Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Just do it

Tubuhnya lelah sekali, tapi dia menolak untuk beristirahat terlebih dahulu. Kadar rindunya sudah melewati batas sehingga memberinya kekuatan untuk tetap sadar dan melangkah naik ke atas apartemen gadisnya itu. Dia harus bertemu Reyhani, harus.

"Radit?" Hani membuka pintu dengan wajah terkejut.

Radit melangkah masuk lalu langsung memeluk Hani. "Oh God, I miss you."

"Ini jam lima pagi di hari kerja. Kamu baru landing?" Tubuh Hani berusaha menahan berat badan Radit yang sudah pasrah bertumpu kepadanya.

"Jangan marah-marah dulu. Aku benar-benar rindu." Pelukan Radit makin erat.

"Ya Tuhan Dit. Bukannya kamu baru pulang dari US?" Tubuh Hani sedikit terhuyung kebelakang. Hani memutuskan untuk berjalan mundur perlahan sambil Radit tetap memeluknya.

Tubuh mereka sampai di dalam kamar Hani, tempat tidur tepatnya. Lalu mereka jatuh saja ke atas tempat tidur itu dengan Radit masih berada di atas tubuh Hani.

"Wow, kemajuan. Kamu ajak saya ke tempat tidur?" Radit terkekeh konyol sambil menatap Hani.

"Jangan GR. Aku yakin kamu sebentar lagi tidur dan aku nggak kuat angkat kamu dari sofa."

"Do you miss me?" Satu tangan Radit menyentuh bingkai wajah Hani, sementara tangan lainnya menopang tubuhnya yang berada diatas.

"Nope."

"Do you love me?"

"Nope."

"Do you have other answer then No?"

"Yes."

"What is it?"

"Maybe?" Hani tersenyum tipis.

"I like a 'yes' answer."

"Not yet."

"Can I kiss you?"

"You did already."

"I mean a kiss in your lips. Can I do it?"

Mata Hani menatap Radit dalam. Dia merindukan laki-laki ini, sangat. Sampai terkadang rasanya sedikit sesak. Dia juga merasa bersalah karena mengabaikan telpon Radit beberapa kali dengan sengaja selama laki-lakinya itu pergi dinas. Kemudian dia mengira Radit tadi akan marah karena hal itu. Tapi laki-lakinya itu tidak marah. SIkapnya manis sekali, itu membuatnya merasa bersalah.

"I will be NIKE."

"What?"

"Just do it."

Hani terkekeh geli. "Rad..." Sebelum sempat protes Radit sudah membungkam bibirnya saja.

Ini kali pertama untuk Hani. Ya maksudnya dia pernah dicium oleh teman laki-lakinya dulu. Tapi bukan karena dia mau atau suka. Temannya itu hanya usil saja. Jadi ini, rasanya berbeda. Ciuman Radit awalnya tergesa, namun berubah menjadi panjang dan lembut sekali. Membuat dadanya bising dan perutnya terasa geli. Kemudian lidah laki-laki itu menelusup saja. Membuka bibir Hani dan bertemu dengan lidahnya sendiri.

Desahan itu muncul tanpa dia bisa kendalikan. Lalu Radit mengerang perlahan. Tangan laki-laki itu sudah merayap dari leher turun perlahan ke pinggangnya. Baju tidur satinnya bergesekan dengan tangan Radit yang mulai menjelajah saja. Radit masih belum mau meninggalkan bibirnya. Mencecap dan merasakan setiap inchi. Lalu Radit berhenti sambil menghela nafas panjang.

"Dulu, cara saya bilang cinta adalah dengan merasakan semuanya." Radit berusaha memperhalus bahasanya. Matanya menatap Hani dalam.

"Sekarang, saya akan menjaga sampai saatnya tiba. Saya cinta kamu Reyhani, menikahlah dengan saya."

Senyum itu terbit begitu saja, dadanya menghangat. Sejenak dia lupa dengan segala keraguannya. Hanya laki-laki ini yang bisa membuatnya merasakan itu semua. Mata Radit menunjukkan apa yang dia rasa. Lalu...bagaimana dia akan menjawabnya?

"Kamu terlalu lelah dan jadi melantur. Istirahat dulu, oke. Aku buatkan teh. Setelah bangun kita bicara."

"Asal kamu berjanji akan menjawab pertanyaan saya, saya bersedia menunggu."

Bibir Hani mendarat singkat di pipi Radit. Tubuh Radit sudah berguling ke samping lalu dia mengerang lagi.

"Haan...beneran nggak boleh ya? Aku pingin banget niih." Wajah konyol Radit sudah disana, sementara tangannya meraih tubuh Hani lagi kembali ke tempat tidur.

"Anak bandel." Kikik Hani geli.

"Ayoolah...satu kaliii aja." Radit memeluk Hani dari belakang sambil mencium lehernya.

"Radiiit..." Akhirnya Hani bisa melepaskan diri sambil tertawa. Meninggalkan Radit yang masih bersetelan kemeja tanpa jas dan dasi di tempat tidurnya. Laki-laki favoritnya itu bahkan masih bersepatu. Wajah lelahnya tersenyum menatap Hani yang berjalan ke luar kamar.

"Aku buatin Green tea ya." Dia berseru dari dapur. "Lepas sepatu kamu Dit, jangan dibawa naik ke kasur. Nanti kotor." Tangannya sudah dengan terampil meracik teh hangat itu.

Setelah selesai dia masuk kembali ke dalam kamar dan menemukan laki-lakinya itu sudah tertidur pulas. Dia meletakkan cangkir teh di meja nakas kemudian berjalan untuk melepas sepatu dan kaus kaki Radit. Tubuhnya sudah duduk di pinggir kasur menatap laki-laki yang dia cinta tidur pulas di atas tempat tidurnya.

Dia cinta, jatuh cinta. Sekalipun tidak pernah mengucapkannya. Wajah Radit kekanakkan sekali ketika tidur begini. Itu membuat senyumnya terkembang.

***

Tepat pukul sepuluh ketika dia tiba di rumah sakit. Kemarin dia memang sedang off, jadi dia tidak punya alasan untuk tidak praktek hari ini. Sekalipun berat meninggalkan Radit yang masih berada di apartemennya, tidur. Dia sudah meninggalkan pesan pada secarik kertas, berjanji dia akan pulang siang nanti.

"Pagi Dok." Sapa salah satu suster jaga.

"Farhan sudah sampai belum?"

"Sudah Dok. Di atas kayaknya."

"Oke."

Hani melangkah menuju ruang kerja kecilnya. Ya, dia memiliki ruangan bersama Farhan dan satu dokter lainnya. Tiba di meja dia duduk dan menyalakan komputernya. Praktek masih akan dimulai satu jam lagi dan tidak ada jadwal operasi. Pada layar itu terpampang google website. Oke, setelah membaca surat dari mamanya dia memang belum memutuskan untuk mencari tahu tentang siapa keluarganya. Tapi sekarang dia terusik lagi, kemudian memutuskan saja setelah menarik nafas dalam dan panjang.

Tangannya mulai mengetikkan sesuatu di layar. John Robert Straussman, search. Lalu keluar beberapa pilihan. Dia mengganti key word pencariannya. Menambahkan Indonesia setelah nama kakeknya itu. Kemudian, terpampang disana wajah seorang laki-laki yang masih terlihat gagah sekalipun sudah tidak muda. Matanya membaca informasi itu dengan seksama.

John Robert Straussman. Pengusaha asal Inggris pemilik perusahaan teknologi Global Trias Technology (GT Techno). Perusahaannya termasuk lima besar dalam industry teknologi di Inggris, diperkuat dengan ekspansinya ke negara Asia. Menikah dengan Winda Hadijaya sehingga membuat bisnisnya bertambah besar di Indonesia. Mampu bersaing dengan satu-satunya perusahaan lokal yang bergerak dibidang yang sama, Innovation Digital Technology (ID Tech) milik keluarga Daud.

Lalu di mengklik tautan pada tulisan GT Techno. Muncul lagi informasi yang lain.

Global Trias Technology (GT Techno), berdiri tahun 1980. Pendirinya adalah Sir Arnaud Straussman. Memiliki berbagai cabang usaha yang berkaitan dengan pengembangan teknologi. Berkantor pusat di London dan memiliki kantor cabang di Indonesia. CEO GT Techno menjabat, Adrian Straussman.

Dahi Hani mengernyit. Apa-apaan ini. Apakah kakeknya dengan sengaja menjadi donatur rumah sakit tempatnya bekerja? Apakah selama ini Robert tahu tentang keberadaannya? Kenapa laki-laki itu tidak pernah muncul untuk menemuinya? Kenapa dia diabaikan? Apa mungkin kakeknya membencinya? Tapi kenapa dia mengirim Adrian untuk memberikan bantuan itu? Adrian bahkan merayunya.

Gila. Pantas saja mama pergi meninggalkan semua yang dia miliki. Kakeknya benar-benar aneh, juga Adrian. Harusnya Adrian sepupunya kan? Apa motif Adrian mendekatinya? Hani hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Dok." Sudah ada Farhan disebelahnya.

"Ya." Mata Hani masih tidak meninggalkan layar komputer.

"Serius amat sih? Lagi browsing apa?"

Hani langsung menutup layar pencariannya. "Nggak. Ada apa?"

"Dipanggil dokter Pambudi."

"Oke." Hani sudah berdiri dan berjalan dengan Farhan. Belum sampai ke ruangan Dokter senior itu, mereka sudah bertemu dengan sosoknya di selasar.

"Han, ikut saya. Saya jelaskan sambil jalan."

"Ini Farhan atau Hani Dok?" Ujar Farhan.

Pambudi tersenyum saja. "Reyhani. Kamu silahkan lanjutkan yang lain Farhan."

Farhan berlalu meninggalkan dua dokter itu.

"Ada pasien Super VVIP. Serangan jantung dan sudah tiba sejak kemarin."

"Super VVIP? Wow."

"Ya, benar-benar penting. Karena dia donatur besar rumah sakit ini. Jadi, tidak boleh ada kesalahan. Semua harus sempurna dan kita harus memastikan dia akan hidup dan sehat-sehat saja."

"Hubungannya dengan saya?"

"Saya ingin kamu ikut memeriksa dia. Kasusnya jantung koroner. Sepertinya gaya hidup yang kurang sehat karena hobinya bekerja."

"Tapi kita punya ahli jantung Dok."

Pambudi berhenti melangkah sejenak. "Han, kalau ada dokter muda yang sangat saya percaya dengan keahliannya, hanya satu nama yang ada di kepala saya. Reyhani. Lagian jika kita memang harus pasang ring, itu juga jadi urusan kita Han."

"Okey. Usianya Dok?"

"70 tahun tapi masih terlihat lebih muda. Dia pasien asing, jadi itu juga yang membuat saya berpikir kamu mungkin cocok dengan dia."

Langkah Hani melambat. "Namanya Dok?" Dadanya berdebar keras.

"Robert Straussman. John Robert Straussman."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro