Bab 4 : Kejutan Tak Terduga
Menjelang siang hari, Kihyun menapakkan kakinya di halaman rumahnya, namun ketika hendak masuk ke dalam rumahnya, perhatiannya teralihkan oleh Sohye yang saat itu tengah menjemur pakaian di samping rumah gadis itu sendiri.
Memutuskan untuk menunda kepulangannya, dia lebih memilih menghampiri gadisnya terlebih dulu meski ia tidak memiliki kepentingan. Sohye yang saat itu dalam posisi tubuh membelakanginya tampaknya tak sadar akan kedatangannya dan alhasil gadis itu terkejut ketika ia berbalik dan di sambut oleh senyum lebarnya.
"Oppa!" sedikit kekesalan terlihat di wajah Sohye.
"Kau sedang apa?"
"Aku sedang menjemur pakaian. Kau dari mana saja? Apa kau tidak pulang?"
"Kenapa? Kenapa? Kenapa?" Kihyun membalas pertanyaan Sohye yang seperti tengah menuntutnya.
"Paman Yoo mencarimu sejak pagi."
"Benarkah?"
Sohye mengangguk dan setelahnya gadis itu menangkap kegusaran di wajah Kihyun.
"Kau bertengkar dengan paman?"
"Tidak, kenapa aku harus bertengkar dengannya?"
"Ya sudah, aku pulang dulu."
Sohye kembali mengangguk. Namun bukannya segera pergi, Kihyun justru mendekati Sohye dengan pandangan yang mengawasi sekitar dan tentunya membuat Sohye menatapnya dengan heran.
"Apa yang sedang kau cari?"
Kihyun mengembalikan pandangannya pada Sohye dan tersenyum lebar. "Tidak ada." dia lantas menarik bagian belakang kepala Sohye lalu mendaratkan kecupan singkat pada kening gadisnya sebelum melepasnya kembali.
"Jika ada apa-apa, panggil aku."
Kihyun berbalik, namun saat itu langkahnya segera terhenti ketika pandangannya menangkap sosok sang ayah tengah berdiri di ambang pintu rumah mereka. Dan setelahnya sang ayah masuk ke dalam rumah, ia pun segera berjalan menuju rumahnya sendiri sembari mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang mungkin akan ia dapatkan dari sang ayah.
"Aku pulang..." ucap Kihyun tidak terlalu lantang ketika ia memasuki rumahnya.
Pandangannya mengarah ke sekeliling dan tidak menemukan ayahnya berada di ruang tamu. Dia pun bergegas menuju dapur guna mendapatkan segelas air putih sebelum menemui ayahnya. Namun begitu ia sampai di dapur, sang ayah ternyata telah berdiri di samping meja makan seakan tengah menunggu kedatangannya.
"Ayah mencariku?" tegur Kihyun yang berjalan mendekat. Ia menaruh ranselnya di lantai dan menuangkan air putih ke dalam gelas kosong di atas meja seakan tidak mempedulikan perhatian sang ayah yang tertuju padanya.
"Dari mana saja kau?" Sejin berucap dengan nada bicara yang tenang namun begitu tegas.
"Aku menginap di rumah paman Son." Kihyun beralasan, menolak memberi tahu tentang kebenaran yang ada. Dia lantas duduk dan mengarahkan pandangannya kepada sang ayah.
"Ada masalah apa?"
"Berhenti bermain-main, sudah saatnya kau bersikap lebih dewasa."
Netra Kihyun sejenak memicing penuh kecurigaan, merasa ada maksud lain dari perkataan sang ayah. "Apa maksud ayah?" dia lantas meminum air putih di dalam gelas yang ia genggam.
"Mulai besok, jangan meninggalkan Distrik dan persiapkan pernikahanmu seminggu lagi."
Kihyun tersedak, dia terbatuk sembari tangannya yang mengembalikan gelas ke atas meja. Dia sempat menepuk dadanya beberapa kali sebelum batuknya reda dan langsung mengarahkan tatapan terkejutnya pada sang ayah.
"Menikah? Kenapa? Kenapa mendadak sekali?"
"Jangan banyak bertanya, seminggu lagi kau akan menikah dengan Sohye dan mengambil alih Distrik setelahnya."
Mulut Kihyun sedikit terbuka, menunjukkan ketertegunannya akan perkataan sang ayah. Menikah? Seminggu lagi? Mengambil alih Distrik? Ketiga hal itu berputar-putar dalam otaknya hingga memicu sebuah pemberontakan dari batinnya.
"Kenapa harus tiba-tiba? Apa telah terjadi sesuatu?" Kihyun menuntut.
"Cukup lakukan tugasmu tanpa menuntut."
"Ayah, aku masih terlalu muda untuk mengambil alih Distrik. Dan aku belum siap untuk menikah."
"Kau kira ayahmu ini mengambil alih Distrik karna sebuah kesiapan? Seorang pemimpin tidak harus memiliki kesiapan untuk menjalankan tanggung jawabnya."
"T-tapi... Kenapa? Ada apa sebenarnya." mulai terlihat frustasi, Kihyun masih mencoba merubah keputusan sang ayah.
"Tidak ada penolakan, seminggu lagi kau akan menikah dengan Sohye dan mengambil alih Distrik setelahnya."
"Ayah..."
Tidak memberikan kesempatan bagi sang putra untuk kembali melakukan protes, Sejin pergi begitu saja dan menyisakan helaaan frustasi Kihyun di belakang punggungnya.
Kihyun menyandarkan punggungnya dengan raut wajah yang terlihat gelisah. Bukannya dia tidak ingin menikahi Sohye, tapi dia berpikir bahwa dia masih terlalu muda untuk mengambil jalan ini. Terlebih konflik Distrik dengan Militer semakin memanas, bisakah sebuah pernikahan di lakukan dalam keadaan seperti ini?
Tidak mampu berpikir dengan tenang, Kihyun pun beranjak dari duduknya. Meraih ranselnya dan segera meninggalkan dapur.
Langit yang perlahan menggelap, menyembunyikan kehidupan dalam rengkuhan kegelapan dan juga udara dingin yang mengendap. Changkyun menapakkan kakinya di rumah setelah pulang mengambil persediaan obat di Distrik 3 bersama dengan Hoseok.
"Aku pulang." gumamnya, seakan tak berniat untuk menarik perhatian dari orang-orang yang kemungkinan berada di dalam rumah.
Namun ketika ia berjalan masuk, rumah tampak kosong dan hal itu yang membuatnya untuk sejenak menjelajahi penjuru rumah guna menemukan seseorang yang saat itu berada di rumah.
Tak menemukan siapapun di dapur, ia kembali ke depan dan hendak menuju ke kamarnya yang ia huni bersama Kihyun. Namun tepat ketika ia hendak membuka pintu, saat itu salah satu pintu di sana terbuka dan menarik perhatiannya.
"Changkyun... Kau sudah pulang?" tegur wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu dari Kihyun, Han Seunghwa.
Changkyun berbalik menghadap Seunghwa yang berjalan menghampirinya, ia pun sejenak menundukkan kepalanya. "Paman tidak ada di rumah?" tanyanya kemudian.
"Pamanmu berada di Kantor, kau sudah makan?"
Changkyun menggeleng.
"Ya sudah, cepat bersihkan dirimu dan makan. Bibi akan memanaskan makanannya."
"Apa Kihyun Hyeongnim ada di rumah?"
"Dia belum pulang, sepertinya dia melarikan diri setelah bertengkar dengan pamanmu."
"Ada masalah apa?"
Seunghwa tersenyum lebar dan meraih lengan Changkyun, memberinya usapan lembut sembari berucap, "tidak apa-apa, kau tidak perlu memikirkan hal itu. Sekarang mandilah dan pergi ke dapur untuk makan."
Changkyun mengangguk dan setelah Seunghwa meninggalkannya, barulah ia masuk ke kamarnya. Tak mengambil waktu untuk bermalas-malasan, ia segera bergegas mengambil pakaian ganti dan bergegas ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Dia segera melepas kaosnya, namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Perlahan memutar tubuhnya membelakangi kaca yang sedikit buram di sudut ruangan. Dia menoleh ke belakang dengan fokus pandangan yang terjatuh pada angka yang terdapat pada punggungnya yang bagaikan sebuah kutukan yang tidak akan pernah lepas darinya kecuali kematian menghampirinya.
"Meski kau melarikan diri sekalipun, pelarianmu tidak akan berlangsung lama."
Otaknya bekerja dan membawa kenangan dari enam tahun yang lalu kembali pada ingatannya, sebuah ingatan yang membuat tatapan dinginnya semakin menajam. Pandangannya terjatuh dengan tangan kiri yang mencengkram kuat kaos yang masih berada di tangannya.
Selesai di tulis : 22.01.2020
Di publikasikan : 01.03.2020
Ada yang tertinggal. Selamat ulang tahun Uri Bunny🐰🐰🐰🎉🎉🎉🎉 Semoga selalu di berikan kesehatan dan kita bisa berkumpul di lain kesempatan🙏🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro