Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 34 - Perasaan dan Pengharapan Bodoh

Pagi yang indah untuk mengawali aktivitas, meskipun aktivitas yang dilakukan adalah dengan bekerja di hari minggu.

Namun, ketidakadanya aktivitas lain selain bekerja telah menjadikan ia untuk tak bisa memilih kapan itu hari kerja dan kapan itu hari libur. Segala hari baginya adalah sama, dan akan jauh lebih parah lagi apabila ia tidaklah menyibukkan diri. Entah ke mana pikiran akan berkelana, bawakan perasaan untuk kembali merasakan suatu ketidaknyamanan yang cukup menyesakkan.

Ia tak lagi tahu apakah rasa tak mengenakkan dalam hati tersebut dikarenakan kekecewaan telah dibohongi, dimanfaatkan ... ataukah diakibatkan oleh rasa sakit telah memendam sedikit perasaan kepada seseorang yang tak seharusnya. Atau justru semua dikarenakan ketidakadanya maaf yang didapatkan dari seseorang yang sudah semestinya meminta maaf.

Meskipun kejadian menyesakkan tersebut telah terjadi dua tahun lalu, tapi di setiap malam dan tidurnya ... ia seringkali melihat adegan malam itu dengan sangat jelas dan nyata seolah ia telah dikirim secara berulang kali ke hari itu, sebabkan luruhan air mata yang bahkan dalam tidurnya sekalipun tak lagi bisa ditahan.

"Jika kau ingin salahkan, maka salahkan perasaanku yang menyukai Yun Bei. Menjadikanmu bahan sandiwara ... menjadikanmu alat ... itu semua datang dari perasaanku yang memiliki rahasia."

Mendapat dan mendengar ucapan yang sedemikian rupa, apakah akan ada seorang wanita tidak terluka? Membisukan semua orang yang berdiri, tapi tidak dengannya yang hanyalah alat sandiwara untuk menutupi perasaan seseorang. Jadikan suara ledakan demi ledakan pada langit berkembang api di luar sana sebagai musik latar dari keterdiaman para anak muda dalam kediaman keluarga Wang ini. Yang bahkan hadirnya para orang tua, tidak lagi mereka sadari ... sampai nyonya rumah yang melihat wajah memucat dari menantunya, dan juga wajah menangis dari wanita bergaun lilac yang merupakan tamu, haruslah dengan sangat mempertanyakan apa yang telah terjadi?

Awalnya tidak ada yang bersedia menjawab, kebingungan menguasai wajah masing-masing dari mereka anak muda ini. Seperti mereka sedang berpikir, dan pikiran mereka adalah sama.

Bagaimana mungkin mengatakan masalah sesungguhnya? Akan jadi apa apabila para orang tua tahu jikalau dua tuan muda dari keluarga Wang ini menyukai satu wanita yang telah berstatus istri dari tuan muda pertama? Lalu bagaimana pula dengan Ding Xiang yang telah disakiti dan dijadikan alat dalam hal ini? Ke mana akan perginya harga diri Ding Xiang begitu para orang tua tahu? Dan sebelum pikiran-pikiran tersebut mencapai suatu kesepakatan untuk angkat bicara, Ren Cheng telah lebih dahulu angkat bicara dan memberitahukan segalanya seolah permasalahan pribadi hatinya terhadap Yun Bei adalah permasalahan orang asing di luar sana sehingga mudah baginya untuk memberitahukan pada para orang tua.

Ding Xiang yang merasa bukan bagian dari keluarga Wang, terlebih tidak pula ia ingin mendengar kembali topik Ren Cheng tersebut ... ia dengan sangat membawa diri menjauhi area dari ruang makan keluarga Wang ini. Akan jauh lebih baik berada di luar rumah saja, menarik dalam napas untuk kemudian diembuskan. Dapati kembang api yang menghiasi langit malam telah menghilang, sunyikan kembali dunia yang bahkan kembali menurunkan kepingan dari es. Rasakan embusan angin dingin yang menusuk hingga ke tulang, hentikan luruhan air mata ataupun pergerakan tungkai yang dimaksudkan untuk pergi tinggalkan kediaman keluarga Wang ini.

Sedangkan pendengaran samar-samar menangkap suara akan pertanyaan demi pertanyaan dari para orang tua yang semacam tak percaya, atau mungkin lebih kepada tidak bisa menerima apa yang barusan telah usai Ren Cheng beritahukan.

"Sulit bagiku untuk menerima kenyataan, dulu kukira semua akan mudah seiring berjalannya waktu, tapi hingga detik ini ...." Tercekat sudah suara oleh suatu getaran yang akhirnya meluruhkan air mata di sepasang netra Ren Cheng. "menyukai seorang wanita bersuami, aku tahu dengan betul jika hal ini akan menjadi aib apabila diketahui oleh orang luar, tapi apa kalian pikir hal ini mudah bagiku? Apa kalian pikir aku ingin terus terjebak dalam perasaan ini?"

Jia Hou yang masih setia berada di sisi sang istri sedari tadi, serta merta memejamkan sepasang netra seolah tak lagi tahan dengan ucapan adiknya ini. Kata 'Hentikan' pun begitu saja keluar dari balik mulutnya, tak lagi ingin mendengar ... terlebih tak ingin jadikan Ren Cheng terlihat begitulah tersudutkan di saat para orang tua dengan cukup jelas hendak mengatakan ataupun menyampaikan sesuatu yang dipahami Jia Hou setidaknya sebagai suatu hal tiada habisnya dalam waktu dekat.

Jia Hou juga yakin sekali apabila Dao Yang juga memiliki pemikiran yang sama, tak terkecuali pula dengan Yun Bei yang bagaikan telah lupa caranya untuk berbicara kini. Namun, berbeda dengan Ren Cheng yang justru ingin mendengar lebih lanjut hal apa yang akan dikatakan para orang tua.

"Tidak peduli apa yang akan kalian sampaikan padaku, aku akan menerima dengan baik. Hanya saja, jika kalian memintaku untuk meminta maaf pada Jia Hou ataupun Yun Bei ... ataupun jika kalian mengharapkanku untuk segera menyingkirkan perasaanku dan kemudian bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa, memaksaku untuk turut bahagia atas kehamilan Yun Bei ... maaf, aku sungguh tidak bisa melakukannya."

"Diamlah, Ren Cheng," ucap Jia Hou secara lebih tegas lagi. "Semua orang sudah paham tanpa harus kau katakan lebih lagi."

"Paham?" tanya Ren Cheng semacam tak percaya akan ucapan yang barusan didengarkan. "Apa para orang tua paham jikalau itu aku duluan menyukai Yun Bei? Jika waktu itu aku bersikap sedikit saja egois, apa menurutmu sekarang ini itu kau yang menjadi suami Yun Bei?"

"Waktu itu aku ingat dengan sangat jelas jikalau kau-lah yang telah merelakan Yun Bei padaku, tapi sekarang mendengar ucapanmu itu ... kenapa terdengar seperti aku-lah yang memaksamu untuk merelakan?"

"Maka salahkan situasi saat itu." Teringat bagaimana hari itu adalah hari di mana Jia Hou akhirnya berbaikan dengan sang ayah, dan bahkan bersedia memanggil 'Ayah'. Di hari di mana semua orang terlihat begitulah bahagia, tanpa dan terbebas dari masalah ... telah membuat Ren Cheng pada kesimpulan untuk merelakan orang terkasihnya jatuh ke tangan sang kakak. "Karena itu aku tidak bisa membencimu, apalagi menyalahkanmu dalam hal ini. Bahkan aku tidak bisa menyalahkan diriku sendiri. Semua yang bisa kulakukan hanyalah menghindar, bertingkah layaknya tidak terjadi apa-apa sembari menanti waktu akan membebaskan perasaanku."

Yun Bei menggeleng-geleng seakan tidak setuju dengan apa yang barusan Ren Cheng ucapkan, seperti bagaimana bisa menanti waktu untuk membebaskan perasaan apabila Ren Cheng sendiri begitulah menutupi perasaan dari orang lain yang hendak mencoba mendekat? Seperti Ding Xiang misalnya, seorang wanita yang telah diperalat Ren Cheng. Bagaimana kasihan dan malangnya Ding Xiang, apakah mungkin Ren Cheng sadar dan paham betul akan hal itu?

Namun, apa gunanya menyampaikan segala protes tersebut pada Ren Cheng saat ini? Semua hal telah terjadi, dan Ren Cheng sekalipun telah bersikap seakan dirinya-lah korban dan paling menderita. Bahkan ketika para orang tua, terutama ayah dan ibunya sendiri mengatakan beberapa hal yang tidak membenarkan sikapnya, Ren Cheng masihlah bersikap layaknya seseorang yang belum dewasa. Semacam Ren Cheng bukanlah Ren Cheng, seakan-akan pemikiran dan sikap dewasanya telah terhalangi oleh sesuatu yang menjadikannya lupa apa itu bersikap dewasa, siapa yang salah dan siapa yang patut disalahkan.

Kediaman dari keluarga Wang ini pun untuk ke sekian kalinya setelah beberapa tahun yang lalu, kini kembali mengalami keributan. Lantas, apakah suara keributan yang sampai terdengar di luar rumah ini masihlah mampu membuat wanita bergaun lilac ini tak kunjung pula pergi? Masihkah sepasang tungkainya membeku? Di saat hadirnya buliran air mata dari sepasang netra datangkan sesekali isakan tangis yang sejadinya ditahan, memerahkan hidung serta telinga dan bahkan kedua tangan yang seakan telah lupa bagaimana menusuknya udara dingin di malam tahun baru ini.

Akan jauh lebih baik lagi apabila dingin menusuk ini mampulah menutupi indra pendengaran, mampu mengembalikan kembali sepasang tungkainya untuk sesegera mungkin pergi menjauh dari kediaman keluarga Wang ini. Dengan begitu ... ia sendiri tidak perlu dan tidak harus bertemu muka dengan pria yang telah memperalatnya ini, tidak perlu pula untuk mendengar pria ini berucap, "Apa yang masih kau lakukan di sini? Kau sedang menguping dan diam-diam mentertawakanku? Atau kau sedang menunggu untuk mendapatkan maaf dariku?"

Mentertawakan? Ding Xiang sungguhlah tak paham sampai harus bertanya-tanya dalam hati, bagian mana dari wajahnya ini yang terlihat layaknya sedang tertawa? Tidakkah melihat bagaimana wajahnya masihlah basah oleh air mata? Apakah bukan hanya sikap dewasa saja, melainkan penglihatan Ren Cheng juga telah dibutakan situasi? Sampai benar saja Ding Xiang akhirnya dibuat tertawa, sungguh merasa jengkel dan merasa sangat tidak adil telah diperlakukan seperti ini oleh seseorang yang sudah seharusnya bersujud meminta maaf padanya.

"Apa kau tahu ... sikapmu hari ini telah menyadarkanku betapa rendahnya rasa sukamu itu kepada Yun Bei. Tak mengherankan apabila Yun Bei lebih memilih Jia Hou ketimbang dirimu ini ... sangat tak berperasaan, sangat kekanak-kanakan dan tidak sama sekali menampilkan sikap dari seorang pria yang patut untuk dicintai."

Bagai menuangkan minyak di atas kobaran api, Ren Cheng seketika mengikis jarak lebih dekat lagi pada Ding Xiang yang juga tak sama sekali merasa takut, bahkan berkedip sedikit pun tidaklah dilakukan. "Coba katakan sekali lagi jika kau berani?" kecam Ren Cheng, dan dengan sangat Ding Xiang pun menuruti dan mengulang kembali setiap kata yang diucapnya tadi tanpa meninggalkan satu kata pun.

"Kenapa? Haruskah aku mengulanginya lagi!"

Dicengkeramnya kedua bahu Ding Xiang, dan melalui sepasang netra melototnya, serta deruan napas yang memberat dikarenakan terbakar amarah, Ren Cheng berucap, "Akan kubiarkan sikapmu ini, karena kau tidak lagi berguna bagiku. Sekarang pergilah, dan jangan lagi pernah tunjukkan wajahmu itu dihadapanku." Dilepaskan cengkeraman, jauhkan diri beberapa langkah dari Ding Xiang semacam memenuhi apa yang barusan diucapkannya.

"Apa kau memang orang yang seperti ini?" Merasa sangat disayangkan sekali tadi ia sempat meluruhkan air mata, tidak percaya pula bagaimana bisa ia merasa terluka oleh pria dihadapannya ini. "Tidak heran kenapa kau pada akhirnya tidak bisa mendapatkan wanita yang kau cintai, dan harus memanggilnya kakak ipar."

Ding Xiang jelas tahu dengan sangat baik jikalau segala hal mengenai Yun Bei adalah luka terbesar dalam hati Ren Cheng, dan ketika mendapatkan suatu kecaman dari sepasang netra Ren Cheng yang kian menajam bagaikan dua anak panah siap menghunjam ... Ding Xiang taklah sama sekali memundurkan langkah ataupun menurunkan pandangan. Bahkan di saat tangan Ren Cheng terangkat, layaknya siap untuk menampar atau apalah itu yang tidak lagi ingin diketahui Ding Xiang. Karena apa yang ingin dilakukan Ding Xiang dengan membawa-bawa topik Yun Bei ini adalah jelas hanya untuk melihat dan menyiksa Ren Cheng sebagai ganti telah menjadikan dirinya sebagai alat dalam hubungan percintaan tak berbalas yang belumlah kunjung terselesaikan.

Tidak. Mungkin saja tidak akan pernah terselesaikan. Seperti bagaimana Ding Xiang di setiap tidurnya seringkali akan dihantui oleh kenangan masa lalu ini, terutama di bagian di mana ucapan Ren Cheng yang terdengar begitulah tenang dengan suatu keyakinan, kecaman, dan juga peringatan di dalamnya ... terus terngiang-ngiang bahkan ketika Ding Xiang telah terbangun dari tidur.

Seperti malam itu di saat Ren Cheng berbisik, dan tidak peduli bagaimana Ding Xiang berusaha untuk tak mendengar, Ren Cheng akan terus menekan kedua bahu Ding Xiang yang seakan tak lagi ingin melanjutkan aksi marahnya untuk tak bergerak, terbelalak dengan ketidakmampuan diri untuk bergerak. Tampak semacam udara dingin nan menusuk telah benar pada akhirnya menghentikan waktu, hentikan dua insan yang saling berpandangan ini untuk terus saling bertukar pandang.

"Luka pada hatimu itu, kekecewaan yang kau rasakan padaku. Dari mana asalnya? Jika dikarenakan aku berbohong dan menjadikanmu sebagai alat, maka aku bersedia menerima kemarahan dan penghinaanmu. Akan tetapi, jika dikarenakan kau menaruh perasaan padaku ... kau tidak pantas untuk marah, terlebih tidak pantas menilai kehidupan cintaku di saat cintamu sendiri tidak akan pernah bisa mendapatkan balasan apalagi didapatkan."

Bagi Ding Xiang, kenangan di tahun baru itu, ucapan bisikan yang didapatkan sungguhlah seperti suatu kutukan yang menjadikan kehidupan sehari-harinya tak bisa lepas barang sehari saja dari pria keluarga Wang itu.

Namun, hal yang paling bodoh dan paling tidak bisa diterima oleh Ding Xiang sendiri adalah saat di mana adakalanya ia akan merindukan dan bahkan berharap pria tersebut kembali ke kota Kunyang ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro