Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 12

Luna menarik kursi berukiran indah itu dan mendudukinya. Meja makan yang lebar telah dipenuhi dengan banyaknya makanan. Ia bertanya-tanya apakah semua jamuan itu untuknya? Apa mereka benar-benar.menyambut dirinya? Ini adalah kali pertama Luna akan bertemu dengan orang tua Radit. Rasa minder berhadapan langsung dengan seorang pemilik utama beberapa perusahaan terbesar di kota mereka itu kembali menguat. Rasanya sangat tidak pantas jika ia makan malam semeja dengan mereka. Kepercayaan diri Luna menciut seiring dengan kedatangan orang tua Radit.

Luna berdiri dari duduknya. Berusaha untuk menghormati sang pemilik rumah. Ia mencoba menahan mata agar tidak liar ke mana-mana. Berhadapan.dengan orang penting dengan status sebagai orang yang dekat dengan anaknya sungguh sangat tidak enak.

Mahendra berjalan di depan diikuti istri dan Radit di belakang. Sekilas aku melirik, mereka memandang lurus ke depan tanpa sunggingan senyum di bibir. Beberapa pelayan yang sejak tadi juga sudah berada di sana, menarik tiga kursi untuk para tuannya. Sang nyonya yang mengenakan baju berwarna merah maroon panjang terlihat sangat menawan. Dia begitu elegan dengan tatanan rambut dan polesan minimalis di pipinya. Luna tidak berani memandang, ia hanya bisa mencuri-curi pandang.

"Pa, Ma, perkenalkan, ini Luna. Gadis kuceritakan tempo hari." Radit yang memilih duduk bersisian dengan Luna mulai membuka percakapan.

"Ah! Luna! Karyawanmu itu? tanya Mahendra sambil melihat ke arah Luna. Posisi Luna duduk tepat di depan ibunya Radit--Laura. Ia merasa kikuk dan salah tingkah diperhatikan begitu. Wanita muda itu hanya bisa mengangguk dan tersenyum, pertanda membenarkan kalimat ayah Radit.

"Oke. Silakan. Makanlah! Jangan malu-malu!"
Laura pun mulai mengambil piring sang suami dan meletakkan beberapa potongan daging dan sayuran di atasnya. Radir juga melakukan hal yang sama. Hanya saja ia menambahkan sesendok nasi untuk disantap. Luna merasa tangannya begitu berat untuk diangkat. Ia hanya melihat berapa banyak menum yang tersedia di sana.

"Makanlah Luna. Jangan malu-malu. Hidangan ini memang sengaja dipersiapkan untuk menjamumu," ujar Laura sambil menyuapkan potongan ikan fillet krispi ke dalam mulutnya.

"Baik, Bu." Laura menjawab sambil tersenyum.

Mereka menikmati makan malam dengan saling diam. Hanya dentingan sendok beradu dengan piring keramik mahal yang terdengar. Tak lama makan malam pun selesai. Mereka berpindah ke ruang tamu. Luna memilih duduk di samping Radit. Kekakuan semakin terasa. Jelas sejak tadi Mahendra tidak begitu senang melihat Luna.

"Jadi, sejak kapan kalian memulai.hubungan?" Mahendra tidak lagi memperbanyak basi-basi.

Luna kaget mendapati pertanyaan yang dipikirnya tidak diajukan sekarang.

"Hampir satu tahun, Pa." Radit berusaha menetralkan suasana. Ia merasa kondisi sudah tidak baik. Aura ketidaksukaan sudah semakin terlihat.

"Papa tidak bertanya kepadamu, Radit. Jadi diamlah!"

Radit merasa tidak enak. Ia melirik Luna. Gadis itu terlihat tenang. Atau mungkin dia mencoba untuk menenangkan diri, pikir Radit.

"Jadi, apa yang kamu lihat dari seorang Radit?" Mahendra kembalo melontarkan pertanyaan.

"Maksud Bapak?" Luna balik bertanya. Air mukanya seketika berubah.

Melihat suaminya bersikap seperti itu, Laura mencoba untuk menengahi.

"Apakah kalian sudah kenal lama, Luna?" tanya Laura.

"Kami dulunya satu sekolah, Bu. Dan saat itu saya tidak begitu mengenal Radit. Saat saya melamar di perusahaannya pun, saya masih belum mengenal Radit."

"Jadi maksudmu Radit yang mengejar-ngejar kamu?" Mahendra memotong perkataan Luna.

Luna merasa jengah. Ia diperlakukan sangat tidak bersahabat. Jika memang ingin dipermalukan begini lebih baik tidak usah datang saja tadi pikirnya.

"Asal kamu tau. Radit akan kami jodohkan dengan wanita yang lebih layak untuknya. Berasal dari keluarga yang status sosialnya tidak jauh berbeda dengan keluarga kami. Mungkin kamu telah mengenal siapa perempuan itu. Apa Radit tidak memberitahu?"

Sesak terasa dada Luna. Orang kaya itu memperlakukannya sudah melewati batas kesabaran. Dia datang ke sini bukan untuk dipermalukan. Juga bukan untuk mendengar tentang kisah perjodohan yang akan dilaksanakan. Ini semua akibat ulah Radit. Dialah punca permasalahan. Amarah Luna sudah bergejolak. Namun, dia masih berusaha untuk duduk manis dan menanti setiap kalimat yang akan dilontarkan padanya.

"Papa, kenapa Papa membahas tentang perjodohan?" Radit terlihat tidak suka dengan tingkah sang papa.

"Ya. Agar dia tau, bahwa kamu tidak pantas untuk dikejar oeh wanita seperti dia. Calon istrimu itu Myara. Papa sudah. Ilang berkali-kali bukan? Papa melihat kamu tidak bisa jujur kepada peremluan ink, ya dengan cara seperti ini akhirnya semua bisa diselesaikan."

"Papa bilang jamuan makan malam ini adalah untuk mengenal Luna lebih jauh!"

Laura terlihat salah tingkah. Sedangkan suaminya malah tersenyum mendengar kalimat dari anaknya sendiri.

"Oh, tidak apa-apa. Lebih baik seperti ni sehingga semua terbuka. Hal yang ingin saya tegaskan adalah, bukan saya yang mengejar-mgejar anak bapak, melainkan dia yang selalu hadir dalam kehidupam saya. Satu lagi yang perlu bapak dan ibu yang terhormat ketahui. Dia telah pernah membawa saya ke sebuah kamar hotel. Maaf saja, saya bukan perempuan yang bisa dipakai semalam. Lebih baik dia menikah dengan wanita yang telah dijodohkan, mungkin saja si wanita itu telah hamil karena ulah anak bapak."

Luna menarik tas miliknya dan berlalu pergi meningglkan Mahendra serta istrinya yang terngaga. Sedangkan Radit hanya bisa memukul angin sambil meraup muka.

Lega hati Luna setelah mengeluarkan semuanya. Bukan karena mereka orang kaya, lantas bisa semena-mena memperlakukan orang lain seenaknya saja. Luna sudah siap.dengan segala resiko ke depan. Dia pasti akan dipecat dari perusahaan. Namun, itu bukan hal yang menakutkan bagjnya.

Setelah keluar dari rumah megah berwarna putih itu, Luna pun menyetop sebuah taksi dan melepaskan segala kekesalan di dalamnya.

Sedangkana Radit sengaja tidak mengejar Luna. Ia tahu jika Luna sidah sangat emosi. Sangat tipis harapan untuk bisa merayunya. Ia sangat mengenal pribadi Luna.

"Apa benar yang dia katakan?" Mahendra menatap Radit tajam.

Radit menunduk tidak menjawab.

"Radit ... jawab Papamu." Laura ikut menimpali.

"Aah! Papa telah merusak semuanya!"

Dengan kesal lelaki muda itu pergi meninggalkan orang tuanya. Ia meraih kunci mobil yang terletak di nakas tidak jauh dari pintu depan, kemudian membanting pintu dengan keras.

"Seharusnya Papa lebih bijak tadi. Apa pun ceritanya mereka saling mencintai. Jika memang tidak setuju dibicarakan baik-baik. Bukan seperti tadi. Siapa pun juga pasti akan tersinggung." Laura berkata tegas kepada suaminya. Mahendra adalah tipe laki-laki yang tidak suka berbasa-basi. Dia tidak peduli apakah ucapannya akan membuat orang tersinggung atau tidak. Dan itu bertentangan dengan sang istri.

Lelaki yang beberapa helai rambutnya itu sudah memutih melihat ke arah sang istri.

"Ada yang salah dengan ucapan-ucapanku tadi? Aku rasa sudah sangat bijak, hanya anak itu saja yang tidak sopan."

Laura hanya bisa geleng-geleng kepala. Apakah setiap orang kaya akan bersikap seperti suaminya pikir wanita itu.

Di dalam taksi, Luna meraih ponselnya yang bergetar. Ada pesan whatsap yang masuk. Dengan enggan ia mengaktifkan layar ponsel. Pasti itu Radit pikirnya. Lelaki plin-plan yang tudak punya pendirian.

Setelah pesan terbuka, Luna begitu shock. Ah! Masalah apalagi yang muncul. Beberapa foto masuk ke pesan WA-nya.

Foto dengan pose  yang tidak senonoh. Foto milik Radit bersama wanita di dalam lift. Foto mereka di sebuah kamar yang didominasi dengan warna putih. Wanita itu begitu semringah. Hanya selimut berwarna putih yang menutupi tubuh keduanya hingga batas dada.

Rambut wanita cantik itu tergerai menutupi sebelah bahunya. Ia sengaja mendekatkan bibirnya dengan bibir Radit yang matanya sedang terpejam.

"Lelaki semua saja!"

Luna serasa ingin muntah melihat foto-foto tersebut. Siapa yang mengirimkan foto itu kepadanya. Nomor baru yang belum terdaftar di ponselnya.

Apa itu wanita yang telah dijodohkan dengan Radit? Apa dia yang bernama Mayra? Benak Luna dipenuhi banyak pertanyaan. Ia mematikan ponsel dan memasukkan kembali ke dalam tas jinjing miliknya. Kepalanya terasa berat. Banyak sekali kejadian yang ia lewati hari ini. Jemarinya memijit pelipis yang terasa berdenyut. Sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi taksi, wanita itu pun memejamkan mata.

Bersambung

***

Luna .... Luna. Kasian amat kamu, ya.

Tinggalin aja Radit. Cari yang lain. Radit udah gak perjaka. Moso ganteng-ganteng main nyosor sana-sini. Aiiiihhhh. Mau muntah!😅😅😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro