Chapter 02
Sore itu Kihyeon berada di pintu masuk stasiun kereta api, menunggu rekan-rekannya untuk pulang bersama. Namun saat itu pandangan Kihyeon mengenali seorang gadis yang juga bersekolah di SMA Saebom.
Kim Seo Hye, putri dari salah satu petinggi Distrik 9. Sempat memandang ke ujung jalan yang sebelumnya ia lewati, Kihyeon lantas memutuskan untuk meninggalkan rekan-rekannya yang belum menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan datang.
Memasuki gerbong kereta api, Kihyeon mencari sosok Seo Hye. Dan ternyata gadis itu berada di ujung gerbong dalam posisi berdiri karena gerbong sudah penuh.
Seseorang meninggalkan tempat duduknya dan meninggalkan gerbong. Kihyeon yang melihat hal itu lantas menempati tempat yang baru saja ditinggalkan. Dari tempatnya, Kihyeon memperhatikan Seo Hye. Namun hanya dengan melihat tingkah pemuda itu, semua orang sudah tahu bahwa Kihyeon menaruh perhatian lebih terhadap Seo Hye. Tapi karena Kihyeon terkenal sopan dan sedikit malu-malu terhadap lawan jenis, yang pemuda itu lakukan hanyalah memperhatikan Seo Hye dari jauh. Meski pada kenyataannya rumah keduanya berdekatan.
Seulas senyum tipis terlihat di wajah Kihyeon ketika ia memperhatikan Seo Hye. Namun garis senyum di wajah Kihyeon dengan cepat memudar ketika ia melihat wajah Seo Hye yang terlihat terganggu. Kihyeon mengalihkan perhatiannya pada para pelajar dari SMA lain yang berada di dekat Seo Hye dan tengah mengganggu gadis itu.
Rahang Kihyeon mengeras. Pemuda itu berinisiatif untuk menghampiri Seo Hye, namun sebelum itu terjadi, Seo Hye justru mengambil langkah lebih dulu. Dengan wajah yang kesal, gadis itu meninggalkan gerbong dan sempat bertemu pandang dengan Kihyeon sebelum turun.
Kihyeon menghela napas berat sebelum turut meninggalkan gerbong dan mengikuti Seo Hye yang meninggalkan stasiun.
"Mau pergi ke mana dia?" gumam Kihyeon.
Tak berniat untuk menegur, Kihyeon justru mengikuti Seo Hye secara diam-diam. Sementara itu rekan-rekannya Kihyeon baru saja sampai di stasiun dan mereka berselisih jalan dengan Kihyeon. Namun saat itu Chang Kyun melihat sosok Kihyeon dan juga Seo Hye. Tak ingin menjadi pengganggu, Chang Kyun tetap diam dan mengajak rekan-rekannya meninggalkan Kihyeon.
Seo Hye yang terlanjur kesal lantas memilih untuk pulang menggunakan jalan pintas, meski itu masih sangat jauh. Berjalan di antara bangunan rumah para penduduk, gadis itu belum sadar jika Kihyeon berjalan beberapa meter di belakangnya.
Namun setelah berjalan cukup jauh, Seo Hye dikejutkan oleh seorang pria yang terlempar ke hadapannya dari arah samping. Gadis itu sontak menghentikan langkahnya dan tampak ketakutan ketika melihat seorang perwira militer datang menarik pria yang baru saja terjatuh itu. Kihyeon yang melihat hal itu pun turut menghentikan langkahnya.
Perwira itu menyadari keberadaan Seo Hye dan menegur, "Ya! Pelajar, kenapa kau ada di sini?"
Seo Hye melangkah mundur. Bukan lagi rahasia jika para perwira militer di sana sering melakukan kekerasan terhadap penduduk. Dan semua anak muda di sana tentunya sudah mendapatkan himbauan agar mereka menghindari para perwira itu.
Melihat Seo Hye hendak melarikan diri, perwira itu mendorong tubuh pria yang baru saja ia tangkap dan beralih menghampiri Seo Hye.
"Berhenti di sana."
Kihyeon segera bersembunyi, sementara Seo Hye berbalik dan langsung melarikan diri. Perwira itu tentu saja mengejar Seo Hye karena menganggap bahwa gadis itu terlihat sangat mencurigakan.
"Ya! Berhenti di sana!"
Seo Hye melewati tempat persembunyian Kihyeon, namun Kihyeon hanya memandang kepergian gadis itu. Kihyeon merapatkan diri pada tembok ketika perwira itu hampir melewati tempatnya. Dan ketika perwira itu melewati tempatnya, Kihyeon dengan cepat menyergap perwira itu dari belakang dan membuat perwira itu tumbang.
Seo Hye yang mendengar keributan di belakangnya lantas berhenti, tampak terkejut ketika menemukan Kiheon. Kihyeon pun buru-buru menghampiri Seo Hye sebelum perwira itu bangkit.
"Lari." Kihyeon meraih telapak tangan Seo Hye dan membawa gadis itu melarikan diri bersamanya.
Berlari cukup jauh, keduanya sampai di jalan utama yang cukup padat dengan aktivitas para penduduk. Kihyeon membawa Seo Hye memasuki bus kota dan keduanya duduk berdampingan dengan napas berat yang terdengar pendek dan sempat tersenggal.
Menyandarkan punggungnya, Kihyeon mengeluh sembari memandang langit-langit bus, "ah ... kenapa mereka bertindak anarkis seperti itu?"
Seo Hye menegur dengan wajah yang khawatir, "kau tidak apa-apa?"
Kihyeon segera memandang Seo Hye. Dan hal pertama yang ia lakukan adalah tersenyum lebar.
"Aku baik-baik saja. Apakah kau terluka?"
Seo Hye menggeleng. "Kenapa kau bisa ada di sana?"
Kihyeon tiba-tiba terlihat bingung. Haruskah ia mengaku bahwa dia telah menjadi penguntit.
Menggaruk tengkuknya, Kihyeon menjawab dengan canggung, "oh, aku kebetulan lewat sana."
"Bukankah sebelumnya kau berada di stasiun?"
"Ya?" Kihyeon kehilangan kata-kata untuk menjawab setelah ia terbukti telah menjadi penguntit.
Seo Hye kemudian menyahut, "bagaimanapun juga, terima kasih karena sudah menyelamatkan aku."
Kihyeon tersenyum canggung. "Lain kali jangan melewati tempat yang sepi, kita tidak tahu dengan apa yang ada di sana."
Seo Hye hanya mengangguk sebagau respon atas nasehat yang diberikan oleh Kihyeon.
Hari itu, Kihyeon pulang bersama Seo Hye. Dan ketika langit telah menggelap, mereka baru sampai di pemukiman tempat tinggal mereka. Tak banyak pembicaraan di antara mereka, keduanya masih terlihat malu-malu untuk mengakrabkan diri.
Melewati jalan menanjak menuju rumah mereka, Kihyeon memulai pembicaraan dengan suasana yang canggung.
"Apa kegiatanmu besok?"
"Tidak ada, mungkin hanya membantu ibu."
Kihyeon mengangguk dan berusaha untuk mempertahankan komunikasi di antara keduanya. Namun saat itu justru Seo Hye lah yang lebih dulu berbicara.
"Tadi siang, aku mendengarnya dari anak-anak lain."
"Tentang apa?"
"Kau dan teman-temanmu berkelahi lagi."
Kihyeon tersenyum canggung. "Itu tidak seperti yang kau dengar. Mereka pasti melebih-lebihkannya."
"Jangan melakukannya lagi. Paman Sejin pasti akan memarahimu jika sampai mendengar hal itu."
"Apakah ... kau sedang mengkhawatirkan aku?"
Seo Hye langsung memandang Kihyeon, namun segera berpaling dan terlihat salah tingkah.
Dengan gugup Seo Hye berucap, "siapapun yang mendengarnya pasti akan khawatir."
Seulas senyum tipis terlihat di wajah Kihyeon ketika ia tengah memperhatikan wajah Seo Hye yang tampak canggung.
"Sudah sampai. Masuklah," ucap Kihyeon begitu mereka sampai di depan pagar rumah Seo Hye.
"Terima kasih sudah mengantarku. Kau juga masuklah."
"Aku akan masuk setelah melihatmu masuk. Masuklah."
Seo Hye kemudian meninggalkan Kihyeon. Sempat berbalik ketika menyusuri halaman, Seo Hye mendapati Kihyeon melambaikan tangan padanya. Seo Hye tak membalas, namun ketika kembali membelakangi Kihyeon, seulas senyum mengembang di wajah gadis muda itu.
Kihyeon tersenyum lebar dan bergegas menuju rumahnya sendiri yang sudah berada di hadapannya. Namun saat memasuki halaman rumahnya, langkah Kihyeon terhenti bersamaan dengan seulas senyum di wajahnya yang memudar.
Di ambang pintu, Chang Kyun berdiri. Entah sejak kapan pemuda itu berada di sana. Namun tatapan Chang Kyun malam itu berhasil mengusik Kihyeon.
Kihyeon mendekati Chang Kyun dan menegur, "kenapa?"
Chang Kyun balik menegur, "kenapa Kak Hwang tersenyum seperti itu?"
"Kapan aku melakukannya?" acuh Kihyeon yang lantas melewati Chang Kyun.
Keduanya memasuki rumah dan memasuki dapur. Kihyeon mengambil segelas air putih, sementara Chang Kyun mengikuti di belakangnya.
Kihyeon memandang Chang Kyun dan menegur, "kenapa rumah sepi sekali? Ibu tidak ada di rumah?"
"Bibi mengatakan akan pergi ke kantor Kepala Distrik. Paman juga belum pulang."
"Kau sudah makan?"
Chang Kyun menggeleng. "Kak Kijeon mengirimkan surat untuk Kak Hwang."
"Benarkah? Di mana?"
"Aku menaruhnya di meja belajar."
"Tunggu sebentar, kita akan makan setelah aku selesai mandi."
Kihyeon kemudian meninggalkan Chang Kyun dan bergegas ke kamarnya untuk melihat surat yang dikirimkan oleh kakaknya.
Kihyeon memiliki seorang kakak laki-laki bernama Hwang Kijeon. Namun setelah lulus SMA, Kijeon meninggalkan Distrik 9 dan tinggal di Gwangju untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi di Universitas Nasional Cheonnam. Dan karena kesibukannya, Kijeon jarang mengunjungi keluarganya dan hanya beberapa kali mengirim surat dalam satu bulan.
Hwang Kijeon
Kakak Hwang Kihyeon
Keduanya memiliki perbedaan usia lima tahun.
Hwang Kijeon terdaftar sebagai ketua aktivis dari kelompok mahasiswa Gwangju yang menolak gerakan militer di Gwangju.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro