran, "kau ingin ke mana?"
"Aku akan naik sebentar," jawab Kihyun, singkat dan menyusuri anak tangga yang terhubung dengan lantai atas.
Minhyuk kemudian turut beranjak dari tempatnya. "Aku akan menemaninya," ucapnya dan menyusul Kihyun.
"Hyeong," tegur Changkyun ketika Minhyuk hendak melewati tempatnya.
Langkah Minhyuk terhenti, pandangannya terjatuh pada senapan yang disodorkan oleh Changkyun.
"Tetap berhati-hati," ucap Changkyun, mengingat bahwa Kihyun pergi tanpa membawa senjata.
Minhyuk menerima senjata itu dan bergegas menyusul Kihyun. Sedangkan Kihyun saat itu hampir sampai di atap gedung. Kakinya sudah membaik meski belum pulih dengan sempurna, dan sampai sekarang kakinya masih sedikit pincang. Namun tidak separah sebelumnya.
Sampai di atap gedung, udara yang terasa berat meski masih pagi menyapa wajah Kihyun. Pagi itu tidak secerah kemarin. Terlihat hamparan langit gelap di atas tempatnya, dan hal itu menjadi sedikit harapan baginya bahwa akan turun hujan sehingga api tidak sampai ke Distrik 9.
Berjalan menepi, Kihyun berdiri di tepi gedung dan memandang ke sekitar. Mencoba menemukan pergerakan yang mencurigakan, namun tak ada yang ia temui. Pandangannya kemudian menatap jauh ke depan. Mendapati kepulan asap putih di beberapa titik, dan saat itu ia mengetahui sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
"Terlalu berbahaya berdiri di situ," teguran dari arah belakang, membimbing Kihyun untuk memutar langkahnya. Menemukan Minhyuk yang berjalan ke arahnya.
Minhyuk sekilas memandang ke sekitar sebelum berhadapan dengan Kihyun. "Musuh akan cepat mengenalimu jika kau berdiri di sini."
Bukannya merespon himbauan Minhyuk, Kihyun justru berbicara hal lain. "Tidak ada waktu lagi."
"Apa yang kau bicarakan?"
Kihyun kembali memandang jauh ke depan lalu berucap, "apinya sudah memasuki Distrik 9."
Batin Minhyuk tersentak, dengan cepat Minhyuk mengikuti arah pandang Kihyun. "Kau yakin?"
"Tidak salah lagi, asap itu berasal dari Distrik 9."
Minhyuk terlihat resah. Pandangan pemuda itu lantas menemukan langit gelap di atas mereka. "Kapan hujan akan turun?"
"Sudah berakhir," gumam Kihyun, membimbing pandangan Minhyuk kembali terjatuh.
"Apa maksudmu?"
"Hujan tidak akan turun, api itu akan membakar Bukit terlarang."
Minhyuk menggunakan satu tangannya untuk memegangi keningnya. Hal itu tentu saja bukanlah harapannya. Dia kemudian bergumam, "kenapa jadi seperti ini?"
"Tidak ada gunanya menyesal. Kita harus pergi dari sini sebelum api itu sampai di Bukit terlarang."
"Ke mana?"
"Pergi ke arah laut."
"Kau yakin dengan hal itu?"
"Angin bertiup dari laut, kita akan selamat jika kita pergi ke sana ... meski akan banyak orang yang terkena imbas dari ini."
"Maafkan aku," Minhyuk tampak merenungi kebodohannya yang mengusulkan ide untuk membakar distrik.
"Aku sudah memperingatkan Mark tentang hal ini, seharusnya mereka sudah mengambil tindakan ... kumpulkan semua orang, kita pergi sekarang."
Keduanya hendak kembali ke dalam bangunan, namun saat itu terdengar sebuah tembakan yang langsung menghentikan langkah keduanya. Minhyuk dengan cepat berbalik dan terkejut ketika melihat tubuh Kihyun limbung dan terjatuh dari gedung.
Senapan di tangan Minhyuk terlempar. Dengan cepat ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan meraih tangan Kihyun, dan suara tembakan sebelumnya menarik perhatian para pemuda Distrik 9 yang kemudian bergegas naik.
"Kihyun ... bertahanlah, pegang tanganku," panik Minhyuk.
Perlahan tangan gemetar Kihyun menggenggam pergelangan tangan Minhyuk. Kihyun mendongak, mempertemukan tatapan gemetarnya dengan tatapan khawatir Minhyuk. Kesadaran Kihyun berkurang terlalu banyak setelah sebuah timah panas menembus punggungnya dan membuat darah tercetak dengan cepat menuruni punggungnya.
"P-pergi ..." suara lirih Kihyun terdengar gemetar.
Minhyuk menggeleng, "tidak ... aku mohon bertahanlah."
Satu tembakan kembali terlepas dari bahwa dan mengenai lengan Minhyuk, membuat tubuh pemuda itu tersentak dan hampir melepaskan genggamannya pada tangan Kihyun. Beruntung satu tangan Minhyuk masih bertahan.
Minhyuk lantas berteriak, "siapapun datanglah kemari!"
Satu tangan Minhyuk yang terluka kembali meraih tangan Kihyun. Dengan usahanya sendiri ia mencoba mengangkat tubuh Kihyun. Dan hal itu membuat darah yang menuruni lengannya juga mengenai tangan Kihyun.
"Sedikit lagi, bertahanlah sebentar lagi!"
Sedikit demi sedikit Minhyuk bangkit dan mundur perlahan ketika ia berhasil membawa tubuh Kihyun kembali ke atas. Namun ketika tubuh Kihyun jatuh ke dalam pelukannya, saat itu satu timah panas kembali menghantam punggung Kihyun. Membuat tubuh pemuda itu tersentak dengan darah yang keluar dari mulutnya. Tak berselang lama, dua tembakan beruntun terdengar di bawah tempat mereka.
"Tidak, aku mohon jangan seperti ini," suara Minhyuk tiba-tiba terdengar lirih.
Minhyuk segera mundur dan membaringkan tubuh Kihyun yang sudah sekarat dengan kepala pemuda itu yang ia taruh di atas pangkuannya.
"Kihyun ... Yoo Kihyun, buka matamu sekarang ... aku mohon buka matamu sekarang ..."
"Hyeong!" sebuah seruan datang dari Jooheon.
Para pemuda Distrik 9 itu bergegas menghampiri rekan mereka dan tak percaya dengan apa yang terjadi. Hyunwoo segera menjatuhkan lututnya di seberang Minhyuk, begitupun rekan-rekan yang lain.
Hyunwoo meraih tangan Kihyun yang bersimbah darah, mencoba memanggil Kihyun di saat Minhyuk tak bisa lagi menahan tangisnya.
"Kihyun ... buka matamu, kau tidak boleh seperti ini. Katakan sesuatu pada kami."
Tangan yang digenggam oleh Hyunwoo bergerak dengan lemah sebelum kelopak mata sayu yang terlihat memerah itu terbuka dengan lemah.
"Kihyun ... bertahanlah."
"Maafkan aku ..." suara yang menyatu dengan napas berat itu terdengar begitu menyedihkan.
"Jangan katakan apapun. Tetaplah di sini, aku mohon bertahanlah," lirih Minhyuk di sela isakan kecilnya.
Kelopak mata Kihyun kembali menutup, namun mulutnya kembali bergerak dengan lemah. Mengeluarkan suara yang tak lebih keras dari sebelumnya. "Jangan membantahku, aku tidak suka itu ... pergilah ... aku akan tetap menjaga kalian dari sini ..."
"Hyeong, jangan bicara seperti itu ..." gumam Jooheon.
"Lim ... Changkyun ... aku ingin melihat wajah anak itu ..." Air mata keluar dari sudut mata Kihyun yang masih menutup.
Jooheon menarik lengan Changkyun dan Hyunwoo mundur untuk memberikan ruang bagi Changkyun yang kala itu tengah menangis dalam diam.
"Bicaralah," ucap Hoseok yang ditujukan pada Changkyun.
Changkyun meraih telapak tangan Kihyun lalu memanggil, "Kihyun Hyeong."
Kelopak mata Kihyun kembali terbuka. Dan tepat setelah penglihatannya yang semakin memburuk berhasil menemukan sosok adik kecilnya, saat itu seulas senyum terlihat di kedua sudut bibir Kihyun.
Kihyun lantas berucap, "jangan menangis ... kemarilah."
Mengusap air mata dengan kasar menggunakan punggung tangannya, Changkyun lantas mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya berdampingan dengan wajah Kihyun.
Kihyun kemudian berucap dan terdengar semakin lemah, "kau bertahan dengan baik ... kau melakukannya dengan baik, adikku ... sekarang ... aku akan membiarkanmu pergi ..."
"Aku tidak mau ..."lirih Changkyun, terdengar seperti seorang bocah yang tengah berbicara sembari menangis.
"Jangan membangkang ... buatlah kakakmu ini bangga padamu ... makan dengan baik ... tidur dengan baik. Jangan lupakan aku. Aku ... sudah bahagia sekarang ..."
"Hentikan, aku mohon hentikan ..."
"Lim Changkyun ... berikan aku sebuah pelukan ..."
Changkyun langsung merengkuh tubuh Kihyun. Menangis di bahu lemah milik sang kakak.
Tatapan nanar Kihyun menemukan langit gelap di atas mereka. Dan saat itu butiran air mulai jatuh ke bumi. Memberikan sapaannya pada wajah Kihyun sekaligus sebagai ucapan pengantar ketika kelopak mata itu perlahan menutup.
"Maafkan aku ..." suara hati yang kali terakhir mampu terucap sebelum jiwanya yang benar-benar menuju keabadian.
Mengambil napas dalam sebanyak tiga kali. Tubuh Kihyun benar-benar tak berdaya dalam rengkuhan Changkyun. Semua berakhir bagi Monster kecil penjaga Distrik 9. Mengundang tangis kehilangan dari para saudaranya.
Tangis Changkyun semakin menjadi, seiring dengan debit air yang terus bertambah. Pelukan yang semakin menguat, begitupun dengan suara tangisnya yang terdengar makin pilu.
"Hyeong ... Kihyun Hyeong ... jangan pergi. Aku mohon jangan seperti itu! Hyeong! Argh ..." teriakan frustasi itu tersampaikan pada langit yang turut menangisi kepergian seorang pemimpin tanpa gelar menuju keabadian.
Hari itu, tepatnya 30 Oktober 1979. Putra dari mendiang Kepala Distrik 9—Yoo Kihyun. Menemui jalannya untuk berkumpul bersama orang yang terkasih yang telah pergi lebih dulu darinya. Aktivis muda yang dicintai oleh rakyat Distrik 9 telah gugur dalam medan perang dengan cara terhormat.
Namun sedikit kebahagian berhasil mengantarkan kepergian Kihyun hari itu. Kebahagian kecil yang menghampiri Kihyun ketika ia melihat hujan yang benar-benar turun dan terkabulnya sebuah harapan yang tak bisa lagi ia saksikan. Sangat menyakitkan, namun Kihyun merasakan sedikit kebahagian sebelum ia mengucapkan permintaan maaf untuk rekan-rekannya.
Dan semua, benar-benar telah berakhir ....
Selesai ditulis : 15.07.2020
Dipublikasikan : 15.07.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro