Chapter 30 - Suatu Ajakan Atau Undangan
Setiap hari melakukan aktivitas serupa, sepanjang waktu diisi hampir dengan berbaring di ranjang. Tiap kali telah tiba pada waktunya, perawat akan masuk memeriksa kondisi ataupun memberikan obat untuk di minum ataupun di suntikkan. Sementara ibu akan setia menemani tidak peduli pukul berapa waktu menunjukkan, menginap dan bahkan sibuk menyiapkan makanan enak yang bergizi dalam pemulihan luka dari kecelakaan.
Dokter telah menyampaikan jikalau semua baik-baik saja, meskipun bagian tangan kiri mengalami patah, sedangkan bagian leher juga mengalami cedera ringan. Namun, begitu sembuh akan dipastikan tidak menimbulkan efek apa-apa yang mampu mengganggu aktivitas. Pun pengunjung yang datang menjeguk hanyalah anggota keluarga saja, tak terkecuali Yun Bei juga akan sering datang untuk menemani ibu mertuanya ini, atau bahkan mengajak mengobrol Ren Cheng.
Setiap malam pun Xu Wei akan rutin datang, membicarakan mengenai penjualan wewangian yang berjalan baik sesuai dengan apa yang sudah diprediksikan. Tak sedikit pun Xu Wei berani menyebutkan nama 'Ding Xiang' atau apalah terkait wanita ini, tanpa sadar seminggu sudah waktu berlalu dan Ren Cheng akan siap meninggalkan rumah sakit yang seakan memenjarakan kebebasannya ini lusa nanti.
Sementara dingin dari cuaca yang menerjang, ditambah hujanan kepingan es di luar sana dari semenjak kemarin tidaklah berhenti. Memutihkan seluruh area dari kota yang menjadi perhatian dari ia yang duduk bersenderkan punggung memandangi jendela.
"Ren Cheng, bagaimana menurutmu?"
Terbengong-bengong Ren Cheng memandangi ibunya, dapati akan keberadaan dari Yun Bei dan juga Xu Wei yang menatapnya menanti jawaban. Namun, bagaimana harus menjawab? Di saat ia sendiri tidaklah mendengarkan apa yang telah menjadi pembicaraan ketiga wanita ini. Yang ia ketahui hanyalah mereka bertiga sedang membahas sesuatu terkait akhir tahun.
"Kurasa orang yang sakit tidak pantas memberikan jawaban apalagi keputusan, bukan?" Padahal cedera ringan pada bagian leher telah membaik, belum lagi patah dari tangan tidaklah seburuk itu yang akan mengganggu pergerakan dari tangan kanannya. Luka-luka luar pun telah mengering, yang mana pagi tadi perawat telah memberitahukan untuk tidak lagi menggunakan obat suntikan dalam menghilangkan rasa sakit. "Kalian putuskan saja apa yang menjadi pembahasan, abaikan aku yang ingin istirahat siang ini."
"Bilang saja kau tidak mendengarkan pembahasan kami, bukan?" tanya cepat Yun Bei, menggeleng-geleng tak percaya apabila Ren Cheng akan menggunakan alasan menjadi pasien ini untuk menghindar. Akan tetapi, itu jauh lebih baik daripada terus-terusan terdiam seperti beberapa hari lalu, sampai-sampai sang ibu bermaksud ingin memeriksa bagian kepala putranya ini untuk berjaga-jaga apabila ada cedera lainnya. Setidaknya, Ren Cheng yang sekarang telah terlihat layaknya Ren Cheng. "Akhir tahun ini, ibu bermaksud akan mengadakan acara makan malam keluarga, dan kau harusnya bisa hadir tanpa membuat alasan ini dan itu dikarenakan terluka. Xu Wei sekalipun telah menjamin kau pasti akan datang."
"Kenapa jadikan Xu Wei sebagai penentu aku akan hadir atau tidak?" Diarahkan pandangan kepada teman wanitanya ini, teringat sudah jikalau selama ini memang selalu Xu Wei yang dipergunakan sebagai alasan untuk kabur dari acara kumpul keluarga. Sekarang dikarenakan Xu Wei telah menjamin ia akan hadir, maka ia sendiri tidak lagi bisa beralasan selain bertanya, "Bagaimana denganmu sendiri, Xu Wei? Karena kau yang menjamin, bagaimana jika kau datang sebagai pasanganku?" Karena Ren Cheng tahu dengan betul, di acara kumpul keluarga tersebut obrolan perihal mengenai pasangan ataupun mencari pasangan pasti akan kembali dibawa-bawa.
"Maaf, aku akan ada janji penting di hari itu bersama ayahku. Kau cukup hadapi dan juga nikmati acara makan malam-mu," ucap Xu Wei sembari tersenyum, bisa diartikan sebagai senyuman mengejek ataupun penyemangat. Tergantung bagaimana si penerima senyuman ingin mengartikan.
Namun, masih bisakah tersenyum begitu dapati nama Ding Xiang dibawa-bawa? Tepatnya dibawakan oleh Yun Bei yang baru sadar apabila Ding Xiang belumlah pernah datang kemari menjeguk. Mengubah wajah Ren Cheng menjadi masam, diketahui segera oleh Xu Wei akan perubahan mendadak yang cukup kentara itu hingga Xu Wei mau tak mau beralasan dengan menjawab, "Itu ... itu karena Ding Xiang sangatlah sibuk sebagai penanggung jawab dari pembuatan wewangian."
"Kakakku saja sangat sibuk, tapi tetap saja memiliki waktu untuk berkunjung kemari biar kata sebentar. Bahkan kadang di sela waktu sibuknya, kakakku juga masih menyempatkan waktu untuk bertemu seseorang," ucap Yun Bei penuh arti, kata 'seseorang' yang dimaksudkan itu jelas mengarah kepada Xu Wei yang seketika bersemu. "Xu Wei, jangan terlalu mengekang kebebasan pribadi bawahanmu itu," lanjut Yun Bei yang kembali tersenyum, saksikan bagaimana Xu Wei kehilangan kata-kata.
"Ding Xiang? Apakah dia wanita yang waktu itu ikut menunggu Ren Cheng di ruang operasi?" tanya ibu tiba-tiba, dan Yun Bei seketika membenarkan. "Meski aku baru pertama kali bertemu waktu itu, bahkan tidak bicara banyak dengannya, tapi aku cukup yakin kalau wanita muda cantik itu adalah anak baik. Begini saja ... Ren Cheng, bagaimana jika kau mengundangnya ke acara makan malam akhir tahun?" ajak ibu penuh harap, siapa yang tahu dengan melalui acara makan malam ini akan ada banyak hal yang terjadi, terutama bagi sang putranya ini agar tak lagi sendiri di usia yang sudah seharusnya berkeluarga.
Akan tetapi, jawaban mengejutkan keluar dari mulut Ren Cheng dengan begitu ketus dan juga singkat, berucap, "Orang luar tidak pantas untuk hadir." Jadikan siapa pun yang hadir untuk seketika terdiam. Kala Xu Wei dan juga Yun Bei hanya bisa menggeleng, mencoba menghentikan sang ibu yang berusaha ingin mendapatkan penjelasan akan kenapa sikap putranya ini begitulah aneh. Bahkan Ren Cheng berucap menambahkan, "Jangan berpikir terlalu jauh, orang luar akan tetap menjadi orang luar." Tatkala baringkan tubuh dan pejamkan mata sembari pikiran begitu saja berkelana ke hari di mana pertengkarannya dengan Ding Xiang terjadi, terutama pertengkaran di hari sebelum kecelakaan tersebut.
Pernah beberapa dari perawat yang berkumpul di luar sana membicarakan mengenai seorang wanita muda diam-diam berkunjung dekati kamar Ren Cheng di setiap harinya, tapi tidaklah pernah masuk biar kata pintu kamar terbuka ataupun tidaklah ada siapa-siapa dalam kamar tersebut yang berkunjung. Hanya saja, dari semenjak dua hari kemarin ... wanita muda tersebut tidak lagi kemari.
Ren Cheng yang merupakan pasien, dan selalu berada dalam kamar, tidak mungkin tidak pernah mendengar percakapan dari beberapa perawat ini, bukan? Meskipun hanya samar-samar, setidaknya pasti pernah mendengar biar kata hanya sekali saja. Terlebih, dengan ciri-ciri yang disebutkan, Ren Cheng harusnya telah menebak siapa wanita muda itu. Bertanya-tanya pula kenapa dua hari belakangan wanita itu tidak lagi datang? Jadikan Ren Cheng sesekali suka memerhatikan bagian pintu kamar, bahkan ketika malam sekalipun ia tidak akan langsung tidur.
Untuk malam ini, setidaknya hanya malam ini saja. Ren Cheng yang ditemani sang ibu, tepatnya sang ibu yang telah terlelap dikarenakan hari memang telah larut. Ren Cheng masih memilih untuk tidak segera tidur, melainkan terus memerhatikan bagian dari pintu kamar yang tertutup, lihat dan perhatikan adakah sekiranya bayang-bayang seseorang hadir dari balik celah bawah pintu. Namun, tidak peduli waktu menunjukkan pukul berapa ... apa yang dinantikan Ren Cheng tidaklah ada.
Apakah Ren Cheng kecewa? Apakah Ren Cheng kesal? Entahlah. Ada hal-hal yang bahkan bagi Ren Cheng sekalipun sulit untuk jelaskan. Jadikan hari-hari terakhirnya di rumah sakit ini lebih mendung dari cuaca di luar sana yang terus menurunkan hujanan kepingan es. Dingin yang dirasakan seakan tidak lagi mampu diatasi oleh penghangat ruangan, berikan alasan kepada Ren Cheng untuk mengirim ibunya pulang saja ke rumah malam ini. Tidak tega melihat sang ibu yang terus-terusan menginap, apalagi jika nanti sampai jatuh sakit.
Sang ibu yang awalnya enggan pun akhirnya menuruti. Tidak tahan apabila membuat putranya yang dalam masa pemulihan ini terus khawatir. Yang mana seperginya ibu tinggalkan rumah sakit, Ren Cheng meminta pada salah satu perawat yang berkeliling untuk membiarkan pintu kamar tidak perlu ditutup rapat. Tentu perawat tak serta merta menyetujui mengingat udara luar yang dingin, tapi dengan keinginan teguh Ren Cheng ... perawat tersebut tidak lagi bisa membantah.
*****
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Aktivitas di luar kamar tidak lagi terdengar, bahkan lalu-lalang dari perawat pun tidak lagi terdengar. Dengan suasana sesunyi ini, ia yang sendirian berada dalam kamar tidaklah bisa tidur. Bahkan berbaring saja tidak, dan malah duduk bersenderkan punggung dengan sepasang netra tertuju pada pintu kamar. Entahlah telah berapa lama ia melakukan hal ini, hingga secara tiba-tiba diembuskannya napas dari balik mulut yang memperlihatkan sedikit uap putih.
"Kau sungguh tidak akan kemari lagi? Setelah harusnya tahu malam ini adalah malam terakhirku di sini." Tidaklah ia tahu kenapa berucap demikian, terlebih tidaklah tahu kenapa harus menunggu seperti ini. Lagian apa gunanya jika wanita itu kemari? Tidak akan pula membuat tangannya sembuh begitu saja, bukan?
Maaf, menjadi kata yang ditekankan olehnya kemudian. Ia memang tahu telah berbuat salah pada wanita bernama Ding Xiang tersebut, tapi dengan sikap Ding Xiang di hari sebelum kecelakaan tersebut, bukankah wanita itu juga harus mengucapkan maaf pula? Dan meskipun memang betul kecelakaan ini terjadi bukanlah kesalahan Ding Xiang, tapi setidaknya wanita itu pasti memiliki sedikit rasa bersalah ataupun pemikiran apabila kecelakaan terjadi memang ada hubungan dengan pertengkaran mereka.
Selain itu, tiga hari yang lalu. Di saat ayah dan juga Dao Yang secara kebetulan datang menjeguk. Ren Cheng telah memberitahukan kepada sang ayah untuk tidak perlu membawa masalah kecelakaan ini hingga ke hukum. Cukup biarkan pihak keluarga pelaku bayarkan sejumlah biaya kerusakan ataupun rumah sakit sebagai ganti ruginya. Pun saat itu ayah tidak menanyakan lebih kenapa membiarkan masalah ini begitu saja, seakan sebelumnya ayah memang memiliki pemikiran serupa dengan putranya ini.
Seketika lamunan Ren Cheng menghilang, dapati seorang perawat masuk ke dalam kamar memeriksa apa yang perlu diperiksa seperti cairan infus misalkan. Mana tahu begitu Ren Cheng arahkan kembali pandangan ke pintu yang setengah terbuka sana, ia telah menangkap bayang-bayang seseorang hadir. Tanpa berpikir lebih lagi, mulut Ren Cheng seketika berucap, "Suruh seseorang yang di luar sana masuk temui aku." Beritahunya kepada si perawat, untuk kemudian melanjutkan, "bahkan jika orang itu menolak, suruh dia masuk."
"Tapi sekarang sudah malam, jam berkunjung telah usai. Bagaimana jika saya meminta kenalan Anda untuk datang besok saja?"
Ren Cheng tidak mau tahu, seakan hari ini adalah pertemuan yang harus terjadi. Jika harus menunggu besok, maka cerita akan lain lagi. Itu mungkin dirinya yang tidak ingin bertemu. Maka dari itu, dan tanpa berucap apa-apa lagi. Cukup dengan berikan pandangan mengintimidasi, perawat tersebut akhirnya menutup rapat mulutnya seraya menarik diri keluar tinggalkan kamar.
Alhasil, permintaan terpenuhi kini, tapi Ren Cheng tidak sama sekali arahkan pandangan langsung kepadanya. Tidak juga mengatakan apa-apa, atau bahkan ada keinginan untuk memulai percakapan dahulu. Yang Ren Cheng lakukan hanyalah duduk bersenderkan punggung dengan bersila tangan, sementara pandangan difokuskan pada jendela yang memperlihatkan hujanan kepingan es nan memutih. Memperlihatkan pula pantulan bayangan dari dirinya sendiri, dan juga seseorang yang menemaninya ... wanita bermarga Lin, Lin Ding Xiang.
Didiamkan seperti ini selama beberapa menit, terlebih dalam ruangan kamar yang teramat sepi. Rasa dingin dari luar sana saja sudah cukup terasa, lantas haruskah merasakan dingin yang lebih dingin dari cuaca di luar sana? Ding Xiang yang baru saja pulang bekerja bahkan tidaklah menggunakan sarung tangan, masih terlihat dengan cukup jelas akan bagaimana kedua tangan tersebut memerah. Bahkan tak jarang akan gemetar. Sama seperti bagaimana arah pandang dari sepasang netra yang ditujukan kepada Ren Cheng, bergetar dengan rasa takut yang jadikan mulut pun ikut mengatup rapat.
"Apa maksudmu dengan datang kemari, tapi hanya mengintip dari balik pintu?" tanya Ren Cheng memulai, barulah sepasang netra yang sedari tadi dijatuhkan pada jendela berakhir dialihkan sudah langsung kepada Ding Xiang. "Hari itu ... jika kita tidak bertengkar, mungkin saja kecelakaan tidak akan sampai sebesar ini." Sengaja Ren Cheng ucapkan demi memancing rasa bersalah Ding Xiang lebih besar lagi, terlebih Ren Cheng memiliki pemikiran tersendiri hingga haruslah melakukan hal ini.
"Aku ... aku hanya tidak tahu bagaimana harus menghadapimu ... tidak tahu pula apakah dengan meminta maaf akan cukup." Wajah tertunduk, dilupakan sudah bagaimana rasa kesalnya karena telah dibohongi dalam kasus penangkapan Su Yao. Bahkan diingat dengan jelas, akan bagaimana Ren Cheng belumlah pernah sekalipun mengatakan 'maaf' kepadanya, dan sekarang malah ia sendiri yang harus mengatakan kata itu dengan suara yang teramat kecil. Setidaknya beruntung kamar ini sepi, sehingga tidak perlu baginya mengulangi kata yang harusnya telah didengar oleh Ren Cheng. "Jika menurutmu ucapan maaf saja belum cukup, katakan saja apa yang kau inginkan dariku sebagai penebusannya."
Tidak ada balasan yang didapatkan, Ren Cheng bertindak layaknya sedang berpikir dalam, atau bahkan sedang menimbang-nimbang akan suatu hal yang entahlah apa itu. Bahkan ketika beberapa menit telah berlalu sekalipun, tidak pula Ren Cheng mengatakan apa-apa. Sedangkan hari kian jatuh ke larutnya malam, Ding Xiang jelas tidak lagi bisa berlama-lama di sini dan harus segera pulang jika tidak ingin kedua orangtua-nya kian atau akan sangat khawatir. Belum lagi besok adalah hari di mana ayah dan ibunya akan kembali pulang ke Kunming.
Memikirkan akan bagaimana ayah dan ibu akan merasa khawatir, telah berikan Ding Xiang semacam suatu keberanian untuk mengatakan pamit kepada Ren Cheng. Hanya saja, begitu beberapa langkah menjauh dilakukan, Ding Xiang hentikan langkah untuk kemudian berucap, "Selain itu ... tidak perlu buru-buru memikirkan apa yang ingin kau mintai dariku." Karena memang tidak ada batasan waktu yang ditetapkan olehnya, terlebih Ren Cheng sedang berada dalam masa pemulihan.
Dengan begitu Ding Xiang seketika menarik diri kembali. Rasa bersalah yang dipendamnya belakangan ini akhirnya terangkat sudah, termasuk beban yang mengganjal dalam hati ikut serta. Tak terkecuali rasa kesal dari masalah sebelumnya pun terangkat sebagaimana ia telah memaafkan Xu Wei, maka begitu mudahnya pula ia memaafkan Ren Cheng.
Hanya saja, begitu indra pendengarannya menangkap akan suatu ucapan dari permintaan Ren Cheng ... keinginan Ding Xiang untuk tinggalkan kamar rumah sakit ini tertunda. Merasa apabila ia tidaklah begitu jelas mendengar, ataukah mungkin ucapan Ren Cheng tadi terlalu cepat? Ataukah justru dirinya-lah yang masih tak percaya atas apa yang didengarkan sehingga perlu meminta Ren Cheng untuk mengulangi kembali ucapan barusan.
Dengan mudahnya Ren Cheng mengulangi dengan nada santai, tapi diisi pula dengan suatu pengharapan. Bahkan tak segan Ren Cheng sedikit lebih melambatkan ucapannya.
"Datanglah ke acara makan malam akhir tahun keluargaku ... perkenalkan dirimu sebagai pasanganku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro