Bab 4
Subuh ini Kesya terbangun lebih awal di saat mama dan kembarannya rumah masih terlelap dalam tidur, ayam belum berkokok. Ia bahkan sudah mandi saat matahari belum muncul, dinginnya air dan udara di waktu itu sama sekali bukan masalah baginya. Justru sangat menyegarkan jika sudah mandi dan menikmati udara segar yang belum bercampur polusi udara dari asap kendaraan.
Winda yang baru bangun tidur 30 menit setelah Kesya, ia melihat putri bungsunya sedang berada di dapur rumah. Nampaknya, ia melihat Kesya sedang menyiapkan sesuatu yang membuatnya tertarik ingin tahu lebih dalam.
Tangannya menepuk pundak Kesya membuat cewek tersebut terkejut. Ia mengira Winda adalah hantu, jantungnya nyaris copot karenanya.
"Astaga, mama ngagetin Kesya tau gak." Kesya mengelus dadanya, menetralkan hembusan napasnya yang sempat tercekat. "Mama udah bangun dari tadi ya? Kesya bikin Mama bangun, gak?"
"Enggak. Mama emang biasa bangun kisaran jam segini, sayang. Kamu masak apa?" tanya Winda penasaran.
Wanita berusia kepala empat tersebut memperhatikan Kesya yang sedang asik memotong sayuran hijau dan sayuran berwarna lain. Ada juga potongan kornet di atas tetelan dan kocokan telor, sepertinya mau membuat nasi goreng.
Senang melihat Kesya memasak seperti ini, Winda mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut. Ia tersenyum, bangga sekaligus bahagia dalam satu waktu. Memang jarang Winda melihat putrinya masak. Bukan karena Kesya tidak mau atau tidak bisa, namun karena ia sering sibuk belajar dan Winda selalu menegaskan agar anak-anaknya fokus ke sekolah saja.
Kalaupun masak, Kesya biasanya sering memasak nasi goreng atau membuat spagetti saja. Untuk resep masakan lain, ia sering menonton tutorial di Youtube atau melihatnya di Google.
"Ma, Kesya mau masak nasi goreng buat sarapan Mama sama Kevin. Dan mulai sekarang, Kesya bakal bantu Mama siapin sarapan. Biar ringan aja kerjaan Mama, lagipula ini gampang bikinnya kok. Kesya juga mau belajar masak lebih banyak sama Mama biar kalau ditinggal berdua sama Kevin gak cuman masak telor ceplok aja," ujar Kesya masih asik memotong sayuran.
"Anak Mama yang satu ini suka bikin Mama sama Papa bangga. Kamu dan dua saudara laki-laki kamu suka bikin Mama pengin peluk kalau tingkahnya udah bikin Mama gemes gini," balas Winda mencubit pipi putrinya yang chubby tersebut.
Kesya meringis. "Mama, sakit. Jangan dicubit atuh. Kebiasaan ih kayak Aa. Gak Aa Devan sama Aa Kevin, kerjaannya kalau udah bilang gemes pasti habis itu cubitnya keras banget," keluh Kesya sambil mengadu tingkah kedua kakaknya kepada sang mama.
"Emang gemesin!" Winda tersenyum gemas. "Mama mau mandi dulu ya, Sya. Makasih loh udah bantuin Mama, emang niatnya hari ini Mama mau masak nasi goreng buat kalian."
Winda pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus agar pikirannya kembali segar. Ia mandi tak lama. Saat Kesya sudah selesai memotong sayuran dan tengah mengaduk-aduk nasi goreng agar matang merata, Winda sudah tampil lebih segar dan berganti pakaian. Segera ia mengambil alih untuk memasak nasi goreng tersebut.
Kesya berganti fokus ke hal lain. Potongan sayur tadi yang bukan untuk masak nasi goreng ia taruh ke dalam sebuah wadah besar.
"Eum, Ma ..." panggil Kesya.
"Iya?" Winda menoleh ke arahnya.
"Bekal aku jangan nasi goreng lagi, ya? Aku mau ganti jadi salad sayur aja," kata Kesya.
"Loh, kok tumben?" heran Winda yang biasanya menyiapkan bekal makanan berat untuk Kesya. Salad sayur kan tidak terlalu mengenyangkan.
"Kesya mau diet, Ma." Kesya menoleh dan tersenyum, lalu kembali fokus menyiapkan bahan untik salad sayur lainnya. "Mama kan tau, Kesya kayaknya perlu diet karena badan Kesya udah kelihatan agak obesitas. Jadi, gak pa-pa kan?"
Senyum di bibir Winda semakin lebar. Tentu saja boleh! Ibu mana yang tidak senang jika anaknya memiliki semangat dan raut wajah tidak seperti biasa. Winda melihat Kesya begitu bersemangat untuk diet dan terlihat kali ini diet yang dilakukan tidak seperti dulu.
Sebetulnya, ia sedikit risau jika tiba-tiba saja Kesya jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit kembali. Dulu, Kesya hanya diet dengan makan satu kali sehari dengan porsi setengah piring. Akibatnya, Kesya dibawa ke rumah sakit dan menderita maag akut dan ada komplikasi sakit pencernaan lainnya.
Kejadian dulu biarlah berlalu, seiring bertambahnya usia Winda yakin jika anaknya mampu berpikir lebih matang dan dewasa untuk melakukan suatu tindakan termasuk diet ini.
"Mama gak masalah kamu diet. Asalkan kamu tetap jaga kesehatan kamu. Nanti Mama aja yang siapkan salad sayurnya. Ada resep yang Mama tau biar rasanya gak hambar atau aneh," tutur Winda.
Senang mendengarnya, Kesya langsung memeluk sang mama dan sempat membuat Winda tidak bisa fokus memasak. Namun meski begitu, Winda menepuk kecil pipi Kesya. Dia merasakan aura positif yang kuat, membuat energi dalam dirinya juga ikut tertular oleh hal itu.
Selesai memasak nasi goreng dan meletakan makanan tersebut di atas meja makan, Winda melanjutkan kegiatan masaknya untuk menyiapkan bahan salad sayur untuk Kesya. Dulu, dia juga suka salad sayur. Hal itu hanya berlangsung sampai masa akhir SMP. Ketika memasuki bangku SMA, kebiasaan Winda berubah menjadi seseorang pecandu kopi. Itu yang menyebabkan ia juga mengalami gangguan tidur selama ini.
Sejak menikah dan memiliki anak, pola kebiasaan minum kopinya berubah. Selain karena sang suami mulai membatasi kapan dia harus minum kopi, ditakutkan kalau kebiasaan Winda menurun pada anak-anak mereka. Syukurlah tak ada satupun yang kecanduan minum kopi sepertinya.
Anak pertama mereka—Devan Adhiatama—lebih suka dengan matcha, Kevin dengan chococino dan Kesya yang cenderung menyukai rasa strawberry.
Kegiatan masak Winda berhenti saat kedua anak kembarnya sudah duduk di meja makan. Kevin—dengan tumbennya—sudah duduk di sana entah sejak kapan. Bahkan Kesya sendiri juga terkejut saat baru tiba seusai mengambil dasi di kamarnya.
"Mama, Kevin mau dong dibawain itu juga," pintanya sambil menunjuk salad buah di atas meja dapur di dekat sana.
"Kamu bukannya gak suka makan sayur? Biasanya juga mintanya dibawainnya ya roti atau masakan lainnya. Hmm, Mama curiga." Winda menyipitkan matanya, tatapan tajamnya membuat Kevin tercengo.
Cowok tersebut tidak paham. Kenapa mamanya jadi curiga? Bukannya bagus kalau dia minta dibawakan bekal salad sayur juga?
"Gak boleh curiga, Ma. Kecuali curiga Kevin udah punya seratus mantan baru deh Kevin terima rasa curiga Mama. Ini serius atuh, Kevin pangin couplean sama Kesya dibawain begituan," jelasnya.
"Ini anak Mama yang ganteng kok tau Kesya mau bawa salad buah buat bekel? Tambah curiga nih Mama."
"Oh, jelas dong Kevin tau. Kan Kevin sama eneng kan saudara kembar. Ada ikatan batin gitu, jadi Kevin langsung tau itu buat bekal Kesya di sekolah hari ini," kata Kevin dengan rasa bangga terpancar dari wajahnya.
Ikatan batin dari mana bambang? Kan semalem aja baca buku catatan diary aku. Kesya terdiam, ia mengumpat dalam hati dan memutar bola matanya malas dengan tingkah Kevin.
"Udah, Ma. Bawain aja buat Aa. Males ih lihat mukanya dia sekarang, bawaannya pengin nabok."
Winda terkekeh pelan. Ia pun akhirnya menyiapkan dua bekal untuk anak-anaknya. Hatinya lega saat Kevin akhirnya membawa kembali bekal makanan ke sekolah. Ia takut saja kalau Kevin kebanyakan jajan gorengan dan junk food.
Begitu selesai menyiapkan dua kotak makan tersebut, dia pergi ke kamar untuk menerima panggilan dari seseorang di ponselnya yang tertinggal di sana.
Kesya dan Kevin makan bersebelahan. Sambil mengunyah sesuap nasi goreng buatan mama tercinta, Kevin tidak henti-hentinya menjahili Kesya dengan menggelitiki pinggang—area sensitif—cewek tersebut. Keaya tak tinggal diam pun membalas dengan berbalik mencubit lengan Kevin.
"Eh Sya, Sya! Nanti makan bareng yuk di kantin," ajak Kevin membuat Kesya nyaris tersedak nasi goreng di mulutnya.
"Enggak," balas Kesya dengan tegas.
"Hii, ayo deh. Nanti gue traktir minumnya deh buat lo. Mau ya? Kesya mau 'kan?" Kembali Kevin mencoba mengajaknya lagi.
"Aku gak pede, Vin. Sendirian aja sana, atau gak ... ajak Julio? Biar gak jomblo-jomblo amat dilihat orang lain. Kalau gue ikut malah kek babu tau." Kesya menunduk, tangannya berhenti menyentuh sendok dan kini memasukan kotak bekalnya ke dalam tas.
"Sya. Plis banget. Coba sekali dulu lo ikut makan sama gue, gue jamin gak akan ada yang ngeledek lo kek dulu lagi. Dan gue gak bakal gelud juga," pinta Kevin dengan memohon dan wajah memelas yang sudah terpasang. Tangannya di satukan di depan wajahnya, berharap Kesya benar-benar akan setuju.
Di sisi lain, Kesya bimbang. Apakah harus menyetujui permintaan Kevin atau justru sebaliknya dengan menolaknya mentah-mentah? Ada rasa kasihan juga dalam dirinya yang selalu menolak ajakan Kevin untuk pergi bersama. Sekali lagi, ia hanya takut diejek lagi.
Winda yang baru selesai bertelponan dengan seseorang yang tak lain adalah Devan. Kesya dan Kevin selesai sarapan dan berhenti berdebat melihat sosok sang mama duduk di hadapan mereka.
"Sya, apa perlu gue minta mama supaya lo mau makan siang bareng gue?" kata Kevin, kali ini ia berbisik pelan di dekat Kesya.
Kesya menghela napas. Lirikan matanya sudah malas jika Kevin membawa Winda dalam hal seperti ini. Akhirnya, terpaksa ia mengalah dan menyetujui ajakan makan tersebut. Meskipun dia memiliki firasat aneh akan terjadi sesuatu hari ini. Semoga saja itu bukan firasat yang buruk.
***
"Gue bakal dimarahin Pak Bagus karena lo ya, Vin. Bisa-bisanya ajak gue bolos kelas cuman buat ngendap-ngendap gak jelas kek gini," gerutu Julio saat tangannya masih ditarik paksa oleh Kevin menuju ke suatu tempat.
Kevin tidak langsung menjawab dan semakin menarik Julio untuk berjalan di jalan belakang kelas anak MIPA. Untung wilayah tersebut selalu sepi, hanya ada deretan motor anak kelas 12 yang terparkir rapi di sana. Jarang sekali ada anak membolos di tempat itu karena tempatnya agak kotor.
Setelah dituntun melewati tiga kelas, kini keduanya berhenti di kelas MIPA 2. Kevin menyuruh Julio untuk diam dan mendengarkan saja dengan suara-suara yang berasal dari kelas tersebut melalui isyarat.
"Sya, kerjain tugas gue dong."
"Maaf Heshi, aku gak mau."
Itu suara Kesya, sedang menolak permintaan teman sekelasnya. Kevin dan Julio masih mendengarkan.
"Nglunjak banget lo, jelek! Udah gue baikin panggil nama asli lo malah lo gak mau bantuin gue. Gak tau diri banget jadi orang jelek."
"Gajah kuping doang lebar, tapi suka pura-pura gak denger kalau diminta kek gini. Mati aja lo, Jah."
Kevin langsung naik darah. Tangannya mengepal kuat. Emosinya meluap hingga ia mencoba menahannya sebisa mungkin agar tidak ketahuan Kesya kalau dia ada di dekat cewek itu.
Sebagai teman, Julio juga ikut menahan emosi Kevin dan jangan sampai menimbulkan perhatian dari kelas 12 MIPA 2 atau kelas sebelah-sebelahnya.
Jujur saja ia ikut marah mendengar mereka mengejek Kesya dengan keterlaluan. Mentang-mentang CCTV di kelas 12 mati semua, mereka seenaknya berbuat seperti ini? Tidak ada rasa manusiawinya, bahkan setan pun kalah saing dengan orang-orang ini.
Dan ... apa kelas sebelah juga tidak ada yang menegur hal ini? Ini termasuk tindakan bullying, tidak dibenarkan dalam aturan sekolah.
Julio curiga, justru tak ada yang melaporkan hal ini memberi arti bahwa mereka juga diam-diam menindas Kesya. Atau lebih parahnya, sengaja diam, dan menikmati bagaimana Kesya dipojokan dan diejek oleh anak-anak kelas.
Karena sudah tidak kuat lagi, kini Julio lah yang berbalik menyeret Kevin dari sana dan membawanya untuk bersembunyi di perpustakaan. Opsi tempat paling aman dari kejaran guru atau siswa lain. Ibu penjaga perpusatakaan sedang tidak ada di sana dan keadaan perpustakaan agak sepi.
Sudut perpustakaan adalah tempat yang pas untuk mereka berbincang lebih laluasa. Julio dan Kevin sudah duduk beralaskan lantai dingin dan bersender di rak buku.
"Vin, gue tau cara lo balas perbuatan mereka," kata Julio.
"Caranya?"
Julio tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya ke daun telinga Kevin dan membisikkannya dengan jelas. Merasa itu adalah ide yang bagus, Kevin langsung menyetujuinya tanpa berpikir ulang.
"Oke."
***
Akhirnya bab ini update
Sudah mendekati 2000 kata, kalau ada typo maaf sekali ya 🙏🏻
Semoga kalian tidak bosan 😊
Sampai jumpa di bab selanjutnya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro