Bab 3
"Waktu selesai. Silahkan kumpulkan ke depan dalam waktu 1 menit!"
Intruksi dari Bu Ana, salah satu guru matematika peminatan kelas 12 yang terdengar tegas membuat seisi kelas heboh untuk mengumpulkan lembar jawaban mereka. Ulangan perdana mereka dengan guru cantik tersebut tidak semulus yang dibayangkan.
Ketika yang lain tampak mengerang frustasi oleh jawaban mereka sendiri, Kesya dengan santainya maju ke meja Bu Ana dan menyerahkan lembar jawabannya dengan percaya diri. Tentu saja sebagai seorang siswa yang akan belajar sebelum ulangan, Kesya akan mempelajari materi sampai dia paham. Terutama soal hitung menghitung, dia pun akan mempelajari pola menjawab soal-soal tersebut dengan tepat.
Usai menyerahkan jawabannya dan kembali duduk di bangkunya yang ada di pojok belakang, Heshi dan cs mendekati dirinya setelah memastikan Bu Ana sudah keluar kelas.
"Maksud lo apaan gak kasih jawaban ke kita? Lo mau cari mati, hah?" marah cewek tersebut.
"Tadi 'kan udah kukasih setengah soal jawabannya. Kenapa masih minta lagi? Aku juga butuh waktu buat jawab soal yang lainnya, Shi," balas Kesya.
Heshi marah dengan balasan Kesya atas ketidakterimaannya yang mendapatkan jawaban setengah soal, seharusnya dia mendapatkan semua jawaban sehingga ia akan memperoleh nilai sempurna. Ia tidak suka kalau orang lain seperti Kesya tetap terlihat unggul.
Good looking tetap nomor satu, tapi guru masih saja suka dengan Kesya karena kepintarannya dalam menjawab soal. Maka dari itu, Heshi iri dengan hal tersebut.
"GAJAH JELEK TUH PELIT YA GUYS," teriak Heshi. Dengan sengaja, Heshi bersuara kencang untuk mengajak anak-anak lain menjatuhkan rasa kepercayaan diri Kesya.
"Iya tuh. Pelit banget, katanya jawabannya buat dia sendiri dan gak mau bagi-bagi. Udah pelit, gak bisa dapet temen lagi. Gajah kan hewan ya, badannya gede. Jadinya Kesya ini gak ada temen soalnya temen sesama gajahnya ada di hutan. Ups!"
Teman Heshi ikut kompor dan menyalakan api agar orang-orang bisa mengejek Kesya.
Api yang sudah tersulut ternyata berhasil membakar orang-orang hingga mereka kepanasan. Para cowok yang awalnya duduk di pojokan lain, kini bangkit dan menghampiri Kesya yang mulai takut.
"Heh, Gajah! Jangan mentang-mentang lo pindah ke sini satu tahun terus bisa masuk 3 besar sekolah jadi sombong ya. Nilai lo emang bagus, tapi muka sama badan lo tuh ANCUR! Mending lo ikutin peraturan di kelas ini atau lo bakal kena balasan," ucap Nando, salah satu siswa berandalan yang suka memalak dan bermulut pedas.
Teman-teman Nando saling melempar ujaran kebencian dan ejekan yang mengarah ke tubuh gemuk Kesya. Rasanya ingin menangis saat itu juga, namun cewek itu tidak bisa. Menangis akan membuatnya terlihat lemah dan mereka akan semakin puas untuk menjatuhkan rasa kepercayaan dirinya.
Mereka kembali meneriakinya dengan sebutan gajah. Ulah mereka bertambah, salah satu dari mereka memukul punggungnya dengan buku tebal sambil berujar, "Kuat juga punggung gajah. Pukul sekali lagi, ah. Lo gak usah nangis! Gajah kok nangis."
Siksaan fisik dan caci makian dilakukan sampai waktu istirahat selesai. Para cowok yang membullynya kembali ke bangku mereka saat guru Bahasa Indonesia sudah memasuki kelas.
Kesya tidak bisa fokus, punggungnya sakit karena dipukul keras seperti tadi. Ia hanya bisa mencoba bertahan dan mendengarkan guru tanpa melihat tatapan Heshi yang senang melihatnya tersiksa seperti tadi.
***
"Dede makannya nanti dulu, Ma. Mau kerjain tugas sekolah dulu, besok mau dikumpulin."
Kesya memberi alasan untuk menolak makan karena nafsu makannya sudah hilang sejak tadi pagi di sekolah. Untuk keluar kelas saja ia sungkan, tak mau jika diejek lagi apalagi dengan anak cowok dari kelas lain yang berteman dengan cowok di kelasnya. Sepanjang hari di sekolah, Kesya gantikan waktu makan siang dengan membaca buku.
Kebetulan hari itu dia tak membawa bekal apapun untuk dimakan. Rasa lapar yang ia rasakan akan kenyang dalam beberapa waktu seusai membaca buku mata pelajaran.
"Mandi dulu baru kerjain tugasnya. Ini Aa masih di sekolah atau lagi dimana? Gak keliatan bareng kamu dari tadi," heran Winda yang tidak melihat putra keduanya berada.
"Dia kelayaban dulu paling, Ma. Kesya juga gak paham dia kenapa suka pulang deket-deket maghrib," balas Kesya yang ikut heran.
"Ya sudah. Hayuh, mandi dulu. Papa belum bisa pulang akhir tahun ini. Februari baru bisa, soalnya ombak di Jepang lagi gak begitu bagus katanya. Ini tadi Mama dapet info gitu dari Papa lewat telpon," ujar Winda.
"Kesya ke kamar ya, Ma. Makasih buat kasih tau kapan papa pulangnya. Kesya teh kangen pisan, mana Aa Devan juga masih di Korea. Nanti Kesya pasti makan kalau tugasnya udah selesai."
Wajah ceria Kesya tunjukan hanya kepada sang mama dan keluarga kecil mereka. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dan putri satu-satunya di sana, Kesya tidak mau terlihat memiliki masalah.
Jika ia memiliki masalah, Winda akan bersedih dan mulai tak bisa tidur dengan tenang. Setahu Kesya, memang sang mama memiliki gangguan tidur yang cukup serius dari dulu. Sekarang, berkat terapi dan obat dari dokter membuat beliau perlahan mengubah pola tidurnya menjadi lebih baik dan teratur.
Oleh karena itu, aripada membuat kesehatan Winda semakin buruk lebih baik dia membungkam semua permasalahan untuk disimpan oleh dirinya sendiri.
"Masih sakit," gumamnya meraba-raba bagian punggung bekas pukulan dengan buku tadi. "Asli, capek banget diginiin. Kapan semua ini berakhir ya Tuhan? Aku ingin mereka yang mengejekku berhenti menghina dan melemahkan fisikku."
Air mata yang sempat terbendung kini sudah lolos dan merembas ke pipinya. Semuanya air mata yang dia tahan selama di sekolah ia tumpahkan di atas bantal. Sakit ... sakit sekali.
Kenapa Kesya tidak bisa sesempurna Kevin? Kenapa hanya dia yang berbeda dalam keluarganya? Apa Tuhan benar-benar sayang padanya hingga memberikan hadiah berupa ujian demi ujian yang harus ia lewati dengan sebuah kesabaran? Bahkan sebuah kesabaran pun ada batasnya dan Kesya sebagai manusia juga lelah jika hanya bersabar saja.
Setengah jam, Kesya menangis hingga bantalnya basah karena air matanya. Ia berhenti mengeluarkan suara tangisnya ketika mendengar samar-samar langkah kaki mendekat ke arah kamarnya. Lantas, ia terburu-buru menghapus bekas tersebut dan mencuci wajahnya di wastafel kamar mandi di dalam kamarnya.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu membuat Kesya langsung menghampirinya. Sosok Kevin dengan raut wajah terheran menjadi wajah pertama yang ia lihat. Cowok tersebut langsung masuk ke kamar Kesya dan duduk di tepi ranjang.
"Nih, buat lo." Kevin melemparkan sebuah kotak yang ditangkap baik oleh Kesya. "Jajan dari orang. Gue gak doyan, lo aja yang makan ya, Sya."
Kesya membuka kotak tersebut dan melihat ada dua batang coklat serta makanan manis lainnya. Wajahnya begitu datar sebagai respon. Dengan cepat ia mengembalikan kotak tersebut ke pemberinya tadi.
"Aku gak mau makan, Vin."
"Kenapa?"
"Pokoknya gak mau!"
Penolakan Kesya yang tidak biasa terasa aneh bagi cowok itu. Biasanya kalau Kevin memberikan Kesya makanan atau apapun tidak akan ditolak. Kalaupun ditolak, biasanya karena Kesya sedang sakit dan dilarang makan makanan tersebut.
Kevin berdiri dan mendekatinya. "Lo sakit? Tapi kayaknya enggak sih. Kalau sakit biasanya langsung keliatan. Jadi, ada alasan lain?" tanyanya menelisik.
"Kalau semisal aku kasih tau alasannya, kamu mau marahin aku gak?"
"Tergantung. Kamu alasannya apa dulu."
"Janji dulu buat gak marah. Baru deh aku bilang alasannya. Mau?" Kesya mengulurkan kelingkingnya agar Kevin bisa mengikat janji untuk tidak memarahinya jika tau alasan dia seperti ini.
Kevin menimbang-nimbang sejenak. Alasan apa yang kira-kira tepat hingga Kesya pun meminta ia berjanji untuk tidak memarahinya? Meskipun ada sebuah alasan dalam pikirannya, ia ragu jika memang alasan tersebut menjadi kunci utama hal ini. Tetapi, ia akhirnya menautkan jari kelingkingnya sebagai tanda berjanji.
"Iya, nih udah janji. Sekarang bilang ke gue alasannya," pinta Kevin.
"Aku mau diet, Vin."
"APA?"
Cowok tersebut kaget. Demi Tuhan, ternyata dugaannya tidak meleset. Ternyata benar alasan Kesua menolak makanan tadi adalah karena Kesya ingin diet.
Kevin memijat pelipisnya dan berdecak sebal. "Duh, Sya. Harus berapa kali gue bilang ke lo, Sya? Jangan diet lagi. Cukup sekali pas waktu itu dan lo tau kan habis itu lo kenapa? Masuk rumah sakit. Edan, gue sama Mama langsung panik bawa lo yang pingsan di kamar. Ternyata lo nekat ambil diet ketat," cecarnya dengan mengungkit kejadian masa lalu.
"Tapi ini beneran beda. Ayolah, Vin. Aku mau diet lagi, kali ini dietnya bukan kayak dulu lagi sumpah. Diet yang dulu udah jadi trauma buat aku," tegas Kesya yakin akan hal ini.
"Gak! Pokoknya enggak, Sya!" Kevin masih menolak permintaan adiknya untuk diet. Ia benar-benar khawatir jika kejadian dulu terulang lagi.
"Kev, kalau kamu nolak gini ... aku bakal sedih. Padahal niatku baik, gak ada maksud juga untuk nyiksa diri sendiri. Kali ini tolong percaya sama aku, ya? Aku udah siapin apa yang akan aku makan dan gak akan bikin aku jatuh sakit lagi."
Demi meyakinkan Kevin bahwa ia tidak akan tersiksa lagi selama diet, Kesya mengeluarkan buku catatannya dan menunjukan deretan tulisan yang sudah lama ia tulis. Kesya menjelaskan bahwa catatan tersebut ada deretan berisi makanan apa yang akan ia makan, pantangan dan juga alternatif. Semua begitu rapi dan tersusun secara teratur.
Buku tersebut akhirnya Kevin baca pelan-pelan sekali, memastikan bahwa tidak akan ada makanan yang bisa membahayakan atau membuat Kesya alergi seperti kacang. Memang benar, semua masih aman-aman saja dikonsumi dan jumlah kalorinya sudah benar.
"Oke." Kevin menutup buku tersebut. "Gue bakal kasih izin lo buat diet. Dengan syarat, lo juga harus rajin olahraga biar tubuh lo gak gelambir kalau udah mengurus."
"Gak masalah! Aku bakal rajin berolahraga biar gak kecewain kamu, Vin. Aku janji."
Kesya pun senang. Ia langsung memeluk sang kembaran cukup erat dan sedikit lama hingga Kevin nyaris hampir kehabisan napas karena eratnya pelukan tersebut.
Setelah berbincang lagi mengenai bagaimana Kesya akan memulai diet dan Kevin membantunya merancang jadwal olaharaga, selesai sudah Kesya merapikan dan melenhkapi lagi catatan untuk dietnya.
Kevin pamit dan keluar dari kamar cewek itu kemudian masuk ke kamarnya sendiri. Kevin langsung merebahkan tubuh di atas kasurnya yang empuk tersebut. Tatapannya mengarah ke langit-langit kamar yang menampilkan warna putih polos saja di sana.
"Hah, gue cuman takut kejadian dulu yang itu juga bakal kelulang lagi ..."
#Flashback
"ANJING! MAKSUD LO APA BILANGIN KESYA TUH SILUMAN BABI? NGAJAK RIBUT LO?"
Di tengah lapangan, Kevin menarik kerah baju siswa lain yang baru saja memberikan ejekan tak pantas untuk Kesya. Suara kencang dan posisinya sekarang menarik perhatian banyak orang.
Ia tak terima, sangat. Bagaimana bisa jelas-jelas seorang manusia justru dipanggil siluman babi hanya karena fisiknya yang terlihat gemuk? Kevin ingin sekali menyumpal mulut sampah itu dengan sampah betulan. Ia muka sekali sampai tidak bisa menahan emosinya yang meluap-luap.
"Lo lihat aja sendiri, bukan? Badannya aja kayak babi! Kok lo sewot sih, Vin? Lo suka ya sama si babi itu?" Cowok di depannya ini menunjukan smirk, ia tak takut sama sekali dengan Kevin.
Bug!
Kevin tidak tahan lagi dan menonjok pipi cowok di hadapannya tersebut dengan kencang hingga tersungkur ke tanah.
Kemudian, ia kembali menarik kerah lawannya dan memukul wajahnya tanpa ampun. Setan telah merasuki tubuhnya, ia sudah tidak peduli dengan teriakan orang-orang termasuk Kesya yang menyuruhnya berhenti. Tangannya masih aktif memukul wajah itu hingga ujung bibir lawannya robek.
Baru saat guru datang, ia ditarik paksa dan dipisahkan jauh-jauh. Kevin, masih dengan amarah yang sama meneriakinya dengan berbagai umpatan.
"BANGSAT! JANGAN PERNAH GANGGU KESYA LAGI!"
"Cukup, Kevin! Kamu ini mau Ujian Nasional, bisa-bisanya bikin anak orang babak belur." Pak Hadi, selaku guru bagian ketertiban memarahinya.
"Apa alasan kamu memukuli Doni? Kamu pikir ini pangkalan preman apa? Ini sekolah! Tempatnya belajar, bukan buat berkelahi seperti tadi!" tegas beliau, ia masih mengunci tangan Kevin.
"Saya gak terima ya Pak kalau Doni bilang Kesya dengan sebutan siluman babi," kata Kevin.
"Kan bisa dibicarakan baik-baik," balas Pak Hadi.
"S-saya cuman bercanda, Pak. Kevin juga masa tersinggung dengan candaan saya. Kayaknya dia beneran pacarnya, Kesya," ujar Doni yang berargumen sambil menahan sakit di wajahnya.
"Pacar?" Kali ini bergantian Kevin tersenyum miring. "Lo gak tahu hubungan gue sama Kesya apa ya, Don? Mau gue ungkapin sekarang?"
Doni menggeleng. Ia benar-benar tidak tahu.
"Gue sama Kesya saudara kembar, tolol!"
Pengakuan Kevin tidak hanya membuat Doni terkejut, namun Kesya dan siswa lain juga. Mereka tak percaya jika Kevin dan Kesya adalah saudara kembar, wajah mereka sama sekali tidak mirip satu sama lain.
Untung saja, Pak Hadi membenarkan hal tersebut sehingga mereka langsung terdiam dan melirik Kesya sedikit takut. Terutama gadis-gadis yang menyukai Kevin dan pernah menindas Kesya, mereka yakin kalau Kevin tau hal ini akan langsing menjauh, bahkan benci.
Setelah insiden perkelahian tersebut, orang tua Kevin dipanggil. Untung saja Kevin tidak dikaluarkan karena mengingat satu bulan lagi akan Ujian Nasional.
Sebagai hukumannya, Kevin dipindahkan ke sekolah yang berada di kota dan Kesya tetap di kabupaten. Satu tahun mereka berpisah dan Kevin memperbaiki sikapnya membuat sang Mama akhirnya memindahkan Kesya ke sekolah yang sama dengan Kevin.
***
Ini lumayan panjang 😅 Mohon maaf bila ada typo-typo kecil di beberapa bagian.
Semoga betah mengikuti cerita ini 😊
Sampai jumpa di bab berikutnya~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro