Prolog
Kunyang, Musim Gugur Tahun 1943
Setahun sudah dari semenjak ia mengatakan siap merelakan gadis itu. Namun, tidaklah disangka akan seperti ini hal yang harus dilalui. Akan seperti ini pula kesulitan yang harus dialami. Jadikan kekayaan, karier, penampilan dan sikap baik serta mudah bergaul yang dimiliki seakan bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan kepribadian sang kakak yang dingin, kaku dan tak banyak bicara tersebut.
Ada yang memberitahukan, sepandai apa pun membohongi orang lain, tetap saja tidak akan mampu membohongi diri sendiri.
Wajah berlesung pipi nan dalam yang sering menyunggingkan senyuman ini tak lagi berarti banyak. Apa yang tertampilkan di luar tidaklah sama dengan apa yang ada di dalam diri. Selain ia sendiri yang tahu, tidaklah ia berharap atau mengharapkan ada orang lain yang harus mengetahui kenyataan tersebut.
Hanya dengan begitu, keluarga yang dulunya memiliki cukup banyak permasalahan ini tak lagi harus mengalami permasalahan dalam jenis yang berbeda. Mengingat dari semenjak wanita gila yang mendekam di rumah sakit tersebut kini hanya meninggalkan nama dan kenangan belaka. Kesedihan yang ditinggalkan pun tidaklah begitu melekat lama, melainkan kedamaian dan kebahagiaan atas ketersediaan bergabungnya sang kakak ke dalam keluarga jelas adalah apa yang diharapkan sang ayah.
Biar kata sang kakak menolak tegas untuk mengganti nama belakangnya, terlebih tidak ingin publik tahu identitas dirinya dalam keluarga ini. Semacam hal tersebut adalah mutlak, seperti apa yang dahulu sang kakak pernah sampaikan. Akan tetapi, tetap saja sang kakak sering melakukan kunjungan menemui ayah dan juga ibu di sela waktu senggang yang dimiliki. Entah sekadar untuk makan bersama, mengobrol santai ataupun menemani ayah memainkan catur.
Namun, pada malam di mana rembulan bersinar penuh dan begitulah terang. Embusan angin pun terasa lebih dingin dari sebelumnya, tapi hal tersebut mungkin saja tidaklah dirasakan oleh mereka yang sedang berkumpul. Apalagi sang kakak, yang mana begitu menyerahkan suatu undangan, menunjukkan tulisan yang tertera di dalamnya terhiasi bunga kering dengan begitulah indah. Jadikan ayah dan ibu seketika tak bisa berhenti tersenyum, dan terus saja mengucapkan selamat.
Sementara ia yang berdiri di sudut ruangan hanya bisa mematung, sepasang netra yang kosong secara perlahan menghadirkan cairan bening yang siap meluruh. Beruntung, baki yang berisi beberapa piring camilan tidaklah sampai dibuat terjatuh. Genggaman kuat diberikan, tapi mulut yang seakan tidak ingin mengatup lebih lama tersebut berakhir melirihkan sesuatu dengan suara gemetar tertahankan.
"Bisakah aku pada akhirnya ... memperlakukan gadis itu sebagai kakak ipar-ku sendiri?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro