Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6 : Tragedi 1979, Sejarah Yang Terlupakan [Lembar 83]

    Saat malam tiba, beberapa orang menyelinap keluar. Minhyuk yang meninggalkan rumah Hyungwon. Minho serta Hoseok yang meninggalkan kediaman Kihyun. Sedangkan Kihyun yang telah kembali ke Gereja tampak berdoa, hingga beberapa menit setelahnya beranjak dari duduknya dan meninggalkan Gereja.

    Di malam yang terlihat lebih tenang dari malam-malam sebelumnya. Minhyuk menghampiri Minho dan Hoseok di tempat yang sudah di janjikan.

    "Ada yang mengetahui kepergian kalian?" tanya Minhyuk.

    Minho menjawab, "aku pikir tidak. Aku mengatakan akan menginap di rumah Senior."

    "Bagaimana dengan Kihyun?"

    "Dia kembali ke Gereja," sahut Hoseok.

    Pandangan Minhyuk jatuh pada tiga jerigen berisikan bahan bakar yang berada di dekat kaki Hoseok, dan tentunya hal itu sudah direncakan sebelumnya.

    "Kita berangkat sekarang," tandas Minhyuk, meraih satu jerigen dan berjalan memimpin kedua rekannya.

    Sesuai rencana, bahwa malam itu ketiganya akan membakar Kantor Kepala Distrik. Dan secara kebetulan, malam itu tengah diadakan pertemuan para petinggi militer yang juga dihadiri oleh Hyunjae sehingga tak banyak aktivitas yang terjadi di sekitar bangunan itu.

    Tepatnya pukul sembilan lewat limabelas menit, api pertama terlihat di bagian belakang bangunan itu. Di susul oleh sudut lain. Dan api yang perlahan mulai membesar itu lantas memancing keributan di malam yang tenang.

    Satu teriakan peringatan memicu teriakan lainnya. Semua orang berhamburan keluar untuk melarikan diri, namun tak banyak yang beruntung karena Minhyuk sengaja menyulut api tepat di pintu masuk. Hanya dalam beberapa menit, asap hitam membumbung ke langit di sertai dengan cahaya merah yang tentunya menarik perhatian para penduduk di sekitar sana.

    Sedangkan ketiga pemuda yang baru saja menyulut api pada bangunan itu, tampak berdiri tidak jauh dari lokasi kejadian. Memperhatikan setiap orang yang melarikan diri dari bangunan itu.  Dan api yang semakin membesar menegaskan bahwa satu dendam Lee Minhyuk telah terbalaskan malam itu.

    Hoseok yang berada selangkah di belakang Minhyuk lantas memegang bahu pemuda itu lalu berucap, "kita tidak bisa terlalu lama berada di sini."

    "Urusan kita selesai, kita pulang dan anggap tidak terjadi apa-apa malam ini."

    Minhyuk berbalik dan meninggalkan tempat itu. Hoseok menepuk bahu Minho dan keduanya pun mengikuti langkah Minhyuk yang menyusup ke dalam kegelapan yang tak mampu terjangkau oleh sinar rembulan di langit malam itu.

    Saat itu, dari pintu belakang dua perwira mengevakuasi Hyunjae dari bangunan itu. Tampak pria itu yang kesulitan untuk berjalan diakibatkan oleh pernapasannya yang terganggu. Dua perwira itu membawa Hyunjae menjauh, namun di antara keributan malam itu, satu suara tembakan menghentikan langkah mereka.

    Satu perwira tumbang dalam posisi tengkurap setelah satu butir peluru memecah tengkoraknya dari arah belakang. Hyunjae dan perwira itu dengan cepat menoleh, namun naas karena saat itu pula perwira itu tumbang menyusul rekannya. Saat itu juga Hyunjae jatuh terduduk. Memandang siluet hitam yang datang mendekat dengan sebuah senjata api di tangan kanan.

    Hyunjae perlahan bergerak mundur dan hendak bangkit untuk melarikan diri. Namun sayangnya ketika ia telah bangkit dan hendak berlari, siluet hitam itu sudah lebih dulu berdiri di belakangnya dan langsung memberikan tendangan fatal pada punggungnya yang membuatnya tersungkur di tanah.

    Hyunjae bangkit dan berbalik, namun sekali lagi tubuhnya harus menyatu dengan tanah ketika siluet yang sebelumnya ia lihat langsung menginjak dadanya. Saat itu netra ketakutan Hyunjae membulat ketika menemukan siapa siluet hitam yang sebelumnya ia lihat.

    Suara pria itu tercekat, "K-Kihyun? K-kau?"

    "Tidak perlu terkejut seperti itu, Paman sudah tahu jika aku masih hidup," terdengar begitu dingin.

    "A-apa, apa yang ingin kau lakukan?"

    Kihyun menurunkan kakinya dari dada Hyunjae dan membiarkan pria itu sedikit bangkit. Menggunakan kedua siku untuk menahan tubuh bagian atas. Saat itu Hyunjae kembali terkejut ketika Kihyun menodongkan senjata ke arahnya.

    "Apa yang ingin kau lakukan?"

    "Jawab pertanyaanku. Benarkah Paman yang membunuh ayahku?"

    Batin Hyunjae tersentak, kedua tangannya mengepal kuat dengan wajah yang terlihat gelisah.

    "Aku tanya sekali lagi ... benarkah Paman yang membunuh ayahku?"

    "S-siapa yang mengatakannya padamu? Kau tidak bisa menuduhku tanpa ada bukti."

    "Itu Hukum negara, tapi sayangnya aku tidak berpikir bahwa aku adalah bagian dari negara ini ... aku, memiliki negaraku sendiri."

    "Apa maksudmu?"

    "Setelah ini ... Hyungwon pasti datang untuk membunuhku. Tapi sebelum aku mati, akan kupastikan bahwa putramu itu mati lebih dulu sebelum aku. Lalu setelahnya kita akan menyelesaikan masalah ini di tempat lain."

    "J-jangan macam-macam, kau tidak bisa melakukan hal ini padaku." Hyunjae bergerak mundur, namun tiba-tiba dia berteriak, "aku sudah berbaik hati padamu selama ini! Di mana sopan santunmu? Kau tidak tahu bagaimana caranya membalas budi!"

    "Berhentilah bicara. Setelah ini, akan kuselesaikan urusanku dengan putramu—Chae Hyunjae ... selamat tinggal."

    Satu timah panas terlontar dan menembus permukaan dada Hyunjae. Membuat tubuh pria itu tersentak dengan netra membulat. Namun Kihyun tak cukup puas. Tepat saat air mata itu menuruni wajahnya, beberapa tembakan kembali terlepas hingga tak menyisakan satu peluru pun di dalam senjata api yang kemudian ia jatuhnya tepat di samping kakinya.

    Malam itu, Chae Hyunjae menemui akhir kisahnya. Bukan karena Minhyuk membakar Kantor Kepala Distrik, melainkan karena Yoo Kihyun yang menuntut balas akan kematian orangtuanya empat tahun silam.

    Angin berhembus tenang namun sedikit lebih kuat. Membawa awan tipis menutupi rembulan, seakan tak membiarkan sang rembulan menemukan pemuda di bawahnya yang kini hanya di penuhi oleh kebencian bahkan setelah ia membunuh seseorang.

    Di sisi lain, Minhyuk kembali ke rumah Hyungwon seorang diri. Sementara Minho turut pulang ke rumah Hoseok dan memutuskan kembali ke rumah Kihyun pada esok hari untuk menghindari kecurigaan dari rekan-rekan mereka.

    Pintu depan terbuka. Mengantarkan langkah tanpa minat itu memasuki bangunan sederhana yang terasa begitu dingin seakan telah ditinggalkan oleh sang pemilik dalam waktu yang lama. Menghentikan langkahnya, Minhyuk sejenak mendudukkan diri di ruang tamu. Memikirkan apa yang baru saja ia lakukan dan imbas yang akan terjadi besok.

    Sudut hati Minhyuk merasa takut. Takut pada kenyataan jika seandainya Hyunjae turut tewas dalam kebakaran malam itu. Minhyuk tidak yakin dia bisa mengatakan kejujuran pada Hyungwon jika sampai hal itu terjadi.

    Setelah berhasil menenangkan diri. Minhyuk beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar yang ia tempati bersama Hyungwon. Tangan kirinya terangkat, mendorong pintu dengan ragu-ragu sebelum membimbing langkah tanpa suaranya untuk memasuki ruangan itu.

    Minhyuk mengedarkan pandangannya hingga menemukan sosok yang ia cari. Langkah itu kembali mundur, mendorong pintu hingga tertutup rapat dan menyembunyikan apapun yang terjadi malam itu di dalam ruangan itu.

    Malam yang begitu hening di pemukiman sekitar tempat tinggal mereka. Rembulan yang perlahan dibersihkan dari awan tipis yang sempat menyergap, menyambut suara tangis yang begitu lirih terdengar dari kediaman Hyungwon. Namun, ketika hitungan detik terus berjalan, suara lirih itu perlahan semakin terdengar jelas. Suara tangis yang sarat akan penyesalan hingga sebuah teriakan frustasi yang semakin membuat orang-orang meringkuk di balik selimut mereka malam itu. Terdengar begitu menyedihkan.







Selesai ditulis : 29.06.2020
Dipublikasikan : 30.06.2020
   

 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro