08 • Jangan
Alana masuk ke rumah dan langsung berjumpa dengan lelaki yang kemarin datang kemari. Alana meliriknya dengan sinis, menandakan ia tak suka akan kehadiran cowok berandalan itu.
"Ngapain lo ke sini lagi?" Suara Alana menggema di sudut ruang tamu. Regan yang awalnya tengah memainkan ponsel sambil duduk di sofa, kini ia mengalihkan pandangannya ke Alana.
"Gue udah bilang ke lo, gue gak mau liat muka lo lagi. Kenapa lo ngeyel banget sih?" ucap Alana mulai marah.
Regan bangkit dari sofa, menghampiri Alana dengan senyuman jahil di wajahnya. Senyuman yang benar-benar tidak Alana sukai. Senyuman itu penuh misteri, sungguh menyebalkan.
"Gue kangen lo, Alana." Regan mengaku. "Alesan gue dateng ke sini karna gue pengen ajak lo jalan. Gue pengen kita lakuin sesuatu yang awalnya sering kita lakuin. Pergi ke bioskop, dinner, jalan-jalan, pokoknya semuanya. Emangnya lo gak kangen semua itu, Na?"
"Enggak." Alana menjawab tanpa ragu. "Kalo lo kangen lakuin itu, lo bisa ajak perempuan lain. Lo nggak perlu ajak gue karna lo tau sendiri, gue bakal nolak apapun ajakan lo!"
"Na, kenapa sih?" Regan maju selangkah ke arah Alana. "Kenapa lo segitu bencinya sama gue?"
"Gue males berurusan sama lo. Gue nggak mau liat muka lo lagi, Regan!" Alana membentak, napasnya memburu. "Pergi dari rumah gue sekarang."
Regan menggeleng sambil tertawa paksa. "Gue gak bakal pergi sebelum lo kabulin keinginan gue."
"Lo bukan siapa-siapa gue. Lo nggak berhak minta ini-itu sama gue karena gue nggak bakal mau kabulin semua itu!" Alana tak kuasa menahan amarahnya, ia sudah senewen hanya dengan melihat wajah Regan.
Regan terdiam. Bola matanya yang hitam legam itu memandang Alana dengan tatapan mendalam. Yang terjadi selanjutnya, Regan membungkuk dan langsung mengangkat tubuh Alana ke bahunya. Regan membopong tubuh Alana di bahunya yang kekar dan berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dia.
"Lepasin!" Alana meronta. Luka di lututnya membuat sulit bergerak cepat. "Lepasin gue, Regan! Turunin gue!"
"No, Honey. I won't." Regan tersenyum jahat. Senyuman yang Alana benci semenjak mereka telah resmi memutuskan hubungan.
"PAK SAT-- AH!!" Alana memekik ketika Regan memukul pahanya. Tidak terima karena disentuh oleh Regan, Alana memukul-mukul punggung Regan dengan keras berusaha agar cowok itu menurunkannya dari gendongan. Alana menangis.
"Percuma. Satpam lo itu lagi pergi beli makanan buat gue. Percuma lo teriak," ucap Regan.
"Lepasin gue!!" Alana masih terus mencoba untuk membebaskan diri. Walau usahanya terlihat sia-sia.
"Kamar lo di kunci nggak?" Regan bertanya seperti tak memiliki dosa. Pertanyaan itu pun membuat tangis Alana semakin menjadi.
"MAMA!!!" Alana memekik histeris. Mengapa di saat-saat seperti ini tidak ada satupun orang yang menolongnya. Mengapa kejadian seperti ini harus terjadi lagi. Bahkan, ini adalah rumahnya sendiri.
Ceklek.
Pintu kamar Alana terbuka. Regan tersenyum lebar, sebab sebelumnya ia berpikir kamar Alana terkunci. Ternyata, keberuntungan masih ada dipihaknya. Dan sepertinya Dewi Fortuna mengizinkannya untuk melakukan ini pada Alana.
"Jangan masuk kamar gue!" Alana menggertak. "Jangan masuk!!"
"Terlambat. Gue udah masuk-- oh ralat, kita udah masuk." Senyuman nakal itu semakin terlihat jelas di wajah Regan.
"Lo mau ngapain sih!" Alana bertanya dengan nada membentak. "Jangan berani macem-macem sama gue, Regan!"
"Gue nggak macem-macem, Sayang. Gue cuma mau 'main' sama lo." Regan tertawa sinis. "Pasti lo bakal suka sama permainan ini."
Tak diduga, Regan melempar Alana ke atas kasur. Alana meringis, tentu saja, karena tadi pagi tubuhnya baru saja dibanting ke lantai dan sekarang ia dibanting ke kasur. Alana hendak bangkit dari posisi semula, tapi Regan menahannya dengan kuat. "Mau kemana? Kita belom 'main', Sayang."
"Apaan sih!" Alana melepas tangan Regan dari bahunya. "Lo nggak bisa perlakuin gue seenak jidat lo. Pergi lo dari kamar gue!"
"Enggak mau." Regan menampilkan wajah konyolnya, sok imut, bikin enek.
"Pergi!!" Alana teriak lagi, membuat air matanya semakin jatuh berderai.
"Gue bilang gak mau, ya gak mau!" Nada bicara Regan naik satu oktaf seraya ia mendorong baru Alana. Alhasil, Alana kembali terlentang di kasur. Dan pada saat itu, Regan langsung menahan tubuh Alana untuk tidak bergerak dengan cara duduk di atas perut Alana.
Alana lantas terkejut bukan main. Ia meronta, tapi sekarang kedua tangannya ditahan oleh Regan. Alana seakan tidak bisa bergerak, tubuhnya dikunci oleh Regan.
"Apasih mau lo, Gan?!"
"Lo." Regan menjawab. "Gue mau lo, Alana."
Sejurus kemudian, Alana tidak sadarkan diri setelah Regan menampar pipinya dengan kencang.
••• A/N •••
pendek ya? gimana? sejauh ini, suka nggak sama "Dignitate"? pengen lanjut atau tidak?
ayo tebak, di part ini Regan mau apain Alana? wkwkwkwkkwkwkw
jadi, sebenernya gue mau nanya ke kalian-kalian yang udah baca Dignitate dari part awal sampe part 7 ini. Menurut kalian, cerita Dignitate itu gimana? tolong dijawab yaaa!💖💖
cheers,
pacarnya Genta Denalfian.😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro