Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 5

Luna merenggangkan tubuhnya yang terasa ngilu. Wanita cantik itu menggeliat di atas tempat tidur. Sprei terlihat kusut setelah beberapa jam lalu ditiduri Luna. Sesekali gadis berhidung mancung itu meringis menahan sakit di tubuh bekas tangan Radit tadi malam. Ia memicingkan mata, dan gerakan tubuhnya terhenti. Luna sedang memikirkan sesuatu, wanita itu pun duduk terhenyak setelah mengingat semua kejadian yang telah ia lalui.

Melihat pakaian di tubuh yang masih robek sana-sini. Juga matanya mengitari sekeliling.

"Ke mana lelaki itu?" tanya Luna pada diri sendiri.

Perlahan ia beranjak dari tempat tidur, tempat pertama yang dituju adalah kamar mandi. Kosong, pintu kamar mandi terbuka dan tidak ada orang di sana. Dia pun menebak-nebak jika Radit pasti telah pergi. Melihat jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi, Luna semakin yakin jika lelaki tersebut telah berangkat kerja.

"Ah! Apa yang harus kulakukan? Pulang? Tidak mungkin dengan kondisi begini."

Luna pun kembali duduk di pinggir tempat tidur. Mencari ponsel yang semalam ia sembunyikan di bawah bantal kepala. Saat jemarinya ingin mengaktifkan kembali benda pipih berbentuk segi empat tersebut, tiba-tiba ia mengurungkan niatnya. Pasti ibu atau bapaknya akan menelepon lagi.

"Maafkan aku, Bu. Telah membuatmu susah."
Di tengah kebingungannya, mata Luna menyapu meja bundar kecil berwarna putih shabby--senada dengan warna dinding kamar--yang terletak di sudut kamar. Ada secarik kertas di atas meja tersebut, di sampingnya juga terdapat dua kantong plastik berukuran sedang yang terbungkus rapat. Gadis itu melangkah menuju meja. Ke dua alis rapi milik Luna bertaut, segera ia menyambar kertas tersebut.

Sebuah memo dari Radit yang membuat Luna salah tingkah. Semudah itukah lelaki itu meminta maaf? Pikir Luna. Kemudian wanita itu membuka ke dua plastik secara bergantian, saat melihat isinya, Luna merasakan hatinya kembali menghangat. Selembar pakaian ganti serta beberapa makanan untuk sarapan yang telah terlewatkan.

"Kenapa hati ini menjadi terharu, hanya karena perhatian kecil begini?" Luna berusaha menolak hatinya yang terlalu cepat memaafkan orang lain. Namun, di sisi lain, ia beranggapan bahwa Radit memang sangat perhatian dan romantis. Tanpa berpikir panjang, Luna pun segera mengganti pakaiannya dengan baju pemberian Radit. Tak lupa juga ia mengisi perut yang sejak tadi telah keroncongan.

***

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang!"

Luna tak menggubris pertanyaan dari bapaknya. Ia berlalu menuju kamar. Tubuhnya lelah. Ia ingin beristirahat.

"Tak punya telinga?" Lagi-lagi lelaki paruh baya itu melempar tanya. Luna menutup pintu kamar dan tak lupa menguncinya tanpa merespon apa-apa.

"Anak dan ibunya sama saja. Sama-sama menyebalkan!" Beni bersungut keras. Sengaja agar Luna mendengarkan umpatannya. Dengan wajah kesal lelaki bertubuh tambun itu meninggalkan rumah. Ia berencana untuk menjumpai janda langganannya. Wanita cantik dan montok yang bisa memuaskan dirinya kapan saja ia mau.

Luna mendesah pesan di kamar. Gadis itu tak habis pikir dengan perangai sang bapak. Pengangguran yang kerjanya hanya menguras uang sang ibu. Benalu yang seharusnya sudah dimusnahkan. Namun, ibu masih saja mempertahankan lelaki tersebut. Kelakuannya tidak pernah berubah. Luna seringkali melihat ibunya menangis diam-diam di kamar. Padahal seharusmya lelaki seperti bapak sangat tidak pantas ditangisi. Menurut Luna ibunya layak hidup bahagia. Setelah bekerja paruh waktu di luar, tiba di rumah malah menghadapi bapak yang sikapnya sungguh semena-mena.

***

Radit bimbang menunggu kabar dari Luna. Sejak tadi ia tidak fokus bekerja. Matanya tak henti tertuju ke ponsel yang terletak di atas meja kerjanya. Ia menanti telepon dari gadis tersebut. Sejak tadi juga ia menghubungi, akan tetapi ponsel milik Luna belum bisa dihubungi. Lelaki tampan itu menarik napas dan mengembuskannya kasar. Tidak pernah ia seperti ini karena seorang wanita. Namun, Luna telah mengubah semua. Ia dibuat bingung dan bimbang dalam satu waktu.

"Tolong cek keberadaan Luna di penginapan tadi. Apa dia masih di sana atau telah pergi!" Radit menghubungi Lukman, asisten pribadinya. Berulang kali ia mondar-mandir di dalam ruang kerja yang terkesan lux tersebut, tak lama kemudian, Radit mengempaskan tubuh ke kursi kerja miliknya.

Selang beberapa menit, pintu ruangan kerja Radit terbuka. Seorang wanita dengan dandanan menggoda berjalan mendekati sang direktur. Radit kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Keterkejutan itu tak bisa ia sembunyikan. Wanita cantik yang kini berada tepat di depan Radit malah tersenyum lebar.

"Apa kabarmu, Direktur tampan? Sudah lama kita tidak berjumpa. Kamu kaget, 'kan?" suara sang wanita terdengar manja dengan senyum yang tak pernah hilang ia sunggingkan.

"Baik. Angin apa yang membawamu sampai ke sini?" Radit menanggapi dengan acuh.

"Aiiih! Kamu masih saja sama seperti dulu. Dingin seperti gunung es yang entah kapan melelehnya."

Wanita itu tertawa pelan. Tawa renyah yang terkean seperti dibuat-buat.

"Aku rindu kamu, Sayang!" Ia melanjutkan. Sebelum duduk di salah satu sofa empuk berwarna coklat, ia sempat mencolek dagu Radit. Lelaki itu mengelak. Wajahnya berubah kaku dan mengeras.

"Jika keperluanmu telah selesai, silakan pergi. Aku ada banyak kerjaan yang harus kuselesaikan." Radit berbicara dan sebelah tangannya menunjuk ke arah pintu keluar.

"Hmmm, kamu mengusirku? Setelah sekian lama kita tidak pernah bertemu? Apa kamu tidak rindu? Ah! Jangan berbohong, Radit. Tak perlu sungkan. Aku sengaja telah berdandan terbaim hari ini. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan saat berjumpa denganmu," ujar wanita itu sambil menyibak belahan gaun yang ia kenakan.

"Sudahlah, Mayra. Aku benar-benar sibuk. Silakan keluar!" Radit mendekat dan menarik lengan wanita yang memakai lipstik merona tersebut. Mayra terkejut mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan seperti itu. Ia pun berdiri dari duduknya. Tak menyia-nyiakna kesempatan, wanita bernama Mayra itu kembali menubruk dan menjatuhkan tubuhnya ke atas Radit. Lelalki tersebut tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Ia terjatuh ke atas sofa. Tubuhnya ditindih oleh Mayra.

"Aduh, maaf! Aku tidak sengaja," lirih Mayra manja sambil memeluk sang direktur. Jarak mereka sangat dekat. Hanya berselang beberapa senti. Mayra mengeraskan pelukan dan semakin mendekatkan wajahnya.

"Marya! Lepaskan tanganmu. Jangan sampai aku mendorongmu!" Radit berseru emosi.

"Beri aku kesempatan, Sayang. Aku rindu pelukan ini!"

Wanita cantik dengan rambut digelung ke atas itu sangat menikmati posisinya bersama Radit sekarang. Tidak terlihat rasa takut di wajahnya.

"Tuan! Ma-ma-af! Seharusnya aku mengetuk terlebih dahulu!" Suara Lukman mengembalikan kesadaran Radit. Ia mengumpat tak jelas.

"Keluar sekarang juga!" Radit menjauhkan tubuhnya dari Mayra. Ia membelakangi wanita itu sambil menunjuk ke arah pintu.

Mayra tersenyum. Lesung pipi terlihat menghiasi pipi mulusnya.

"Baik, Sayang. Aku akan sering berkunjung. Hingga kamu menerimaku kembali seperti dulu."

Radit tidak menggubris perkataan wanita itu. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Tubuhnya menghadap ke arah jendela. Terlihat lalu lalang kendaraan di bawah sana.

Mayra melangkah menuju pintu. Tak lupa ia juga melemparkan senyum manis ke arah Lukman. Asisten pribadi itu kikuk dan membungkuk memberi hormat.

"Bagaimana Luna?" tanya Radit setelah pintu ruangan ditutup oleh Mayra. Lukman pun menceritakan jika Luna sudah tidak lagi berada di penginapan.

Radit menarik napas panjang. Ia bergegas membereskan meja kerja. Rapat yang telah dijadwalkan pun secara mendadak ia batalkan. Ia akan pergi ke rumah Luna. Gadis itu telah membuat Radit gila.

Bersambung.

Weiiiiiii!

Part 5 ini luaaaaammmaaaa banget diposting, yak!

Maafkan🙏🙏

Semoga masih ada yang setia nungguin Radit-Luna, ya😙😙😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro