Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16

Di malam yang dingin itu Min Hyeok meninggalkan kantor Kepala Distrik setelah menyelesaikan urusannya di sana. Tak ada lagi salju yang turun dari langit, namun tak berarti hawa dingin itu pergi dengan mudah. Jalan di lembah bersalju ini masih cukup panjang, dan siapapun bisa saja mati membeku di jalan itu.

Berjalan seorang diri menerobos kegelapan malam, dari arah berlawanan Min Hyeok melihat beberapa siluet hitam datang mendekat. Dan hanya dari siluet itu Min Hyeok tahu bahwa mereka adalah perwira militer. Hal itu dikuatkan dengan senapan yang dibawa oleh orang-orang itu.

Tak berniat menghindar, Min Hyeok tetap pada tujuan utamanya. Dan hanya dalam waktu singkat, kedua kubu pada akhirnya saling berhadapan. Min Hyeok ingin mengacuhkan mereka dan lewat begitu saja, namun para perwira militer itu justru tak melepaskannya dengan mudah.

Bukan untuk berpatroli karena Distrik 9 termasuk distrik yang bersih dari aktivitas militer. Min Hyeok meyakini bahwa para perwira militer itu tengah dalam perjalanan menuju kantor Kepala Distrik.

Min Hyeok mengarahkan tatapan dinginnya ke arah tiga perwira militer di hadapannya yang telah menghalangi jalannya.

"Lihatlah tatapan mata itu. Tatapan mata seorang pecundang," cibir salah satu dari mereka.

Min Hyeok menyahut dengan nada bicara yang dingin, "kau tahu siapa aku? Kau mengenalku? Jika hanya sebatas mengetahui namaku, jangan mengatakan jika kau mengenalku."

Para perwira militer itu tersenyum tak percaya dan tampak meremehkan ucapan Min Hyeok.

Salah satu dari mereka lantas kembali berbicara, "tidak diragukan lagi. Penduduk Distrik 9 memang terkenal sombong dan arogan. Tapi ... kau tidak ingin tahu sampai kapan kalian bisa bersikap seperti itu, Han Min Hyeok?"

Min Hyeok tersenyum, namun bukan untuk sebuah keramahan, melainkan untuk sebuah ancaman.

Min Hyeok kemudian berucap, "kalian tahu namaku? Sudah aku duga bahwa aku cukup terkenal di sini."

"Cih! Kau memang pandai berbicara."

"Aku tidak banyak bicara selama tiga tahun terakhir ini. Kau tidak begitu mengenalku jika mengatakan aku pandai berbicara," balas Min Hyeok dengan pembawaan yang penuh dengan provokasi.

"Kau tidak merasa takut pada kami?" Perwira itu sekilas menjatuhkan pandangannya pada senapan di tangannya, bermaksud mengancam Min Hyeok.

Min Hyeok mengerti maksud dari perwira militer itu. Namun sejak awal dia tidak merasa terancam dengan kehadiran ketiga orang asing di hadapannya itu.

Min Hyeok lantas menyahut, "merasa takut? Haruskah aku berpura-pura takut untuk melindungi harga diri kalian?"

Salah seorang langsung menodongkan senapan ke arah Min Hyeok dan berucap, "kau bisa mengatakan hal itu sekarang."

Min Hyeok sekilas memalingkan wajahnya, terlihat bosan dengan pembicaraan mereka. Kembali memandang perwira militer yang menodongkan senjata ke arahnya, Min Hyeok meraih ujung senapan itu dan menaruhnya tepat di keningnya sendiri.

"Di sini. Kau bisa langsung menghancurkan kepalaku jika melakukannya dalam jarak ini ... lakukan saja."

Sebuah seringai tercipta di wajah Min Hyeok, dan hal itu cukup memprovokasi lawan bicaranya.

"Kau pikir aku tidak bisa melakukannya?"

Min Hyeok mengangguk sembari menyingkirkan ujung senapan itu darinya. "Kalian berpikir bisa meninggalkan Distrik 9 setelah membunuh salah satu penduduknya? Jangan bermimpi, tidak seharusnya kalian menginjakkan kaki di tempat suci ini."

Perwira militer yang sebelumnya menodongkan senjata pada Min Hyeok tertawa pelan, terlihat meremehkan ucapan Min Hyeok. Namun kedua rekannya merasa tak baik untuk tetap melanjutkan pembicaraan.

"Kau merasa hebat hanya karena kami membuang-buang waktu dengan berbicara denganmu di sini."

"Jangan salah paham, aku tidak pernah berniat untuk berbicara dengan kalian ... pergilah dan jangan meninggalkan sesuatu di tempat kami."

Min Hyeok memberikan seulas senyum yang tampak seperti sebuah cibiran sebelum berjalan melewati ketiga perwira militer itu. Namun sepertinya salah satu di antara mereka benar-benar merasa tersinggung oleh ucapan Min Hyeok.

Perwira militer yang sebelumnya menodongkan senjata pada Min Hyeok lantas berbalik dan segera mengangkat senapan miliknya, mengarahkannya pada sosok Min Hyeok yang tentunya membuat kedua rekannya terkejut.

"Han Min Hyeok!" hardik perwira militer itu.

Min Hyeok berbalik, dan bersamaan dengan itu sebuah tembakan terlepas, mengenai sasarannya dengan sempurna. Bukan hanya Min Hyeok yang terkejut, melainkan juga para perwira militer itu.

Min Hyeok tidak terluka, karena suara tembakan itu bukan berasal dari senapan milik si perwira militer. Peluru berasal dari arah lain dan mengenai lengan perwira yang hendak menembak Min Hyeok. Dan perwira itu pun kini tersungkur sembari menahan rintihan dari rasa sakit yang ia derita atas luka yang baru ia dapat.

Semua orang mengarahkan pandangan mereka pada satu tempat. Sebuah gedung berlantai tiga tidak jauh dari sana, sebuah siluet hitam membawa senapan tengah memandang mereka.

"Tangkap bedebah itu!" murka perwira militer yang terluka itu.

Salah seorang langsung berlari menuju tempat siluet hitam itu berada, sementara yang lainnya menolong perwira yang terluka. Para perwira militer itu pergi, begitupun dengan siluet hitam yang baru saja menyelamatkan Min Hyeok.

Min Hyeok tampak bertanya-tanya. Siapakah yang menggunakan senjata di Distrik 9. Selain perwira militer, tidak ada di sana yang memiliki senjata untuk menyerang dari jarak sejauh itu. Namun jikapun itu militer, Min Hyeok merasa tidak percaya jika orang misterius itu sudah menyelamatkannya.

"Siapa? Orang itu?" gumam Min Hyeok.

Pandangan Min Hyeok terjatuh pada senapan milik sang perwira militer yang terjatuh. Min Hyeok lantas mengambilnya dan berjalan pergi. Melanjutkan perjalanan yang tertunda tanpa ada perasaan khawatir, meski hatinya masih mempertanyakan tentang sosok yang menyerang perwira militer itu.

Setelah berjalan cukup jauh, langkah Min Hyeok kembali terhenti. Memutar kakinya hingga ia menemukan jalan yang biasanya ia lewati ketika ingin pergi ke Bukit Terlarang. Di malam hari jalanan itu gelap gulita ketika tak ada sinar rembulan. Min Hyeok berdiri di sana untuk beberapa waktu.

Hingga perlahan hawa dingin itu semakin kuat, membimbing pandangan Min Hyeok memandang langit gelap dan menemukan butiran salju yang kembali terjatuh. Min Hyeok membawa telapak tangan kirinya untuk menangkap butiran lembut yang terbang di udara itu.

"Apa yang kau lakukan sekarang. Aku ingin mengetahuinya," gumam Min Hyeok.

Tangannya tergenggam membawa seulas senyum tipis singgah di kedua sudut bibirnya. Satu helaan singkat lantas membimbing langkah Min Hyeok untuk kembali menyusuri jalan menuju rumah. Dan setelah melangkah tak begitu jauh, sebuah mobil datang dari arah berlawanan.

Dari dalam mobil yang berjalan pelan tersebut, seseorang memperhatikan Min Hyeok hingga keduanya saling berpapasan. Dan tepat setelah mereka berpapasan, Min Hyeok menghentikan langkahnya. Sejenak memperhatikan mobil yang menjauhinya tersebut.

Min Hyeok tampak bertanya-tanya karena tak banyak orang yang memiliki mobil di sana. Mungkin bisa dihitung menggunakan jari tangan karena kebanyakan yang memiliki mobil adalah orang-orang yang memiliki usaha atau bekerja di kantor Kepala Distrik. Namun mobil yang Min Hyeok lihat malam itu sangatlah asing. Min Hyeok yakin belum pernah melihat mobil itu sebelumnya.

Hawa dingin di sekitar Min Hyeok membuat pemuda itu memutuskan untuk segera pulang. Menepis semua pemikiran yang ia dapatkan malam itu dan segera melarikan diri dari hawa dingin yang semakin menyergapnya.

Min Hyeok lantas sampai di rumah. Namun bukan rumah miliknya sendiri. Sejak kecil Min Hyeok diasuh oleh orang tua Hyung Won sehingga ia tumbuh sebagai kakak dari pemuda itu. Keduanya memang saudara, ibu Hyung Won adalah adik dari ayah Min Hyeok yang sudah tewas saat gencatan senjata antara Korea Selatan dan Korea Utara berlangsung.

Setelah kematian sang ayah, Min Hyeok ditelantarkan oleh ibunya yang melarikan diri bersama pria lain untuk memulai kehidupan baru di Seoul. Dan sejak saat itulah Min Hyeok menjadi bagian keluarga dari keluarga Jang Hyun Jae. Dan karena telah tumbuh bersama sejak kecil, Min Hyeok sangat menyayangi Hyung Won. Min Hyeok bahkan tidak akan berbicara kasar terhadap pemuda itu.

"Aku pulang," ucap Min Hyeok dengan suara yang sengaja dipelankan. Tak ingin membangunkan siapapun meski hanya ada Hyung Won dan ibu pemuda itu di rumah.

Min Hyeok bergegas ke kamar yang ia tempati bersama Hyung Won. Dan ketika memasuki kamar, saat itu Hyung Won masih terjaga dan tampak membaca buku di atas ranjang.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Min Hyeok ketika memasuki ruangan itu dan kembali menutup pintu dari dalam.

Tatapan menyelidik milik Hyung Won mengikuti pergerakan Min Hyeok ketika melihat sang kakak datang membawa benda asing. Hyung Won lantas menaruh bukunya dan fokus pada Min Hyeok.

"Dari mana kak Han mendapatkan benda itu."

Setelah melepas pakaian luarnya, Min Hyeok mendekat sembari membawa senapan yang ia ia bawa pulang.

"Seorang perwira militer meninggalkannya, jadi aku membawanya pulang."

Min Hyeok memperhatikan setiap detail dari senapan itu dan mengarahkan ujung senapan ke arah Hyung Won, bersiap dalam posisi menembak. Namun setelahnya ia segera menurunkan senapan itu.

"Bukankah aku terlihat keren saat membawa ini?" diakhiri oleh seulas senyum lebar.

"Akan menjadi masalah jika ayahku melihatnya."

"Kalau begitu jangan biarkan dia melihatnya," sahut Min Hyeok dengan santai.

Min Hyeok mendekat ke ranjangnya sendiri dan menyimpan senapan tersebut di balik ranjangnya.

Min Hyeok berucap, "jika aku meninggalkannya begitu saja, orang lain pasti akan mengambilnya. Bukankah lebih berbahaya jika orang lain yang mengambilnya?"

Min Hyeok kembali memandang Hyung Won, namun Hyung Won masih seperti biasa. Tak menunjukkan reaksi yang berarti. Bahkan tak ada garis senyum di wajah pucat pemuda itu.

Min Hyeok tiba-tiba teringat sesuatu, "ah! Aku baru ingat, ada yang ingin aku tanyakan padamu."

"Tentang apa?"

Min Hyeok berucap penuh pertimbangan, "mungkinkah ada orang baru yang pindah kemari hari ini?"

"Tidak ada. Kenapa Kakak menanyakan hal itu?"

"Tidak ... tadi aku melihat ada mobil asing, aku pikir ada orang baru yang pindah kemari. Bagaimana dengan seseorang yang baru saja membeli mobil?"

Hyung Won menggeleng. "Tidak banyak orang yang mampu membeli mobil di sini. Mungkin yang Kakak lihat hanyalah pengunjung."

"Benar, sepertinya benar begitu."

Min Hyeok kemudian naik ke ranjangnya sendiri dan berbaring. Berbeda dengan ucapannya yang terdengar begitu mudah. Saat ini pikirannya kembali tertuju pada sosok asing yang menyerang perwira militer beberapa waktu yang lalu. Sedangkan Hyung Won kembali membaca buku.

"Akan sangat mengejutkan jika itu adalah dirimu."

Min Hyeok tanpa sadar menggumamkan apa yang berada dalam pikirannya saat ini dan tentunya hal itu berhasil menarik perhatian Hyung Won.

Hyung Won kemudian menegur, "siapa yang Kakak bicarakan?"

Batin Min Hyeok tersentak. Ia langsung memandang Hyung Won dengan tatapan tertegun.

Min Hyeok lantas menyahut, "apa aku bicara sesuatu?"

Hyung Won tak langsung menjawab, sempat terdiam selama beberapa detik sebelum bersikap acuh.

"Tidak. Tidurlah, ini sudah malam."

Hyung Won kembali membaca buku, sementara Min Hyeok berbaring membelakangi Hyung Won. Melipat satu tangannya di bawah kepala, Min Hyeok belum ingin menyerah dengan pemikirannya.

Meski kemungkinannya sangat sedikit atau bahkan tidak mungkin. Min Hyeok berharap bahwa sosok misterius yang ia lihat malam itu adalah Hwang Kihyeon. Antara percaya atau tidak percaya, Min Hyeok sendiripun meragukan bahwa Kihyeon bisa menggunakan senapan dan melukai perwira militer.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro