Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 102

    Mobil yang dikendarai oleh Kihyun berhenti setelah bagian depan mobil menabrak rumah penduduk. Ketika langit perlahan mulai menggelap, Kihyun sampai di Distrik 6. Pemuda itu segera keluar dari mobil, memandang ke sekitar di mana terlihat asap yang sudah menyebar hingga tempat itu.

    Langit yang sedikit mendung membawa butiran air itu melepaskan diri dari langit. Namun ketika Kihyun mengambil langkah pertamanya, saat itu butiran air tertahan di udara selama satu detik. Membeku di udara sebelum menyentuh tanah sebagai butiran salju yang lembut.

    Sesuai prediksi Jooheon, bahwa salju pertama musim gugur tahun itu turun di kesembilan distrik. Langkah tertatih Kihyun dengan bantuan tongkat pada kedua tangannya mulai menyusuri pemukiman. Menyusup dalam kabut tipis beserta butiran salju yang semakin bertambah di setiap detiknya.

    Kihyun menghentikan langkahnya. Kembali memandang sekeliling dengan wajah yang khawatir. Tak ada siapapun yang ia lihat di sana, dan perlahan angin musim gugur datang. Berhembus sedikit keras dan mengacaukan perjalanan butiran salju yang ingin segera menyentuh tanah.

    Setelah hening sempat menyergap, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan disusul oleh suara bising dari teriakan seseorang yang berada cukup jauh dari tempat Kihyun. Batin Kihyun tersentak. Ia pun memutuskan untuk pergi ke sumber kebisingan itu. Perlahan namun pasti, langkah yang tertatih itu semakin mengeras di setiap detiknya, seiring dengan suara tembakan yang terdengar saling beradu.

    "Bertahanlah, aku mohon ..." sebuah doa terpanjat dalam batin yang gelisah.

    Langit yang mengelap, asap yang memudar, butiran salju yang semakin kacau, hembusan angin yang terus berusaha menumbangkan tubuh Kihyun. Melupakan rasa sakit yang diderita oleh tubuhnya, langkah itu semakin terburu-buru hingga kemarahan mulai menyeruak dalam hatinya.

    Kihyun membuang dua tongkat di tangannya dan berjalan dengan usahanya sendiri. Tak peduli jika setelah ini ia akan kehilangan kakinya, Kihyun berusaha untuk berlari. Mencoba menjangkau tempat para rekannya berada.

    Kembali bertemu dengan malam, beberapa orang tampak meringkuk di tempat persembunyian mereka ketika butiran salju yang telah menghilang dari udara meninggalkan hawa dingin tanpa belas kasihan. Salju tak benar-benar turun di sana. Karena salju pertama musim gugur tahun itu turun di Bukit terlarang yang kemudian menyelimuti bukit itu dalam waktu singkat.

    Changkyun merapatkan pakaiannya ketika ia berjalan mengendap-endap di dalam kegelapan. Baku tembak telah berakhir, namun tak menutup kemungkinan bahwa serangan tanpa rencana bisa datang kapan saja.

    "Sudah aman?" tanya Jooheon begitu Changkyun sampai di tempatnya.

    "Anak-anak yang lain belum kembali?" Changkyun balik bertanya.

    "Aku masih mendengar suara mereka di sekitar sini, tapi tiba-tiba menghilang."

    Changkyun mendudukkan dirinya di samping Jooheon yang saat itu duduk di tanah. Changkyun menyandarkan punggungnya pada tembok di belakang mereka, namun segera menjauhkan punggungnya karena tembok itu terasa sangat dingin. Hal itulah yang kemudian mengundang tawa ringan dari Jooheon.

    "Kau harus menjaga punggungmu baik-baik. Mungkin bukan hari keberuntungan kita, salju turun saat kita membakar distrik."

    "Tuhan sedang berbaik hati pada kita," sahut Changkyun, terdengar acuh.

    Jooheon merogoh saku dan mengeluarkan sebungkus roti yang kemudian ia berikan kepada Changkyun. "Makanlah, hanya itu yang kusisakan untukmu."

    Tanpa mengucapkan apapun, Changkyun mengambil sebungkus roti itu. Membuka bungkusnya dan membagi roti tersebut menjadi dua bagian. Satu bagian ia masukkan ke dalam mulutnya sendiri, sedangkan bagian lainnya ia sodorkan tepat ke hadapan mulut Jooheon.

    "Apa ini? Untukmu saja," tolak Jooheon.

    "Perutku sakit jika makan terlalu banyak."

    Jooheon tersenyum tak percaya sebelum membuka mulutnya dan membiarkan Changkyun memasukkan roti itu ke dalam mulutnya.

    Jooheon mengusak kepala Changkyun dan berucap, "nanti malam aku akan memelukmu saat tidur."

    Changkyun hanya memandang dalam diam. Tak ada lagi kalimat candaan yang membuat mereka benar-benar tertawa. Semua terasa mengambang, dan bahkan mereka tidak sempat memikirkan apakah malam ini mereka akan mendapatkan waktu tidur mereka atau justru berakhir seperti malam-malam sebelumnya.

    Jooheon kemudian beranjak seraya berucap, "ayo ... kumpulkan anak-anak dan pulang."

    Saat itu tawa pelan Changkyun terdengar. Pemuda itu lantas berucap, "memangnya di mana rumah kita?"

    "Di manapun kita bisa tinggal. Ayo, jangan biarkan mereka mendapatkan celah untuk menyerang."

    Keduanya lantas meninggalkan tempat itu. Berjalan dengan hati-hati untuk menemukan rekan-rekan mereka yang lain sebelum kembali ke tempat yang telah menjadi kesepakatan mereka sebelumnya.

    Di sisi lain, Minho bersama Changbin dan Yongbok masih terlibat baku tembak dengan pihak militer. Namun tak sekacau sebelumnya. Mereka menyerang dengan lebih tenang ketika mendapat lawan dengan jumlah yang seimbang.

    Minho memberikan isyarat pada Changbin yang berada di seberang tempatnya untuk mendekat. Mengawasi tempat musuh mereka, Changbin lantas berguling dengan cepat ke arah Minho dan berhadapan dalam posisi berjongkok.

    "Serang mereka dari samping," ucap Minho dengan suara pelan.

    "Bagaimana caranya?"

    "Cari jalan memutar."

    "Terlalu berbahaya, kita tidak tahu jumlah mereka."

    Mereka menunduk ketika sebuah tembakan melesat tepat di atas kepala mereka. Menghentikan pembicaraan mereka, keduanya lantas memberikan serangan balik dan kembali bersembunyi di balik reruntuhan tembok.

    "Di mana Yongbok?"

    Changbin menunjuk ke tempat Yongbok bersembunyi yang berada sedikit di depan mereka. Minho kembali memandang Changbin dan berucap, "kita mundur saja."

    "Panggil Yongbok kemari."

    Minho mengambil batu berukuran kecil lalu melemparkannya ke tempat Yongbok. Dan Yongbok yang merasa sesuatu memukul punggungnya lantas menoleh. Saat itu Minho memberikan isyarat untuk mundur yang kemudian diangguki oleh Yongbok.

    Yongbok berusaha mendekati tempat kedua rekannya, tapi pihak militer kembali menyerang mereka dan membuat Yongbok tak bisa bergerak ke manapun. Namun saat itu suara tembakan datang dari arah samping kelompok militer dan menembaki para perwira itu.

    Ketiga pemuda itu merasa heran. Dan setelah tak lagi terdengar suara tembakan, perlahan mereka keluar dari tempat persembunyian mereka.

    Minho mengangkat tangannya ke udara, sebagai isyarat agar kedua rekannya tetap berada di sana.

    "Mungkin saja itu mereka," ucap Changbin.

    Minho menyahut, "tidak ada yang menjamin dia lawan atau kawan. Tetap berhati-hati."

    Ketiganya kemudian mendekati tempat para perwira itu, namun Changbin yang terkejut akan kehadiran seseorang di sana segera mengangkat senapan di tangannya. Tapi semua orang menghentikan pergerakan mereka dengan wajah yang terkejut.

    "S-senior?" gumam Minho. Tampak tak percaya ketika melihat Kihyun yang berdiri di hadapan mereka.

    "Di mana yang lain?" tanya Kihyun, tak ingin ada basa-basi di antara mereka.

    Minho lantas menyahut, "ikutlah dengan kami."

    Minho berjalan lebih dulu, lalu setelah itu Yongbok dan Changbin membiarkan Kihyun berjalan lebih dulu. Namun saat itu keduanya sedikit kaget saat melihat Kihyun berjalan dengan kaki yang pincang.

    "Kaki Senior terluka," tegur Changbin yang seketika membuat langkah Minho terhenti.

    "Tidak apa-apa, aku masih sanggup berjalan."

    Minho menyahut, "jika Senior tidak sanggup, biarkan Changbin menggendong Senior."

    "Tidak perlu, kita pergi sekarang."

    Meski khawatir dengan kondisi Kihyun, pada akhirnya mereka kembali melangkahkan kaki mereka. Membiarkan Kihyun berjalan dengan langkah tertatih dengan sebuah senapan di tangannya.

    Berjalan cukup jauh, ketiganya membawa Kihyun memasuki sebuah halaman salah satu rumah penduduk. Yongbok dan Changbin yang berjalan paling belakang bertugas mengawasi sekitar sebelum mereka memasuki bangunan itu.

    "Sudah kembali?" tegur Hyunjin begitu mereka masuk, dan saat itu pula pandangan Hyunjin menemukan Kihyun. Pemuda itu berseru, "Kihyun Hyeong?"

    Suara yang cukup keras itu sampai ke telinga orang-orang yang berada di bagian belakang bangunan itu. Mereka serempak ke depan dan langkah semua orang terhenti ketika mereka melihat kehadiran Kihyun.

    Rasa tak percaya itu terlihat di wajah mereka. Namun lebih dari itu, dalam hati masing-masing, tiga pemuda Distrik 9 yang berada di sana merasa lega setelah melihat rekan mereka dalam keadaan yang baik.

    Minhyuk menjadi orang pertama yang datang mendekat, disusul oleh Hyunwoo dan Hoseok. Tepat setelah menjangkau tempat Kihyun, Minhyuk memberikan sebuah pelukan pada Kihyun.

    "Kau kembali," gumam Minhyuk.

    "Maafkan aku," Kihyun membalas pelukan yang kemudian terlepas dan setelahnya dua orang tersisa saling bergantian memberikan sambutan kepada rekan mereka.

    "Duduklah dulu," Hyunwoo mengarahkan Kihyun untuk duduk. Namun ketika Kihyun melangkah, saat itu Hyunwoo menahan bahunya.

    "Kakimu terluka?"

    "Luka lama."

    Kihyun mendekati meja dan menarik satu kursi yang kemudian ia duduki. Menjadikannya sebagai pusat perhatian. Saat itu Kihyun memandang semua orang yang berada di dalam ruangan itu dan menemukan beberapa orang yang tidak ada di sana.

    Kihyun lantas bertanya, "Jooheon, Changkyun, Jisung dan Seungmin. Di mana mereka?"

    Hoseok menjawab, "mereka mungkin sedang dalam perjalanan kemari."

    "Kalian semua baik-baik saja?"

    Hyunjin menyahut, "Hyeong tenang saja, kami bertambah hebat sekarang. Luka kecil tidak akan bisa membunuh kami."

    Mendengar hal itu, Kihyun lantas mempertemukan pandangannya dengan Minhyuk. "Kenapa kalian membakar distrik?"

    Saat itu semua orang memandang Minhyuk. Menegaskan bahwa otak dari pembakaran distrik adalah Minhyuk.

    Minhyuk kemudian memberikan alasan, "itu cara terakhir untuk memenangkan perang ini."

    "Tapi bagaimana jika apinya sampai ke Distrik 1 dan Distrik 9? Jika dua reaktor nuklir di Distrik 1 meledak, seluruh rakyat Korea Selatan akan berada dalam bahaya. Lalu Distrik 9, kenapa kau melakukan hal ini?"

    Hyunwoo menengahi, "salju sudah turun, udara turun dengan sangat cepat. Kita tidak perlu khawatir dengan hal itu. Kebakaran pasti akan padam dengan sendirinya dalam keadaan seperti ini."

    "Musim dingin belum benar-benar datang," bantah Kihyun. "Kita masih berada di musim gugur."

    Minhyuk menengahi, "aku sudah memperhitungkannya, api tidak akan sampai ke dua distrik itu. Jika kita tidak melakukan hal ini, mereka tidak akan mundur."

    "Kita pergi dari sini."

    Semua orang terdiam. Para pemuda Distrik 1 saling bertukar pandang. Merasa tak harus ikut campur dengan pembicaraan para senior mereka.

    Kihyun kembali berucap, "kita sudah menang. Rakyat Seoul turun ke jalan untuk menyelamatkan distrik kita ... semua sudah berakhir sekarang, kita bisa hidup dengan baik setelah ini."

    Hoseok menyahut, "tapi sampai sekarang mereka masih melakukan serangan. Aku rasa ini tidak bisa diakhiri dengan mudah."

    "Pemerintah sudah mundur, mereka yang masih tinggal di sini hanyalah orang-orang yang memiliki dendam pribadi. Jika kita pergi dari sini lebih dulu, perang ini akan berakhir."

    "Ke mana?" tanya Hyunwoo. "Ke mana kau akan membawa kami?"

    "Ke manapun, asal tempat itu aman untuk ditinggali."

    Minhyuk memalingkan wajahnya dan berucap, "bicarakan dengan adikmu, terima kasih karena tidak meninggalkan kami." Minhyuk lantas meninggalkan ruangan itu.

    Dan ketika Changkyun datang bersama yang lainnya, saat itu kakak beradik itu kembali dipertemukan dalam perasaan yang asing. Semua terasa canggung di awal ketika kata 'Maaf' kerap keluar dari mulut Kihyun.

    Malam yang senyap itu kembali berlalu. Semua orang bersembunyi dari butiran salju dari Bukit terlarang yang tertiup angin dan melayang di udara. Membekukan udara dan menjadikan malam berkabut itu menjadi malam yang tenang.

    Yoo Kihyun telah kembali pada rekan-rekannya. Dan tujuan utamanya adalah membawa rekan-rekannya keluar dari tempat itu untuk menjangkau kebebasan yang seharusnya sudah mereka dapatkan saat ini. Namun semua tak mampu mereka dapatkan dengan mudah.

    Semua ... hanyalah tentang sesuatu yang tertunda ....












Selesai ditulis : 15.07.2020
Dipublikasikan : 15.07.2020

   

   

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro