Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Blessing

Wajah Farhan mengernyit heran. Dia sedang berjalan disebelah Hani di koridor rumah sakit. Bagaimana tidak heran, Reyhani bersenandung gembira. Selama dia mengenal Hani, tidak pernah wanita ini terlihat begitu bahagia seperti sekarang. Biasanya tatapan matanya tegas dan bicaranya efisien sekali. Ya Hani juga bisa bercanda, tapi tidak bersenandung begini.

"Ini karena Adrian ya?"

"Maksudnya?" Hani menoleh ke arahnya.

"Kamu senang banget begitu. Kamu pacaran sama Adrian?"

Hani tertawa. "Nggak lah."

"Okey. Jadi siapa?"

"Kamu jadi operasi amandel pasien kamar 215 sore ini?" Tanya Hani.

"Han, jangan mengalihkan pembicaraan." Ujar Farhan kesal.

Tubuhnya berjalan mundur ke belakang sambil masih tersenyum saja. Pengeras suara di rumah sakit sudah berbunyi.

'Dokter Farhan, RO 2. Dokter Farhan RO 2.'

"Kamu menyebalkan, aku tanya lagi nanti." Farhan tersenyum lalu berjalan meninggalkan Hani.

Langkahnya memang lebih ringan, senyumnya memang lebih lebar, ya dia bahagia. Paham dengan apa yang dia rasa, dan saat ini dia sedang tidak mau memikirkan tentang semua keraguannya. Dia tidak ragu dengan Radit, tidak lagi. Harusnya itu cukup kan? Ponselnya berbunyi.

"Sayang, aku dibawah."

Hani melihat jam di pergelangan tangannya. "Dit, ini masih siang."

"Ayok, makan siang. Aku tunggu dibawah."

"Oke." Lalu senyumnya itu merekah lagi.

***

Sikap dingin Radit pada Stephanie makin membuat Erika gelisah. Kurang apa Stefi? Cantik, terpelajar, datang dari keluarga Wiratmaja yang terpandang. Dia juga paham benar apa arti tatapan mata Stephanie pada Radit anaknya. Perempuan itu mencintai Radit. Lihat ketika dia menelpon, Stephanie langsung setuju saja untuk menemuinya, untuk menemui Radit. Tapi anaknya sendiri tidak bergeming.

Tatapan Radit dingin, terlalu dingin. Bahkan sedikit muak. Padahal dulu ketika Radit dia pertemukan dengan Sharon, ekspresi anaknya tidak sedingin itu. Helaan nafasnya lolos begitu saja. Sebenarnya dia tidak ingin seperti ini, tapi jika ini satu-satunya cara untuk menjauhkan Radit dari Reyhani maka dia akan lakukan. Dia akan lakukan apa saja.

"Har."

"Ya Bu."

"Cari tahu tentang Reyhani. Saya mau tahu segalanya. Secepatnya Har."

"Baik Bu."

***

Fokus Radit sedang berada pada angka-angka didepan matanya. Dia meneliti proyek yang sedang berjalan saat ini. Kerjasama antara pemerintahnya sendiri, Adikinarya, GT Techno dan ID Tech. Proyek ini adalah proyek chip pintar yang akan diaplikasikan diseluruh fasilitas pemerintah secara bertahap. Tahap percobaan awal dengan project scope yang masih tergolong kecil. Chip-chip ini akan dipasang pada container-container export import untuk mendeteksi dini penggelapan atau penyelundupan. Jadi kerja sama awal adalah dengan kementrian perdagangan. Jika berhasil, maka akan beralih pada lini pemerintah yang lain.

Peran Adikinarya adalah sebagai penyedia selongsong tempat chip itu akan diletakkan, sementara GT Techno dan ID Tech akan memproduksi chip-chip itu dalam jumlah besar. Perusahaannya terpilih karena bisa menyediakan selongsong dengan bahan ramah lingkungan, kuat dan juga dengan harga yang masuk akal. Ditambah lagi, perusahaannya ini perusahaan dalam negeri dan hubungan baik ayahnya dengan Bayu Tielman juga sangat membantu. Jadi proyek ini tidak sekecil yang tadinya dia duga. Ya karena itu berarti perusahaannya harus memproduksi sejumlah apa yang diproduksi GT Techno dan ID Tech. Tidak lama kemudian ayahnya masuk ke ruangan.

"Ada apa Yah?"

"Kamu sudah lihat laporan tentang chip pintar itu?" Ayahnya sudah duduk di sofa hingga Radit menyusul juga.

"Ya, sudah. Ini besar Yah."

"Dan akan menjadi tambah besar Dit."

"Ayah khawatir atas sesuatu?"

"Kapasitas."

"Apa aku sudah boleh tahu perkiraan rencana produksinya?"

"Ya ya. Ayah dengan resmi menyerahkan proyek ini ke kamu. Aldi akan memberikan semua data yang diperlukan."

"Jangan terlalu khawatir Yah. Harusnya semua bisa diatasi. Ada Rusman disisi kita. Kita selalu bisa meminta bantuan Theo, Ayah tahu itu."

Rusman Theo adalah kakak iparnya yang juga memiliki pabrik besar dengan industri yang serupa namun pasar yang berbeda.

"Bukan itu." Ayahnya diam sejenak. "Adrian Straussman."

Dahi Radit mengernyit. "Industrinya berbeda dengan kita."

"Ayah tetap lebih merasa nyaman bekerja bersama Rudi Dirga Wiratmaja dan Ibrahim Daud. Masuknya Straussman ke proyek ini aneh. Dia bahkan bisa menggeser Arya Dirga." Adinata menghela nafasnya. "Arya belum mau bercerita tentang kenapa proyek ini bisa lolos begitu saja dari tangannya. Kamu cari tahu Dit. Kamu dekat dengan Stephanie dulu kan?"

"Ayah, ayolah. Ayah mau seperti Mama yang jodoh-jodohkan aku juga?"

"Ayah selalu menghargai privasimu selama ini. Ayah bahkan tidak bercerita pada Mamamu tentang hubunganmu dengan Stephanie dulu. Kita laki-laki, Ayah paham benar itu. Tapi Ayah penasaran, kenapa dulu tidak berhasil? Ada apa sebenarnya?"

"Ya Tuhan Yah. Aku tidak suka bergunjing dan membicarakan hubungan pribadiku dengan siapapun."

"Radit, dulu kamu yakin benar akan menikahi wanita itu. Kenapa bisa tidak berhasil?'

"Apa Mama minta Ayah untuk bicara padaku?" Radit menatap tajam ayahnya. "Aku mencintai Reyhani Yah. Dia yang akan jadi istriku nanti."

"TIdak sebelum kami memberi restu." Tubuh ayahnya berdiri saja.

"Dengan atau tanpa restu, aku tetap akan menikahi dia Yah. Maaf." Radit juga sudah berdiri saja.

Ayahnya menatap Radit tajam. "Kamu tahu resikonya."

"Ya, aku paham sekali."

"Bagus." Adinata keluar dari ruangan anaknya.

***

Sedan gelap itu menembus keramaian Jakarta. Sudah jam tujuh dan dia lapar sekali. Semua yang terjadi di kantor hari ini benar-benar menyita waktunya dan membuatnya melewatkan makan siangnya tadi. Satu tangannya mengarahkan remote untuk menurunkan volume radio mobilnya. Tarwo menyetir didepan.

"Hai Han. Kemana malam ini?" Ponselnya sudah berada di telinga.

"Nggak kemana-mana. Kenapa memangnya?"

"Ooh...berarti kita jodoh."

Hani tertawa disana. Dia selalu suka tawa wanitanya itu. "Loh kok bisa jodoh?"

Radit tersenyum juga. "Soalnya, katanya jodoh tuh nggak kemana-mana."

Tawa Hani pecah lagi. Rasanya semua lelah dan penatnya hilang begitu saja. Membayangkan wajah cantik itu sedang tertawa.

"I have a little surprise."

"Apa?"

"Kalau aku kasih tahu namanya nggak surprise dong."

"Oh iya." Radit tersenyum lagi. "Aku belum pernah dapat surprise."

"Masa? I'm glad to know that I'm gonna be the first one to give it to you."

"Kamu akan jadi nomor satu untuk apapun. Karena yang lainnya sudah saya hapus. Hilang, bersih."

Hani diam disana. "Kamu pintar sekali merayu. Aku heran kenapa dulu Asha lebih pilih Tanan daripada kamu."

Kali ini Radit terkekeh saja. "God, kenapa kamu terus ungkit itu." Dia menghirup nafasnya. "Jadi, kapan aku bisa tahu kejutannya?"

"Sebentar lagi. Sudah dulu ya, aku sibuk. Daa."

Radit tersenyum saja. Hubungan disudahi. Dia tiba di apartemennya tepat pukul delapan. Lalu segera naik keatas karena lelah sekali. Sebenarnya dia rindu, dia ingin selalu dekat dengan Reyhani. Apalagi minggu lalu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama. Seperti dua orang normal yang tidak dikejar oleh tanggung jawab. Dia benar-benar menikmati itu.

Memasak, makan bersama atau duduk berangkulan sambil menonton TV. Bahagia itu sederhana, dia baru paham makna kalimat itu ketika bersama Reyhani. Kemudian dia memutuskan untuk video call dengan Hani ketika dia sudah selesai membersihkan diri nanti. Tangannya memutar handle pintu setelah memijit passcode pintu apartemennya. Lalu, dia langsung tahu apa kejutan dari wanitanya itu.

"Surprise." Reyhani tersenyum dari balik meja granit dapur.

Jas dokter dan tasnya diletakkan di sofa. Wanitanya itu baru saja melepaskan apron untuk memasak lalu berjalan ke arahnya. Radit diam, terkesima. Perasaannya menghangat dengan cepat. Apa ini rasanya memilki pasangan yang setia? Atau istri nanti? Pulang dengan segala penat dan lelah lalu disambut dengan harum masakan serta wajah cantik calon istrinya itu yang sama lelahnya namun masih bisa tersenyum untuknya. Untuk Radit...ini sempurna.

Jadi tangannya sudah merentang lebar selebar senyumnya. Dia berjalan ke arah wanitanya. Dia merengkuh Hani dalam pelukan lama-lama. Ini kejutan terbaik dari yang paling baik. Lalu dia berbisik sambil masih tersenyum saja. "Honey, I'm home."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro