Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 37 - Ketidakmenangan Atas Kesempurnaan


Sebagian orang mengatakan dua tahun bukanlah waktu yang lama, tetapi sebagian lagi tidaklah setuju. Karena semua tergantung situasi, untuk apa dua tahun itu dipergunakan. Yang dalam kasus perginya Ren Cheng sendiri, tentu adalah waktu yang cukup lama, terutama bagi para kerabat. Beruntung segala masalah dalam keluarga tersebut mampulah diakhiri dengan sangat baik, dan kehadiran dari Hou Han yang dianggap Ren Cheng sendiri akan cukup mengganggu ... rupanya hal tersebut tidaklah seburuk itu.

Kian sering bertemu Hou Han, kian Ren Cheng merasa anak itu sangatlah menggemaskan. Mengajak bermain, atau terkadang mengasuh sudah seperti menjadi suatu keharusan di setiap kali Hou Han berkunjung ke rumah. Bahkan terkadang ada saat di mana Ren Cheng sendiri-lah yang akan mengunjungi Hou Han di rumah sang kakak, atau bahkan di toko bunga.

Namun, jarak dekat di antara toko bunga milik sang kakak dengan toko Weiyin Cosmetic, tidaklah membuat Ren Cheng ada niatan untuk berkunjung ke sana. Setidaknya jika mendengar kabar dari Yun Bei, harusnya Xu Wei telah menjadi wanita paling bahagia kini. Bukan hanya kehidupan percintaannya saja yang mulus, melainkan kehidupan pekerjaan dan hubungan dengan ayahnya juga semua berjalan dengan baik. Seolah tanpa Ren Cheng, kehidupan Xu Wei akan jauh lebih baik.

Lantas, mau diapakan hubungan pertemanan yang telah dibangun sejak lama itu? Benarkah harus berakhir begitu saja? Di saat Yun Bei terus meyakinkan Ren Cheng, apabila Xu Wei adalah kekasih dari Dao Yang. Tidak mungkin selamanya bisa menghindar, bukan? Karena sewaktu-waktu bisa saja semua akan segera menjadi keluarga. Pun Jia Hou sangatlah mendukung ucapan Yun Bei tersebut, ikut meyakinkan Ren Cheng jikalau kunjungan haruslah dilakukan.

Padahal baik dari Yun Bei ataupun Jia Hou, ada sedikit harapan berharap Ren Cheng mampu berjumpa dengan seseorang lainnya selain Xu Wei itu sendiri. Yang nyatanya begitu Ren Cheng benar saja melakukan kunjungan ke toko Weiyin untuk sekian lama waktu berlalu, berbagai kenangan silih berganti memenuhi kepalanya. Bahkan saat di mana dahulu Yun Bei masihlah bekerja di sini, dan sampai pula ke titik di mana tanpa diinginkan oleh dirinya sendiri ... bayang-bayang akan wanita bernama Ding Xiang ikut terseret dalam ingatan. Pun Ren Cheng termenung, berdiri diam dengan Xu Wei telah berdiri tepat di belakang.

Dehaman pertama dikeluarkan Xu Wei, tapi tidaklah mendapat respons apa-apa. Dehaman kedua pun dilakukan, dan masih saja tidak mendapat respons. Yang mana Xu Wei hanya bisa meminta para pekerja tokonya untuk kembali sibuk melayani beberapa pelanggan, dan ditariknya masuk Ren Cheng ke ruangan kerja Xu Wei yang rupanya masih sama seperti dahulu.

"Kukira kau sudah lupa caranya untuk berkunjung, dan kukira kau sudah tidak lagi menganggapku sebagai temanmu," ketus Xu Wei, mengambil duduk di kursi kerja sembari bersila tangan. Tatapan yang diberikan tak sama sekali beralih dari Ren Cheng, semacam menuntut agar pria ini untuk segera berlutut meminta maaf, atau apa pun sejenis itu yang dapat mengurangi amarahnya yang merasa telah diabaikan dan dianggap tak penting hingga Ren Cheng barulah kemari setelah sudah hampir sebulan dari semenjak kepulangan kembali ke kota Kunyang ini. "Kau sungguh menyebalkan. Kenapa tidak pergi lebih lama lagi? Tunjukkan kepada semua orang betapa tidak bertanggung jawabnya dirimu itu."

Boleh saja mulut berkata kasar, ekspresi yang terpasang di wajah Xu Wei pun mampu membuat siapa saja tak akan berani memandang barang sejenak saja. Yang mana bukan Ren Cheng, melainkan Xu Wei sendiri yang akhirnya memalingkan wajah ke samping. Dapati sepasang netra siap jatuhkan cairan bening yang melunturkan segala kekesalan, diikuti ekspresi marah.

"Maafkan aku."

"Apa maaf saja menurutmu cukup untukku?" Disekanya dengan cepat buliran yang membasahi wajah dengan tangan, sepasang netra yang masihlah basah kembali diarahkan pada Ren Cheng. "Aku bukanlah anggota keluargamu yang dengan mudah akan memaafkanmu."

"Lalu haruskah aku berlutut sekarang?"

Xu Wei menggeleng, mengatakan berlutut tidaklah ada gunanya terlebih memang Xu Wei tidak ada maksud untuk itu. Akan tetapi, Xu Wei menambahkan dengan berucap, "Kembalikan Ding Xiang ke Weiyin." Mengingat Ding Xiang telah seperti penarik rejeki bagi bisnis Weiyin, tanpa kehadiran wanita itu seakan datangnya rejeki ke toko ini tidaklah sebanyak di saat Ding Xiang ada.

Ren Cheng tentu telah sama-samar mendengar dari masyarakat apabila Ding Xiang sudah sekitar setengah bulan ini tidak bekerja. Entah dikarenakan cuti, ataupun sedang melakukan tugas di luar kota. Namun, apa maksud dari permintaan Xu Wei ini? Kenapa terdengar layaknya Ding Xiang telah mengundurkan diri dari Weiyin? Pun Ren Cheng enggan menanyakan lebih jelasnya, semacam ia sadar untuk apa mengetahui hal-hal terkait Ding Xiang yang jelas bukanlah siapa-siapanya.

"Apa kau mendengarku?" tanya Xu Wei. "Bawakan kembali Ding Xiang ke Weiyin, barulah kemudian aku akan memaafkan sikap tak dewasamu yang kabur tanpa pernah mengirimkan kabar padaku."

"Mengenai pekerja itu jelas adalah urusan dalam Weiyin, tidak ada hubungannya denganku."

"Bagaimana mungkin tidak?" Xu Wei jelaskan apabila setengah bulan ini Ding Xiang sedang melakukan pekerjaan di luar kota untuk mencari bahan terbaik dalam pembuatan produk Weiyin, tapi siapa yang menyangka tiga hari lalu bukan surat laporan yang didapatkan Xu Wei, melainkan surat pengunduran diri yang diperoleh. "Meskipun dalam surat tidak dijelaskan alasan pengunduran dirinya, tapi aku yakin alasan itu ada hubungan dengan kembalinya dirimu ke kota ini."

"Berhenti memintaku melakukan hal-hal terkait wanita itu." Menarik diri hendak tinggalkan ruangan, abaikan pula panggilan Xu Wei yang mau tak mau bangun dari duduk dan menghadang jalan keluarnya Ren Cheng yang berhenti. "Minggir."

"Kau merasa bersalah pada Ding Xiang, bukan?"

"Tidak."

"Yun Bei saja sekarang kau sudah menerimanya sebagai kakak iparmu, dan kau yang dulu tidak menyukai kehamilan Yun Bei, tapi lihatlah sekarang ... kau justru sangat menyayangi Hou Han. Lantas kenapa tidak bisa kau menemui Ding Xiang di saat memang dirimu yang salah? Bukankah sudah sepatutnya itu adalah Ding Xiang orang yang paling harus mendapat maaf darimu?"

Tidaklah Xu Wei mendapat balasan, diperhatikannya wajah penuh tak suka dari Ren Cheng yang terus membuang wajah ke samping. "Kuyakin kau juga berpikir begitu, bukan? Jika tidak maka tidak ada alasan bagimu untuk semarah dan sekesal ini."

Barulah Ren Cheng meluruskan kembali wajah, dikuncinya pandangan penuh mengintimidasi sampai harus membuat Xu Wei setidaknya mundur selangkah. "Bukankah rasa terluka paling besar yang dirasakan Ding Xiang itu datang dari perasaan sepihaknya padaku?" Tidak ingin menjelaskan lebih lanjut, tapi Ren Cheng haruslah tahu apakah Xu Wei paham maksud dari ucapannya ini.

Bukankah Ren Cheng sudah pernah memperingatkan Ding Xiang, jikalau wanita itu tidaklah boleh menaruh perasaan suka? Yang mana ucapan memperingatkan ini telah lebih dari sekali diberitahukan Ren Cheng. Karena Ren Cheng percaya, apabila bukan karena perasaan sepihak ini ... maka besar kemungkinan perasaan luka yang dirasakan Ding Xiang tidaklah akan sebesar itu.

"Itu akan menjadi kesalahan terbesarku apabila memang aku tidak memberikan peringatan sebelumnya."

Namun, apa ini respons yang diperoleh Ren Cheng dari Xu Wei? Terus saja Xu Wei menggeleng tak setuju, atau malah sangat tidak setuju. Seakan Xu Wei tahu dan paham betul apa yang menjadi pikiran, dan apa yang sedang dirasakan Ding Xiang. Mungkinkah karena mereka dekat? Ataukah karena mereka sesama wanita?

Entahlah, Ren Cheng tidak ingin tahu, dan tidak ingin pula menebak. Yang ada justru ia akan kian marah, dan merasa kedatangannya kemari telah salah. Satu-satunya hal yang benar untuk dilakukan jelas adalah menarik diri secepat dan sejauh mungkin dari ruangan ini, abaikan panggilan Xu Wei, dan jika perlu abaikan segala jenis dan bentuk panggilan yang memanggil ... dari siapa pun itu, dan dari manapun itu.

Langkah terhentikan. Ren Cheng tersadarkan apabila ia telah berada di luar dari toko Weiyin. Dapati bagaimana lalu-lalang orang-orang dan kendaraan cukuplah ramai, setidaknya menyamarkan suara dari seseorang yang memanggil di belakangnya. Jelas maksud hati ingin mengabaikan, tapi kenapa begitulah sulit hanya untuk mengabaikan panggilan dari seseorang ini? Semacam ada suatu kekuatan yang melumpuhkan sepasang tungkai, membuat tubuh mau tak mau berbalik untuk melihat lebih jelas seseorang yang dimaksud ini adalah kekasih Xu Wei, hakim Li Dao Yang.

Sebelum lebih mendekatkan diri kepada Ren Cheng yang membeku, Dao Yang arahkan pandangan ke toko Weiyin yang menampilkan keberadaan dari Xu Wei di balik pintu, seakan sedang memberitahukan sang kekasih untuk jangan keluar. "Bagaimana jika berbicara denganku?"

Melihat bagaimana Xu Wei benarlah tidak melangkah keluar menyusul, Ren Cheng yang sempat ragu menerima ajakan serta merta mengangguk menyetujui. Mungkin karena Dao Yang adalah bagian dari keluarga, jadi tidak ingin dianggap menghindar. Ataukah mungkin Ren Cheng ingin menguji, apakah Dao Yang akan membawa-bawa topik mengenai Ding Xiang? Akankah menekan untuk meminta maaf pada Ding Xiang sebagaimana yang Xu Wei mintai? Dan bagaimana pendapat serta penilaian Dao Yang dalam hal ini? Yang diam-diam Ren Cheng sangatlah berharap, apabila Dao Yang jangan sampai mengungkit nama 'Ding Xiang'. Hanya dengan begitu, semua akan menjadi jauh lebih baik. Terlebih menenangkan Ren Cheng yang yakin apabila ia tidaklah salah. Jika ingin menyalahkan, maka seperti apa yang diyakini Ren Cheng ... itu adalah Ding Xiang orangnya.

*****

Berada dalam suatu rumah makan sederhana tak jauh dari toko Weiyin, seorang wanita paruh baya baru saja menempatkan beberapa piring makanan di meja. Tidak terlihat pula banyak pelanggan berada di sekitar, semacam Dao Yang memang sengaja memilih rumah makan sepi ini, dan dikarenaka pemikiran ini pula Ren Cheng sedikit menyesal untuk mengikuti ajakan Dao Yang yang terus diam hingga wanita paruh baya yang diketahui pemilik dari rumah makan ini akhirnya pergi tinggalkan mereka berdua.

"Tanganmu sudah tidak apa-apa, bukan?"

Serta merta Ren Cheng melihat tangannya yang sempat patah beberapa tahun lalu, kecelakaan yang dialami hari itu masih sangatlah segar dalam ingatan. "Seperti yang kau lihat." Tangan yang pernah patah ini digeraknya, bahkan kemudian diangkatnya teko untuk tuangkan isian teh ke dalam dua cangkir yang tersedia. "Lagian hanya patah ringan, dan aku juga masih muda. Jadi ..." Berikan satu cangkir yang terisi penuh kepada Dao Yang. "mudah untuk sembuh, dan sama sekali tidak meninggalkan efek apa-apa."

"Aku sudah dengar dari Yun Bei, mengenai dirimu yang akhirnya telah melepaskan masa lalu. Bahkan kudengar pula bagaimana dekatnya dirimu dengan Hou Han. Sungguh syukurlah jika semua ini akhirnya terjadi."

"Jangan merasa begitu lega dulu, perasaanku pada adikmu masihlah belum bersih sepenuhnya. Hanya saja sekarang aku merasa semua tidak lagi seburuk dulu, setidaknya aku tidak lagi harus menghindar ataupun merasa aneh saat bertemu dengan adikmu, Jia Hou ataupun dirimu, Dao Yang." Dengan wajah tersenyum, Ren Cheng kembali berucap, "Karena perasaanku, aku telah banyak memberikan masalah dalam keluarga. Begitu juga padamu, Dao Yang. Maafkan aku."

"Harusnya aku yang meminta maaf, telah ikut campur dalam urusan kalian bertiga. Akan tetapi, ketahuilah semua yang kulakukan bukan hanya untuk kebaikan Yun Bei dan Jia Hou saja, melainkan juga dirimu. Sangat kuhargai perasaanmu terhadap Yun Bei, dan jika bukan karena Yun Bei menyukai Jia Hou, aku pasti sudah mendorong adikku itu untuk bersama denganmu. Hanya saja ... mungkin kau juga tahu, jika Jia Hou sekalipun tidak pernah hadir dalam hidup Yun Bei, apakah menurutmu adikku itu akan menyukaimu sebagai pria?"

"Aku tidak bisa menjamin Yun Bei akan membalas perasaanku, tapi ... mungkin ... peluangku untuk bersama akan lebih besar."

"Seseorang bisa bersama dalam hal apa pun, entah sebagai pasangan ataupun sebagai teman. Sementara dirimu, bukankah akan lebih cocok bersama untuk sebagai teman ketimbang pasangan?"

"Kenapa?"

"Ren Cheng, apakah kau tidak menyadari betapa sempurna dan tidak kekurangannya dirimu di mata orang lain? Kau punya keluarga hangat, tumbuh besar dalam cinta keluarga, serta kau tidak kekurangan apa pun dalam hal uang. Lantas bagaimana dengan Jia Hou? Apakah dulu Jia Hou memiliki semua itu?"

Tidak bisa dipungkiri, Jia Hou yang dulu memang tidak memiliki apa-apa. Tidak dengan keluarga hangat, tidak besar dalam cinta keluarga, bahkan kekayaan yang diperoleh oleh Jia Hou haruslah melewati masa-masa perjuangan panjang.

Namun, apa hubungannya semua hal ini dengan perasaan Yun Bei akan memilih siapa? Pun Dao Yang yang paham akan kebingungan Ren Cheng, dibuat seketika lanjut berucap. "Yun Bei juga berasal dari keluarga hangat, keluarga penuh cinta, serta berkecukupan bahkan dipandang terhormat. Saat bertemu denganmu yang memiliki kehidupan serupa dengannya, dan saat bertemu dengan Jia Hou yang serba berkekurangan ... menurutmu, apa yang dipikirkan Yun Bei?"

Tertunduk Ren Cheng dibuat oleh segala penuturan Dao Yang. Cukup tahu bagaimana harus menjawab, tetapi Ren Cheng lebih memilih diam dan berkutat lagi dengan pikiran. Seperti kenapa hal-hal ini tidaklah pernah terpikirkan? Sampai harus ia kembali mendengar ucapan Dao Yang sembari mengangkat kembali wajah tertunduknya.

"Perasaan menyukai seseorang memang adalah hal yang sulit untuk dijelaskan dan dipahami. Akan tetapi, dalam kasusmu ini aku bisa melihat bahwa sedari awal, tanpa harus memedulikan siapa yang lebih dulu mengenal Yun Bei di antara kalian dua bersaudara ... Jia Hou akan tetap menjadi pemenang. Bukan karena Jia Hou berkepribadian hangat, misterius, tampan, kaya, ataupun karena Yun Bei lebih sering habiskan waktu bersama Jia Hou. Menurutmu, Ren Cheng. Cinta itu apa sebenarnya? Bukankah untuk menyempurnakan sesuatu yang belum sempurna?"

Ren Cheng tidak mampu memberikan balasan apa-apa, apalagi sebuah jawaban. Jika pertanyaan ini didapatkannya di semasa lalu, masa di mana ia belumlah mengenal Yun Bei, dan juga belumlah pernah mengalami apa itu perasaan terluka oleh cinta tak berbalas. Mungkin saat ini ia akan mampu memberikan suatu jawaban, entah itu suatu ketidaksetujuan ataukah barangkali memiliki pendapat lain.

'Menyempurnakan sesuatu yang belum sempurna', bagaimana bisa Ren Cheng yang sekarang tidak bisa lebih dari setuju apabila hal ini adalah benar adanya? Dan melalui pandangan yang ditetapkan kepada Dao Yang, ia yang masih belum bisa mengembalikan keluh lidahnya hanya ingin Dao Yang tahu ... jikalau ia paham, dan jawaban yang bisa ia berikan adalah kesetujuan terlingkupi pula oleh rasa terima kasih. Karena barulah ia memahami kenapa Yun Bei lebih memilih Jia Hou, terlebih tidak peduli bagaimana sempurnanya Ren Cheng yang dahulu di mata orang-orang ... ia yang duluan mengenal Yun Bei tetap tidak akan pernah bisa mengalahkan Jia Hou. Tidak dengan kesempurnaan, melainkan dengan kekurangan.

"Karena sekarang kau telah memutuskan kembali pulang, berarti kau telah memutuskan untuk memulai segala halnya dari awal. Lupakan apa yang harus dilupakan, lanjutkan apa yang harus dilanjutkan dalam hidupmu." Dao Yang mengisi cangkir kosong Ren Cheng sembari kemudian lanjut berucap, "Jika menurutmu ada sesuatu yang mengganjal, ada sesuatu yang jika diungkit akan memancing emosimu untuk melonjak ... bukankah itu berarti ada sesuatu yang salah?"

Emosi yang melonjak, bahkan ingin menghindar. Ren Cheng sontak teringat bagaimana tadi saat bertemu dengan Xu Wei. Tepatnya saat di mana Xu Wei membawa-bawa nama seseorang untuk dibahas. Lantas, apakah di mata Dao Yang ... dari sudut pandang Dao Yang ... pria yang dihormati Ren Cheng ini memiliki pemikiran yang sama dengan Xu Wei? Benarkah harus temui wanita tersebut? Wanita yang kini ia ketahui adalah mantan pekerja dari Weiyin. Lin Ding Xiang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro