Chapter 5 - Harapan Baru
Di area yang tidak begitu jauh dari toko Weiyin, tapi cukup dalam dari keramaian kota. Terlihat kerumunan orang-orang berseragam sibuk memandangi pabrik yang telah menghitam dikarenakan bekas dari kobaran api. Jika dilihat dari bekas yang tertinggal, kobaran yang ada tidaklah bisa dikatakan kecil ataupun sederhana. Memakukan sepasang tungkai dari ia selaku manajer untuk tak berani menerobos begitu saja memasuki area kejadian yang telah aman untuk setidaknya dimasuki sekarang.
Meskipun begitu, sebagai seorang atasan, Xu Wei tidaklah boleh menunjukkan kelemahan. Terlebih ia pun haruslah menanyakan kepada para pekerja pabrik, adakah yang terluka? Jika ada, tentu hal tersebut haruslah dikompensasikan sebagaimana perjanjian kerja. Kala jawaban yang didapatkan berupa kata 'Tidak', tapi Xu Wei bertindak seakan tak mendengar jawaban tersebut dengan pandangan terpaku mengarah ke satu arah di dalam sana. Mendapati punggung dari seorang pria dalam balutan jubah labuh kehitaman sedang melihat sekitaran, ditemani pula seorang wanita yang dikenali Xu Wei sebagai Xiao Lan.
Dalam sekali embusan napas, Xu Wei dekati sudah sembari kemudian berucap, "Die." Dengan suara lirih yang diusahakan tak bergetar sedemikian rupa ia mampu tahankan. "Sudah sejak kapan di sini?"
"Apa ini kerja luar biasa yang kau miliki?"
"Die ... ak-aku ...." Sang ayah berbalik, kemarahan jelas terpancar dari sepasang netra yang seakan memerintahkan Xu Wei untuk bertekuk lutut. "Ini sungguh di luar kendaliku, bagaimana mungkin aku bisa tahu ...."
PLAK!
Seakan tak cukup sekali, layangan tangan untuk kedua kalinya pun dilakukan siap menghantam untuk kemudian meruntuhkan sedikit pertahanan sepasang tungkai Xu Wei yang berdiri tegar dalam suatu gerakan kecil. Namun, Xu Wei taklah menghindar, hingga disaksikan bagaimana Xiao Lan dengan beraninya menghentikan sang ayah. Yang bahkan sang ayah mendengarkan wanita ini, seolah-olah Xiao Lan adalah putri kandung yang sangat disayangi.
"Pekerja lainnya masih di luar, Paman. Tidak baik untuk reputasi Manajer Xu ke depannya."
"Setelah apa yang terjadi sekarang, semua reputasi yang dimilikinya hanyalah menghancurkan bisnis!" Jarak yang ada terkikis, Xu Wei hanya bisa menunduk sembari menyentuh sebelah wajahnya yang tertampar. "Cepat atau lambat, Weiyin Cosmetic yang telah lama berjaya ini pada akhirnya akan hancur di tanganmu." Semacam muak harus melihat wajah putrinya ini lebih lama lagi, ayah pun berlalu pergi meninggalkan pabrik yang berlantaikan kepingan dari pecahan porselen yang dipergunakan sebagai botol kosmetik.
"Manajer Xu, kau ...."
"Aku baik-baik saja," potong Xu Wei cepat, biar kata perasaan sedang tak baik, tapi tetap saja ia berusaha dan memaksakan senyuman untuk hadir. Setidaknya dikarenakan Xiao Lan, tamparan kedua tidaklah ia dapatkan. Atau jika tidak bukan hanya pipi yang sekarang memerah, melainkan sudut bibir mungkin saja telah terluka. "Aku ingin sendiri. Sedangkan para pekerja di luar sana ... bisakah kau meminta mereka untuk pulang saja? Masalah membersihkan pabrik ini, bilang saja mereka bisa melakukannya besok atau lusa."
Tanpa mengucapkan apa-apa, Xiao Lan menuruti.
Sedangkan Xu Wei sendiri, tidaklah tahu haruskah menangis ataupun tertawa atas peristiwa mendadak yang ia rasa begitulah konyol ini. Semacam segala kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun demi memuaskan kepercayaan sang ayah, sekarang segalanya harus lenyap ikut terbakar menjadi kepingan abu.
Kenapa begitulah mudah menghancurkan sesuatu? Sampai harus berada di titik terendah seperti ini.
Pertahanan dari kekuatan sepasang tungkai Xu Wei sepenuhnya dibiarkan melemah tanpa lagi memedulikan bagaimana kotornya lantai tempat ia terduduk dalam lamunan. Sulit pula untuk menahan luruhan air mata, bahkan ketika menyadari langkah seseorang tepat di belakangnya bergerak mendekat.
"Sudah kukatakan aku ingin sendiri." Akan tetapi, tidaklah ia mendapat balasan yang mengharuskan ia kembali mengatakan sesuatu dengan nada yang ditinggikan. "Apa sekarang kau tak lagi memandangiku sebagai atasanmu?"
Kian kesal karena diabaikan dan tak dihormati seperti ini. Berbalik sudah Xu Wei, ingin melihat secara lebih jelas lagi bagaimana wanita bernama Xiao Lan ini akan bereaksi. Pandangan meremehkan dan merendahkan seperti apa yang akan diberikan, mengingat Xu Wei selama ini bukanlah tak tahu akan bagaimana sifat asli dari Xiao Lan yang merupakan seorang penjilat. Belum lagi selalu ingin menjadi teratas dan terbaik, termasuk mudah iri kepada mereka yang lebih baik darinya.
"Jika bukan karena rekomendasi ayah, apa kau pikir aku sudi ...!"
Bukan Xiao Lan, tebakan telah salah. Jelas saja seseorang yang berdiri bahkan berjongkok tepat di hadapannya ini bukanlah wanita itu, dan itu pun serta merta membuat Xu Wei berucap dengan nada yang jauh lebih direndahkan. "Begitulah cepat tersebar, tak tahu akan bagaimana ramainya berita kekacauan ini di kota sana."
"Kau jangan khawatir, untuk saat ini sampai beberapa hari ke depan aku sudah menahan untuk jangan sampai tertulis di media kabar." Mengulurkan sebelah tangan, tapi taklah diterima oleh Xu Wei yang memalingkan wajah ke samping. "Wajahmu ...."
"Bisakah kau menghiburku saja alih-alih melanjutkan ucapanmu itu?" sela Xu Wei, membangunkan tubuh penuh tekanannya ini untuk kembali bangkit. "Orang seperti apa ayahku, jelas kau paham betul. Selain itu, mau sampai kapan kau menutup mulut para wartawan? Menghabiskan uang saja untuk mereka yang bahkan tidak akan setia."
"Aku tahu, tapi setidaknya sebagai teman dekatmu aku haruslah melakukan sesuatu." Apalagi kalau teringat bagaimana ia telah menolak ajakan kerja sama Xu Wei, rasa bersalah itu kian dirasakan kuat. Seakan-akan kejadian buruk yang menimpa teman wanitanya ini sekarang dikarenakan ia saja. "Mau pergi makan makanan yang pedas? Atau mau makan makanan manis kesukaanmu?"
"Apa aku masih terlihat seperti seseorang yang mampu menelan makanan?" Seiring dengan sepasang tungkai dibawa melangkah menjauhi Ren Cheng, pandangan dari sepasang netra terus diarahkan ke luar sana. Saksikan bagaimana sang mentari yang berusaha bebas dari kekangan kelabunya awan kian meninggi dengan cerahnya seolah sedang menghibur. "Kau sendiri apakah tidak apa meninggalkan pekerjaanmu sekarang? Kudengar Paman Wang sakit, bukankah pekerjaanmu berkali lipat lebih banyak?"
Jika harus berkata jujur, Ren Cheng tentu saja memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Apalagi ia telah memutuskan untuk bekerja di hotel cabang di luar kota Kunyang ini. Namun, setelah mendapat kabar akan kebakaran pabrik Weiyin, sebagai teman bagaimana bisa ia tak datang untuk menghibur, bukan? Mengingat Xu Wei sekalipun tidaklah memiliki banyak teman di Kunyang ini. Dengan suasana hati yang buruk, tidak mungkin pula Xu Wei bersedia kembali ke toko dan bekerja seperti sediakala, bukan?
"Bagaimana jika ayahku tidak lagi memberikan kesempatan untukku memperbaiki semua kerugian bisnis ini? Terlebih bagaimana aku harus menyelesaikan kerugian?" Karena tidak mungkin pebisnis lain bersedia membantu sepenuhnya. Pebisnis adalah pebisnis, keuntungan adalah yang dicari. Entahlah akan seberapa banyak mitra bisnis Weiyin yang akan memutuskan kerja sama sehabis ini. "Mungkin apa yang dikatakan ayahku benar ... kejayaan Weiyin pada akhirnya berakhir di tanganku."
"Memangnya kau sehebat apa sampai bisa meruntuhkan kejayaan Weiyin yang telah lama berdiri ini?" balas Ren Cheng, sedikit kesal karena omong kosong Xu Wei barusan. "Para pebisnis bisa saja memutuskan kerja sama, tapi bagaimana dengan pelanggan setia Weiyin? Terlebih kau anggap aku ini apa? Apa kau pikir Zhilian Hotel tidak akan sudi membantumu?"
Jangankan Xu Wei yang seketika menjatuhkan pandangan penuh tuntutan ingin mendengar lebih lanjut maksud ucapan Ren Cheng tadi adalah apa. Ren Cheng sendiri dibuat mematung atas ucapan yang keluar begitu saja tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Apalagi begitu mendengar ucapan Xu Wei yang bertanya, "Kau bersedia bekerja sama dengan Weiyin?"
Tentu mudah saja bagi Ren Cheng menyetujui dalam rangka menenangkan, atau bahkan jika Xu Wei berinisiatif ingin meminjamkan uang. Dengan gampang tanpa persyaratan apa pun Ren Cheng akan memproses segera, terlebih ayah yang merupakan pemilik Zhilian Hotel pun pasti tidak akan mempermasalahkan.
Namun, yang jadi permasalahnnya adalah si peminjam adalah Xu Wei. Xu Wei yang kini memberikan sorot sepasang netra yang berbinar penuh pengharapan besar, dan bahkan menyunggingkan senyuman.
Dengan sifat Xu Wei yang telah dikenal baik Ren Cheng, tidak mungkin Xu Wei bersedia menerima bantuan uang tersebut secara cuma-cuma. Kecuali, keterikatan bisnislah yang memang menjadi jembatan penghubung dari proses peminjaman tersebut.
"Aku ...." Menerima salah, menolak pun tentu paling salah di saat ia barusan telah memberikan suatu pengharapan. Lantas, haruskah kepergian dari kota Kunyang ditunda dahulu? Menjadi pemikiran Ren Cheng yang kembali dijatuhkan pertanyaan sama dari Xu Wei. "Baik. Proyek yang kau berikan padaku beberapa waktu lalu ... mari kita lakukan." Tangan kanan diulurkan, seketika Xu Wei menjabat tangan tersebut dengan penuh kemantapan dan keyakinan pastinya.
"Lakukan yang terbaik, dan berikan keuntungan sebanyak mungkin bagi Zhilian Hotel. Terlebih jangan jadikan kepergian tertundaku dari Kunyang ini sia-sia."
"Kuyakin kau akan memiliki waktu luar biasa dari kepergian tertundamu ini." Mengakhiri sesi jabatan tangan, Xu Wei kemudian lanjut berucap, "Jangan khawatir, semangatku sekarang telah kembali terisi. Bahkan terisi jauh lebih banyak dari sebelumnya." Menyaksikan pula dari balik pintu yang terbuka sana akan bagaimana sang mentari telah mencapai singgasana, dan bahkan kecerahan yang ada jauh lebih cerah dibandingkan pagi tadi.
Dikarenakan Ren Cheng tadi sempat menawarkan ajakan makan bersama, lantas kenapa tidak pergi sekarang, bukan? Dan menu hot pot mungkin akan menjadi pilihan terbaik dalam merayakan hubungan kerja sama yang tak mudah didapatkan ini. Namun, begitu ditanyakan langsung, Ren Cheng malah bertindak seakan tak mendengarkan dan bahkan membawa-bawa nama Dao Yang.
Mau tak mau Xu Wei ikut mengarahkan pandangan ke arah di mana Ren Cheng melihat. "Mereka ... apa mungkin ayahku yang memanggil kemari?"
Ren Cheng taklah menanggapi, terlalu sibuk mengatasi kecanggungan akan pertemuan dengan Dao Yang yang tiba-tiba ini. Meskipun begitu, Ren Cheng masih bisa menyapa dengan baik, termasuk dua dari pria yang datang bersama dengan Dao Yang.
"Kukira tidak ada siapa-siapa di sini," ucap Dao Yang, dan tanpa berbasa-basi dimintai sudah dua pria yang ternyata bagian dari koleganya ini untuk berpencar. "Pimpinan Xu yang memintaku untuk mencari tahu terkait masalah kebakaran ini. Jika ada hal-hal yang ditemukan mencurigakan ataupun tidak, Pimpinan Xu memintaku untuk melaporkannya padamu, Xu Wei."
Die, apa itu berarti kau masih memiliki kepercayaan padaku untuk mengatasi permasalahan Weiyin ini? Yang tentu jawabannya jelas saja adalah iya, bahkan Ren Cheng sekalipun memahami hal ini demikian adanya. "Terima kasih telah memberitahuku, Dao Yang. Kalau begitu aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu." Menarik Ren Cheng pergi, tinggalkan sudah pabrik dalam naungan Dao Yang yang sangat dapat diandalkan, dan pastinya dapat dipercayai.
Untuk hasil akan seperti apa nanti, Xu Wei tak lagi ingin memikirkan. Yang terpenting sekarang ini adalah memberitahukan kepada ayah, kalau Ren Cheng atau Zhilian Hotel telah setuju bekerja sama dengan mereka. Setidaknya kabar ini akan kian meningkatkan kepercayaan sang ayah bahkan jika hanya sedikit saja, atau bahkan mengurangi sedikit saja kemarahan atas kerugian besar yang terjadi untuk pertama kalinya dari semenjak sang ayah menjadi pimpinan Weiyin Cosmetic.
Yang tanpa Xu Wei sendiri ketahui, apabila Ren Cheng terlihat seakan menyesali keputusannya terkait menunda kepergian dari kota Kunyang ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro