30. Bitter truth
Di apartemen Reyhani sore itu.
Harinya buruk sekali, terburuk. Setelah mengetahui kenyataan tentang keluarganya, dia pulang dan menemukan dua laki-laki yang paling dia sayang baku hantam. Ditambah lagi, foto-foto yang diberikan Tanan padanya.
Matanya tidak lepas dari foto-foto itu. Dia paham dan mengerti Radit memiliki hubungan dengan wanita-wanita lain dulu. Tapi tetap rasanya sakit sekali, melihat laki-laki yang dia cinta bermesraan seperti itu. Mereka bergenggaman tangan, makan siang atau malam dan tertawa, berdansa, berpelukan bahkan berciuman mesra. Seperti mereka sendiri beberapa waktu ini.
Ditambah lagi, wajah cantik itu ada disana. Pasien bunuh dirinya beberapa tahun lalu. Saat itu, dia bertanya-tanya apa yang terjadi pada wanita secantik ini. Kemudian tanpa bisa dia cegah, dia mulai membuat praduganya sendiri. Dan itu semua membuat dadanya sesak sekali.
"Han...itu foto-foto lama. Dengarkan aku Han."
Tangannya mengacungkan satu foto saat mereka berciuman. "Apa yang kamu sudah lakukan terhadap dia Dit?"
Susah payah Radit menelan salivanya. Tadi dia tiba di apartemen ini dan sudah menemukan Tanan yang duduk di sofa sambil memijit kepalanya dan melihat foto-foto itu. Dugaan Radit foto itu dikirim oleh Hari atas perintah mamanya. Untuk menghancurkan hubungan mereka. Ya Tuhan, kenapa harus sejauh ini.
"Dia adalah mantan tunangan saya. Namanya..."
"Stephanie Dirga."
"Kamu tahu?"
"Ingatan saya akan wajah orang kuat sekali, sayangnya begitu. Dia berusaha bunuh diri dengan cara memotong arterinya. Dia sangat putus asa ketika itu. Sampai-sampai keluarganya menyewa psikiater handal untuk menangani depresinya. Saya, adalah tim dokter yang berusaha menyelamatkannya." Suara Hani bergetar saja. Air matanya jatuh lagi.
"Han, saya bisa jelaskan..."
"Dokter Zainal bilang pada saya, bahwa Stephanie mencoba bunuh diri karena ditinggal pergi oleh tunangannya. Dia jadi menggila." Tubuh Hani berjalan ke arah meja makan dan meletakkan foto-foto itu disana.
Hani sudah terisak lagi sambil menutupi kedua wajahnya. Sungguh semuanya terlalu banyak dalam satu hari yang sama. Dia benar-benar sedih, marah, kecewa, bingung dan kalut sekali.
"Kenapa kamu jahat sekali Dit?"
Radit menghirup nafas panjang, dia juga mulai lelah menahan semua emosinya sendiri sedari tadi. Tentang penilaian buruk yang selalu disematkan pada dirinya, tentang tuduhan-tuduhan itu. Ya, dia memang memiliki beberapa wanita dulu. Tapi dia tidak pernah dengan sengaja menyakiti wanita-wanita itu. Apalagi Stephanie, atau Hani sekarang.
"Dulu...saya mencintai Stephanie Dirga. Saya bahkan melamarnya. Rencana saya akan mengumumkan hubungan saya pada pihak keluarga adalah ketika saya pulang dari dinas panjang saya." Radit diam sejenak, tubuhnya juga sudah duduk di kursi meja makan dihadapan Hani.
"Lalu, saya tahu jika Stephanie hanya mempermainkan saya. Dia tidur dengan laki-laki lain." Radit tersenyum miris. "Saya dijadikan bahan taruhan oleh teman-teman sosialitanya. Kamu tahu berapa taruhan atas saya?" Dahinya mengernyit nyeri. "Seratus juta. Itu harga saya di mata dia."
"Kemudian saya sakit hati sekali, lalu saya mulai bertemu dengan wanita-wanita lain. Hubungan saya dengan dua lainnya benar-benar tanpa perasaan apapun. Hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar saya saja. Mereka pun begitu. Wanita-wanita dari kalangan saya, memang cenderung lebih bebas."
"Saya bukan laki-laki bersih seperti Tanandra. Tapi kamu...membuat saya mau menunggu, membuat saya nyaman, menghapus semua luka saya, membuat saya merasa menjadi orang yang lebih baik, membuat saya yakin bahwa saya mau menghabiskan sisa waktu saya dengan kamu."
Mereka bertatapan dalam. Tangis Hani sudah berhenti, dia sedang berusaha mencerna segalanya, sementara Radit hanya menatapnya saja. Seolah berusaha berkata, bahwa kali ini dia benar-benar sudah jatuh cinta dan hanya ada Reyhani saja dalam hidupnya.
"Cepat atau lambat kamu akan tahu masa lalu saya. Saya, tidak akan minta maaf kali ini Han. Karena saya tidak pernah menduakan kamu. Karena apa yang saya selalu katakan ke kamu adalah apa yang saya rasa, saya tidak berbohong. Apa yang sudah terjadi, tidak bisa saya hapus lagi. Jadi, saya menyerahkan segalanya ke kamu sekarang. Apa kamu ingin membiarkan orang yang ingin memisahkan kita menang? Atau kita bisa buktikan pada siapapun dia, bahwa dia berurusan dengan pasangan yang salah."
"Aku sedang tidak bisa berpikir sekarang. Aku...kecewa dengan segala yang aku tahu hari ini. Aku bingung Dit. Jelas-jelas keluargamu tidak akan setuju dengan kita. Lalu ada orang lain lagi yang juga berusaha memisahkan kita. Atau mungkin ini ulah keluargamu juga? Aku tidak mau berburuk sangka pada keluargamu Dit." Dia menarik nafas panjang. "Ini akan sulit sekali Dit. Kamu akan terluka nanti."
Radit tersenyum miris. "Aku punya kamu Han. Itu saja sudah cukup."
Air matanya bergulir lagi. Dia menatap laki-laki dihadapannya itu. Bagaimana dia akan mengatasi semua ini? Bagaimana? Dia sendiri tidak yakin atas kesanggupan dirinya sendiri. Tapi entah kenapa dia percaya, bahwa Radit benar-benar mencintainya. Dan dia...juga sangat mencintai laki-laki ini.
'Ya Tuhan, kenapa ini rumit sekali.'
Dua tangan Radit menangkup tangannya yang dingin diatas meja.
"God, I love you...only you. Harus berapa kali saya bilang Han."
"Aku ingin sendiri dulu Dit. Untuk mencerna semuanya."
"Kamu paling tahu aku tidak bisa bertengkar lama-lama denganmu Han. Sudah pasti aku tidak akan bisa beristirahat."
Mata sedih Hani menatap Radit. Dia menggenggam erat tangan laki-laki itu sesaat. "Maaf Dit, tapi beri aku waktu."
Lalu ekspresi Radit berubah sedih sekali. "Oke." Radit melepaskan genggaman tangannya kemudian beranjak berdiri. "Aku pamit Han. Kamu selalu tahu dimana kamu bisa menemukanku. I love you."
Sebelum pergi, Radit mencium puncak kepala Hani sayang. Kemudian pintu apartemen itu tertutup saja.
***
Asha membantu Hani membereskan apartemennya. Tadi dia sudah memperingati Tanan agar tidak terlalu memaksa Hani untuk bercerita. Dan saat ini Tanan dan Hani sudah berada di ruang kerja.
Di dalam ruang kerja.
"Are you okey?" Mereka berdiri berhadapan. Pintu ruang kerja terbuka.
"Esa, kamu kebangetan."
"Iya memang Han, tadi aku sudah jewer kupingnya dibawah." Asha menyahut dari luar ruangan.
"Sayang, aku bicara dengan Hani dulu oke." Tanan menutup pintu itu perlahan. Dia sudah berbalik menatap Hani. "Ada apa Han? Apa Radit menyakitimu?"
Hani diam sesaat, paham benar segala yang dia rasa harus dia lampiaskan. Matanya sudah berkaca-kaca lagi. Oh, dia benci sekali dirinya yang cengeng begini. Sedetik kemudian, tangan Tanan sudah merengkuhnya kuat. Laki-laki itu memeluknya lembut dan dia sudah menangis terisak lagi.
"Radit nggak akan lolos dari ini."
"Sa...sudah dong. Kenapa jadi Radit terus sih?" Hani mengeratkan pelukannya, dia sangat membutuhkan keberadaan Tanan saat ini.
"Ya habis siapa lagi?"
"Esa...aku bertemu dengan kakek-ku Sa. Aku bertemu dengannya dan dia menceritakan apa yang terjadi dulu."
Tubuh Tanan menegang karena terkejut. "Kapan? Dimana?"
Hani melepaskan pelukannya. Dia sibuk mengusap pergi air mata dengan tisu yang ada di meja. Lalu dia menceritakan pertemuannya itu dan tentang kenyataan yang dibawa oleh kakeknya tadi pada Tanan.
Tanan berdiri terpaku, dia tidak pernah menyangka bahwa Jennifer Straussman adalah anak dari Robert Straussman. Reyhani adalah cucu dari Robert, si pemilik perusahaan teknologi besar yang berpusat di London. Ya, sedikitnya Tanan tahu karena dulu dia pernah melakukan proses audit di perusahaan itu.
Adik tirinya itu juga menceritakan isi surat mamanya dan juga tentang kecelakaan yang merenggut nyawa mama Hani dan ayahnya dulu. Hani juga menyerahkan surat Jennifer padanya. Tanan sudah duduk di kursi dan membaca surat itu. Juga melihat foto-fotonya. Dia tertegun melihat ekspresi wajah ayahnya. Laki-laki yang dia hormati itu sungguh terlihat bahagia. Awalnya Tanan berpikir ayah mengkhianati mama karena ingin mengejar harta dari Jennifer. Tapi, foto ini berkata lain. Kehidupan mama Hani dan ayahnya sederhana sekali. Terlihat dari rumah tinggal yang mereka tempati. Bahkan rumah yang dia berikan pada mamanya sendiri tampak lebih baik dari ini. Dia masih marah, masih kecewa, tapi perlahan dia bisa mengerti.
"Sa...kok kamu diem aja." Tubuh Hani bersandar pada meja kerja.
"Aku selalu berpikir buruk tentang ayahku."
Hani mendengkus pendek. "Perselingkuhan adalah sesuatu yang tidak dibenarkan, apapun alasannya Sa. Wajar kalau kamu berpikir buruk. Aku pun begitu."
"Tapi lihat Han, mereka benar-benar seperti saling mencintai. Dan mereka juga menyayangi kamu, sebelum kamu dititipkan pada Desy."
"Ya, sayangnya aku setuju juga soal itu Sa."
"Mungkin Mamaku ada benarnya Han."
"Soal apa?"
"Mungkin sudah saatnya kita maafkan saja mereka."
Gerakannya melambat. Kepalanya sedikit menunduk kebawah. Dia sudah membawa beban itu bersamanya bertahun-tahun lamanya. Segala kebencian, kemarahan, juga perasaan terbuang. Semua itu membuat dadanya sesak, kepercayaan dirinya hilang dan membuatnya menutup diri rapat-rapat.
"Hey Dok, tidak ada ruginya mencoba kan?" Asha sudah berdiri dipintu yang terbuka. "Ini saatnya kamu menerapkan filosofi baru yang lebih positif, yang dulu kamu selalu bilang ke saya saat Tanan koma."
"Gimana Han? Apa kamu bisa temani aku untuk memaafkan saja mereka dan memulai lagi dengan kenangan baru tentang keluarga kita?"
Nafasnya dia hirup panjang dua kali. "Ya, aku mau." Lalu wajahnya menatap Asha sesaat. "Sha, aku masih mau peluk Tanan. Boleh kan?"
Asha tertawa. "Boleh, asal jangan dibawa pulang."
Tanan sudah berdiri juga sambil tersenyum. Dia memeluk Hani erat. Ini awal baru untuk mereka. Kenangan dan praduga-praduga buruk yang ada, akan mereka ganti dengan yang baru.
"Soal Radit beda cerita ya." Ujar Tanan lagi.
"Ya Tuhan Saaa...kamu kenapa sih sama Radit?"
***
Malamnya di kediaman keluarga Tanubrata.
"Saya nggak pernah sangka Mama tega kirim foto-foto itu ke Hani." Tubuh Radit sudah berjalan mondar-mandir gelisah.
"Foto apa?"
"Jangan pura-pura tidak tahu Ma!"
Tangan Vena sudah berada dipundak adiknya itu. Berusaha menenangkan Radit yang gusar dan tampak murka. Tadi Radit sendiri yang memintanya datang karena adiknya bilang dia takut kelepasan. Vena segera tahu ada sesuatu yang terjadi dan membuat Radit marah sekali.
"Mama benar-benar tidak tahu."
"Luar biasa. Saya tidak menyangka Mama juga artis yang pandai."
"Radit!! Jaga bicaramu." Adinata yang baru saja tiba marah melihat itu semua.
"Ini faktanya Pa." Radit melempar foto-foto itu di meja. "Foto itu dikirim langsung ke apartemen tunangan saya. Yang jelas-jelas saya tahu Mama tidak suka. Walaupun saya tidak mengerti alasannya. Kenapa pikiran Mama picik sekali?"
"Bagaimana Mama bisa setuju Dit. Reyhani adalah anak kotor hasil perselingkuhan." Erika tersengal sama emosinya. Tubuh langsingnya itu sudah berdiri saja. "Apa kurangnya Stephanie Dirga? Wanita itu mencintaimu Dit. Dan Mama baru tahu dulu kamu pernah menjalin hubungan dengannya."
"Cukup!! Kalian ingin tahu kenapa saya berpisah dengan Stefi. Dia mengambil satu amplop lagi yang tadi dia letakkan di buffet TV. "Ini. Lihat sendiri siapa sebenarnya Stephanie Dirga."
Ekspresi Erika terkejut sekali melihat foto-foto itu. Stephanie yang sedang bersama beberapa lelaki. Ada juga foto yang menunjukkan mereka masuk ke dalam kamar hotel. Wajah Vena juga sama kagetnya.
"Di belakang saya, ini yang Stephanie lakukan Ma. Perempuan yang Mama banggakan itu tidur dengan laki-laki lain padahal saya sudah melamarnya. Oh, jangan lupa soal taruhan. Stefi bertaruh dengan teman-teman sosialitanya seratus juta, untuk bermain dengan saya."
Tubuh Erika duduk di sofa, wajahnya pucat sekali. Adinata juga sudah mendekat melihat foto-foto itu di meja.
"Lalu, apa yang Reyhani lakukan di belakang saya? Saya yakin Mama sudah tahu karena Mama pasang Hari untuk mengikuti dia kan? Apa Reyhani juga tidur dengan laki-laki lain Ma?"
"Stop..."
"Dia menyelamatkan nyawa. Wanita hebat yang saya cinta menyelamatkan nyawa orang. Dan apa Mama bahkan tahu? Bahwa saat dulu Stephanie bunuh diri, Reyhani adalah dokter yang mengoperasi dan menyelamatkan nyawanya. Silahkan cek ke Hari Ma. Selama ini Mama lebih percaya Hari daripada saya."
Sebelum meninggalkan tempat itu, Radit berujar lagi. "Dengan atau tanpa restu kalian. Saya tetap akan menikahi Reyhani. Silahkan saja coret saya dari daftar keluarga dan serahkan semua ke Vena. Saya yakin Vena dan Theo bisa menggantikan saya."
"Dit..." Vena sudah berusaha mengejar Radit yang sudah pergi.
***
Haduh, aku juga menulisnya penuh dengan esmosi ini. Esmosi sama Erika Tanubrata. Kalau kalian berfikir ini sudah selesai...tidak semudah itu Ferguso #kedipsatumata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro