Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. Ini Enggak Mungkin!

Savana memukul wajah berkali-kali saat netranya menangkap sosok yang kini sudah menjadi raja penguasa di hatinya. Ya Tuhan ... ini serius? Jonas ... dia ada di sini!

"Aku gak nyangka kita bakal ketemu di sini, Mas." Terlampau bahagia membuat Savana tak acuh dengan ekspresi dari Rayyan, lalu dengan tergesa ia turun dari brangkar.

Serius, Savana sudah rindu berat dengan suami tampannya itu. Masa bodoh jin mana yang membantu Jonas pergi ke alam Savana. Intinya Savana senang atas kehadiran pria itu.

Namun, kita Savana mencoba berjalan ke arah Jonas, tiba-tiba saja sepatu kurang asem milik Savana membuatnya nyaris terjatuh jika tidak ada tangan sekokoh bangunan rumah tangga itu menyangga tubuhnya.

"Hati-hati." Jonas berujar datar, membuat kening Savana berkerut dalam, mencoba mengingat kesalahan apa yang ia lakukan hingga suami fiksinya itu bersikap demikian.

"Mas? Kamu—"

"Na! Lo kenapa, sih?" Suara Rayyan menghentikan ucapan yang ingin Savana lontarkan. Lantas dengan perlahan Jonas membantu Savana berdiri.

Masih dalam mode tak acuh, Savana kembali berkata, "Gimana caranya kamu bisa ada di dunia aku?"

"Maksud kamu apa? Saya enggak ngerti." Kening Jonas berkerut, lantas dia menatap Rayyan yang berdiri tak jaub dari kami. "Teman kamu habis kesurupan atau gimana?"

"Kesurupan?"

"Kamu lupa? Sebelum pingsan kamu marah-marah sama saya. Terus ngatain saya vampire karena sudah ngasih kamu hukuman."

Demi mata Plankton yang berubah dua ketika memantau keadaan sekitar, Savana tidak mengerti kenapa Jonas tidak mengenalinya, dan ... apa tadi? Jadi Jonas ini adalah panitia menyebalkan yang menghukumnya di hari pertama OSPEK?

Ya Tuhan! Tolong minta malaikat mengambil otak Savana sebentar, lalu dicuci di telaga Kautsar agar ingatannya kembali pulih. Dab ia tidak menjadi orang bodoh seperti ini.

"Dan satu lagi. Nama saya Raven, bukan Jonas apalagi Mas. Kamu pikir saya mas batangan yang bisa dijual di tanah abang?"

Fix! Otak Savana memang tidak beres.  Kacau! Ya Tuhan, jadi, ia harus bagaimana? Apa Savana harus menjunjung gengsi lalu pulang bersama Rayyan yang bahkan menolak untuk membantu? Atau ... ia menelan gengsi dan pulang bersama Jonas? Ah, maksudnya Raven.

"Na, lo pulang bareng Raven, yah. Lagian gue takut kalo lo pulang ikut gue, nanti yang ada lo jatuh terus mati. Entar siapa yang gantiin posisi sahabat gue yang paling malas?" Rayyan berkata sembari berjalan keluar, hingga tersisalah dua makhluk berbeda jenis itu di ruang kesehatan.

"Kayaknya setelah pingsan kaki kamu berubah jadi Nutrijel, sampai-sampai kamu enggak kuat berdiri kalau gak dibantu sama saya," ujar Raven membuat Savana terbelalak. Lantas cepat-cepat ia menjauhkan diri dari laki-laki itu. Namun, nahas, Savana justru nyaris tersungkur karena kakinya kesemutan.

Semut sialan! Enggak senang banget kalau Savana bisa berjalan sendiri.

"Nah, kan. Kalau enggak mampu, enggak usah berlagak mampu, Savana. Gengsinya disimpan dulu. Enggak cocok kamu keluarin di saat seperti ini." Setelah melontarkan kalimat tersebut, Raven membalikkan tubuhnya, lalu ia meminta Savana untuk naik ke pundaknya.

"Gue bisa jalan sendiri."

"Gak usah nolak. Saya tau kamu gak bisa. Kecuali kamu punya tongkat ajaib yang bisa membuat kaki kamu tidak seperti Nutrijel lagi." Savana mengangkat tangannya, bersiap menggeplak kepala laki-laki songong yang berjongkok di hadapannya ini. Namun, keinginan Savana terhenti saat indra pendengarannya kembali menangkap suara Jonas.

"Ayo naik. Saya sudah siap jadi pesawat kamu, dan kamu masih mikir?"

Baiklah emosi, tolong tahan sebentar agar tidak meledak di sini. Nanti, setelah kaki Savana sudah tidak kesemutan lagi, ia berjanji akan mencabuti bulu kaki ini.

"Sabar!" Savana berkata ketus, kemudian ia naik ke punggung Raven, lalu melingkarkan tangan ke leher laki-laki itu, membuat Savana berpikir, ini kalau Savana mencekik Raven, dia bakal mati enggak, yah?

"Besok jangan datang terlambat." Raven berkata setelah mereka berada di parkiran, lantas laki-laki itu menurunkan Savana di samping mobil Innova putih, lalu membuka pintu mobil dan membantunya duduk.

"Saya nganter kamu pulang karena saya mau bertanggung jawab. Itu aja."

Savana melirik Raven sesaat, lantas ia kembali menantap jalan di hadapannya. Masa bodoh dia mau berkata apa, Savana juga tidak peduli. Karena ada hal lebih penting yang harus ia pedulikan.

***

"Gue masih gak ngerti." Savana berujar sembari membaringkan tubuh di ranjang. "Kok, bisa, Raven itu jadi Jonas? Maksudnya, kenapa muka Raven itu mirip Jonas?"

Serius, deh, Savana benar-benar enggak mengerti. Apa jangan-jangan selama Savana nulis, ia membayangkan wajah Raven? Ah, enggak taulah. Lama-lama kepala Savana bisa pecah karena mikirin itu. Kan kasihan otaknya enggak punya tempat tinggal.

"Na, makan!" Baru saja Savana ingin terbang ke alam mimpi, eh si enyak udah manggil aja nyuruh makan.

"Iya, Nyak!"

Sebanarnya Savana malas keluar kamar karena ia butuh istirahat. Tapi, ia harus tetap menuruti perintah enyak jika tidak mau menjadi Savana Kundang yang dikutuk jadi berlian.

"Kenapa gak bawain ke kamar aja, sih, Nyak? Kan aku masih lemes," keluh Savana ketika bokongnya menyentuh permukaan kursi.

"Kamu lupa sama peraturan rumah?"

Savana mendengkus. Mana mungkin ia melupakan perturan rumah yang dibuat enyak lalu ditulis di kertas besar dan menempelnya di kamar. Katanya biar Savana selalu ingat.

"Gak boleh makan di kamar." Savana menyahut malas. "Tapi, Nyak ... aku kan lagi sakit."

Tanpa memikirkan perasaan anaknya, Enyak Hindun dengan tega memukul kaki Savana hingga membuat gadis itu meringis.

"Kaga. Kaki lu udah sembuh. Ayo makan!" Kemudian enyak menarik tangan Savana hingga mereka berada di meja makan.

"Kata Rayyan, lu pingsan di kampus sampai berjam-jam." Enyak berbicara sembari meletakkan lauk di piring nasi Savana.

"Iya, Nyak. Kaga ngarti juga, kenapa Savana bisa pingsan selama itu." Dan ia juga tidak mengerti kenapa bisa masuk dunia novel yang ia tulis sendiri.

"Oh, iya, Na. Enyak mau bilang. Masa enyak ngeliat elu tadi di halte depan. Pas enyak manggil kaga nyaut-nyaut." Enyak berujar usai meneguk air putih.

"Hah? Kok bisa, Nyak? Pan Savana di kampus. Halusinasi kali, Nyak."

"Kaga, Na. Enyak sering, deh, kayak begini. Waktu lo makan di dapur, padahal lo udah izin ke kamar buat nulis."

Savana menggedikkan bahu tak peduli. Eh, jangan salah paham. Savana bukannya mau jadi anak durhaka. Tapi enyak memang sering halusinasi begitu. Enggak sekali dua, tapi berkali-kali. Kan wajar kalau Savana mengabaikan.

"Besok Savana kudu berangkat setengah enam, Nyak." Savana berkata ketika ucapan si sipit kembali terngiang di telinga.

"Tumben rajin."

"Kalau enggak dihukum, aku juga bakal datang jam delapan, Nyak."

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

31.10.2020.

Mayan utang satu terbayar. Sisanya nyusul biar gak gantung.

See u next chapter!

Ze sayang kaleannn💋💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro