Bab 16. Apa Lagi Ini?
Daku belum cek typo. Jadi, kalo nemu typo kasih tau, yes. Aahahaha. Tencuuu!
Happy reading, gess!
•
•
•
"Gila, yah? Lo ngapain ngerepotin gue, sih?" Rayyan, ah, maksud Savana Arvi yang baru datang langsung mengomel tidak jelas membuat Savana memutar bola mata malas.
Savana tahu, Arvi pasti sangat malas datang ke rumah Savana sepagi ini. Apalagi tadi malam ia menyuruh Arvi menyiapkan catatan apa pun sebagai alasan.
"Itu cuman sebagai alasan." Savana berbicara pelan. "Gue minta lo ke sini buat bicara sesuatu yang penting."
Mendengar ucapan Savana, membuat kening laki-laki itu berkerut dalam. "Mau ngomong apa?"
"Lo ... Rayyan, 'kan? Lo berasal dari dunia yang sama kayak gue. Bener, kan?"
Ya Tuhan ... semoga jawaban Arvi sesuai sama apa yang Savana harapkan. Sungguh, Savana ingin pulang. Ia rindu enyak, rindu kamar, bantal, guling, Savana rindu semuanya. Bahkan, Savana merindukan toiletnya. Tempat kedua Savana untuk melanjutkan tidur.
"Maksud lo? Gue dan lo berasal dari dunia yang sama?" Arvi terkekeh. "Na, sadar. Lo masih tidur apa gimana, sih? Kita kan emang berasa dari dunia yang sama. Lo pikir dunia itu ada berapa, sih? Aneh banget pertanyaannya."
Mendengar jawaban santai Arvi membuat bahu Savana merosot. Ia kehilangan harapan. Bagaimana ini? Arvi yang semula ia sangka bernasib sama dengannya, yaitu bertransmigrasi ke dalam tokoh novel, ternyata salah besar.
Yang bertransmigrasi di sini hanya Savana Dinescara. Tidak dengan yang lain. Itu artinya, ia akan melalui segalanya sendiri. Menghadapi berbagai kesialan serta mencari jalan keluar dari segala masalah sendiri.
"Kenapa lo diem aja?"
"Lupain." Savana beranjak. "Mending lo pulang aja."
Enggak berguna juga kan Arvi di sini. Laki-laki itu bahkan malah membuatnya semakin pusing. Lalu, apa yang harus Savana lakukan? Sumpah, rasanya Savana ingin menukar otak macam Patrick agar bisa cerdasan dikit.
"Dari dulu enggak pernah berubah. Heran." Arvi berdiri. "Habia pulang dari pantai, lo harus bawain gue oleh-oleh sebagai ucapan terima kasih dan maaf lo. Enak aja lo ngerepotin gue, tapi gue enggak dapat apa-apa."
Rayyan tetap Rayyan. Laki-laki ngeselin bin nyebelin yang pernah ada. Savana sebenarnya bingung, kenapa ia bisa bersahabat dengan laki-laki itu sampai bertahun-tahun lamanya?
"Iya-iya. Nanti gue bawain Tuan Krab sama resep rahasianya." Savana menyahut asal, membuat Arvi menjitak kepala cantiknya.
"Ngaco!"
Savana terbahak. Ya, habisnya, siapa suruh nyebelin. Pakai minta oleh-oleh segala pula. "Nanti laki gue yang beliin. Sekarang, lo pulang. Bobo ganteng aja. Soalnya gue mau berangkat sekarang sama Jonas. Ngomong-ngomong makasih catatannya."
Kemudian, Savana berdiri meninggalkan Arvi beserta sumpah serapahnya. Iseng, Savana membuka buku catatan berwarna kuning yang dibawakan Arvi tadi.
Halaman pertama, ada nama Savana dan Jonas sesuai keinginannya. Halaman berikutnya ada tulisan; Savana emang jelek. Seketika Savana menutup buku itu karena ia sudah yakin kalau isi dari halaman berikutnya dan berikutnya lagi hanya ungkapan isi hati Arvi. Berupa sumpah serapah mungkin? Entahlah, Savana juga tidak peduli.
"Arvi udah pulang?" Jonas bertanya saat Savana masuk ke kamar.
"Iya, Mas. Udah pulang dia," sahutnya sembari meletakkan buku itu ke dala lemari. "Berangkat sekarang, Mas?"
"Aku belum mandi, Yang."
Eh, buset! Savana udah cantik begini dan suami fiksinya belum mandi? Heh! Yang benar saja? Ya Tuhan ... sebenarnya apa yang dilakukan Jonas sedari tadi?
"Kamu tadi bangunin aku, loh, Mas. Tapi kenapa kamu belum mandi?" Savana berjalan menghampiri pria itu. "Mandi, Mas."
"Mandiin, yah?"
Mata Savana terbelalak. Enak saja! Mata Savana ini masih polos, yah. Enggak mungkin dong Savana mandiin bayi gede macam Jonas ini. Bisa-bisa, mata dia enggak suci lagi.
"Enggak, ah, Mas. Mandi sendiri aja, deh. Aku udah cantik gini. Lagian, ya, Mas, aku males kalau harus ganti baju lagi. Jadi ... kamu mandi sendiri aja, yah? Nanti, rambutnya biar aku yang keringin."
Jonas mendesah kecewa. "Ya, udah, deh. Aku mandinya lima menit. Tapi kamu harus keringin rambutnya sepuluh menit, yah? Plus jatah aku nambah."
Jatah? Jatah apa? Perasaan Savana sedang atau tidak akan membagikan makanan, lalu untuk apa Jonas meminta jatahnya ditambahin?
Ah, sudahlah. Terserah apa kata suami fiksinya itu. Lebih baik Savana membersihkan kamar ini. Ya, meskipun rasa malas kembali menyelinap, tapi Savana tetap melakukan tugasnya.
Selagi merapikan kamar, Savana kembali memikirkan kesialan apa yang akan menghadangnya nanti? Ah, memikirkan itu jadi membuat Savana pusing sendiri. Karena ia pun tidak bisa menebak-nebak apa yang akan terjadi.
"Keringin, Yang!" Savana tersentak ketika Jonas menarik tangannya, lalu pria itu menyerahkan handuk kecil setelah Jonas duduk.
Savana mengangguk, kemudian gadis yang menggerai rambut panjangnya itu segera mengusapkan handuk ke rambut Jonas dengan lembut. Demi suara beo enyak, Savana tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya.
"Udah, Mas." Savana kemudian menaruh handuk ke dalam kamar mandi. Sementara Jonas beranjak, mengenakan pakaian yang sudah disiapkan oleh istrinya tersayang.
"Kita berangkat sekarang, yah." Jonas berkata setelah pria itu selesai bersiap. Sumpah demi apa pun, kenapa Jonas ini tampan sekali? Lama-lama iman Savana goyah juga. Aduh, Savana jadi takut. Bagaimana kalau nantinya ia benar-benar jatuh cinta pada Jonas?
"Iya." Kemudian, Jonas menggenggam tangan Savana, membawa istrinya keluar dari kamar.
"Selama liburan nanti, aku enggak akan ngurusin kerjaan aku. Jadi, kita punya waktu banyak buat berduaan sama ... bikin dede gemes!"
Eh, buset! Apa tadi dia bilang? Bikin dede gemes? Itu artinya—
"Kalian mau liburan? Berdua?"
Langkah Savana dan Jonas terpaksa terhenti saat mereka baru saja keluar dari rumah ketika suara yang amat sangat familier menyentuh indra pendengaran.
"Eh, Mama."
Ya Tuhan ... medusa ini mau apa? Apa jangan-jangan ....
"Mama sama Laura mau ikut. Kalian enggak boleh pergi berdua aja."
Astaga! Wanita ini. Maksudnya apa coba? Mau mengacaukan liburan Savana atau gimana? Hih! Tangan Savana jadi gatal ingin menutup mulut medusa tua itu dengan tikus.
"Loh, kenapa dadakan gini, Ma?" Kali ini, Savana yang bersuara.
"Ya, karena Mama mau ikut. Iya in aja apa susahnya, sih?"
Savana mentapa Jonas sesaat, lalu memalingkan wajah ke arah lain. Rasanya ia ingin menangis saja. Ya Tuhan ... kapan, sih, dewi keberuntungan mau berteman baik dengannya?
Lantas, apa yang akan terjadi nanti setelah dua medusa ini ikut bersama mereka?
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
16.10.2020.
Nyempetin ngetik biar ga kutang lagi. Hahahhaa.
Ze mau minta maaf kalau feel di bab ini rasanya macam permainan ular tangga yang kerjaannya naik turun.
Ngetik dua ribu kata itu enggak mudah buat ze🤣 karena biasanya ze selalu mentok di seribu kata. Bahkab bisa kurang. Dan sekarang, karena ze harus dobel apdet, jadi ze ngetik sebanyak dua ribu kata lebih. Huhu.
Ngomong-ngomong ini juga belum ze cek typonya.
See u next chapter, ya!
Ze sayang kaleannn💋💋💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro