Bab 28
Guru BK kembali memanggil Marsha ke ruangannya untuk membicarakan hal serius, membuat cewek tersebut memutar bola mata malas dan mendengus pelan sepanjang jalan. Ia sudah cukup malas selama seminggu mendekap di dalam rumah dan terus menerus diceramahi oleh orang tuanya akibat skorsing yang cukup menyiksa mental.
Tatapan ejekan dilempar ke arahnya sepanjang menuju ke ruang BK. Sialan, sekarang yang ada hanya rasa malu umyang harus ia tutupi mati-matian sampai hari kelulusannya. Anak-anak di sini sungguh kejam jika ada satu orang yang terkena skandal atau masalah besar sampai harus diskorsing.
Untung saja Marsha sudah sedikit bermuka tebal. Ia berbalik menatap datar orang-orang tersebut, terkadang ia juga bersikap galak jika mereka sudah membawa-bawa masalahnya lagi.
Pintu ruangan tidak ditutup memudahkannya leluasa masuk tanpa harus repot melebarkan pintu itu lagi. Bu Evie sudah duduk manis di salah satu sofa, di sampingnya ada Kesya yang juga sudah menunggu Marsha sedari tadi. Memang pertemuan keduanya audah direncanakan oleh sang guru.
Makin malas saja Marsha untuk mendekat. Ada orang yang sangat ia benci hadir di sana, matanya ia buang ke arah lain dan duduk di hadapan Bu Evie.
"Marsha, ada yang ingin ibu minta sama kamu," ucap Bu Evie dengan serius.
"Iya." Marsha merespons singkat.
"Kemarin— tepatnya minggu lalu, kamu belum meminta maaf kepada Kesya. Kamu langsung pergi dengan kedua orang tuamu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengucapkan kata 'maaf' kepada korban sesungguhnya," ujar Bu Evie.
Marsha langsung menyilangkan tangan di depan dadanya dengan cepat. "Lho, kenapa saya harus minta maaf ke dia? Yang jadi korban kan Julio. Dramatis amat harus minta maaf ke dia. Alay."
"Marsha! Jaga sikap kamu! Kamu terlalu sombong dan tidak bisa melihat kesalahanmu. Apa ibu perlu mengeluarkanmu dari sekolah ini supaya kamu bisa tahu kalau kesalahan lain yang dilakukan adalah membuat siswi lain dalam terancam bahaya? Kamu pikir ibu tidak tahu perihal alergi Kesya yang selalu kambuh? Ibu sudah meminta penjelasan dari teman kamu, Heshi, mengenai hal tersebut."
Emosinya Bu Evie masih bisa ditahan dengan baik. Setidaknya ia cukup sabar menghadapi berbagai karakter dan ulah anak-anak nakal yang pernah ia tangani selama empat tahun terakhir.
Tetapi, kali ini sudah seperti ia menghadapi seseorang yang sangat tidak bisa mengakui kesalahannya karena dibutakan oleh cinta. Masa pubertas memang masa mencari jari diri dan mencoba memahami perasaan diri terhadap lawan jenis. Sayangnya, cara Marsha sudah salah dari awal untuk memahami perasan Julio..
"Memang alay tapi kan? Saya juga gak sudi minta maaf kepada Kesya." Sekali lagi, Marsha menolak.
"Dengar. Kalau kamu tidak minta maaf, ibu akan memanggil orang tua kamu lagi dan juga orang tua Kesya. Dan kepala sekolah agar semua ini bisa clear dan memperbaiki sikapmu," ancam Bu Evie, bersiap dengan ponselnya untuk menghubungi kedua orang tua Marsha dan juga Kesya.
Setelah berpikir singkat, Marsha tidak mau sampai diskorsing lagi dan berurusan lebih dengan orang tuanya. Ia lelah mendapat tekanan mental dan jika ia tidak bersekolah, ia tak dapat bertemu Julio lagi.
"Ibu, tunggu!" Marsha mencegah Bu Evie menekan nomor sang papa. "Baik, saya mau minta maaf ... kepada Kesya."
"Bagus."
Marsha membuang napasnya dengan kasar. Ia melirik Kesya dengan tatapan tak bersahabat sama sekali, terpaksa ia melakukan ini hanya demi alasan-alasan tadi.
"Sya, aku minta maaf. Aku gak akan ulangi kesalahan ini lagi sama kamu maupun Julio," katanya secara kaku dan lidahnya merasa jijik menyebut dirinya dengan 'aku' ketimbang 'gue'.
"I-iya, aku maafin kamu." Kesya membalas dengan sedikit takut-takut. Tetap saja, ditatap seperti itu masih seolah menindas dirinya secara tidak langsung.
"Nah, kalau begini kan sudah benar-benar clear ya. Ibu harap kalian berdua bisa akur dan damai setelah permasalah ini selesai. Jangan ada yang saling mencoba mencelakai atau menyakiti. Ingat, sebentar lagi kalian akan lulus. Fokuslah ke ujian-ujian yang akan dihadapi mulai bulan Januari nanti. Mengerti?"
Keduanya mengangguk usai Bu Evie memberikan nasehat. Barulah setelahnya mereka pamit untuk kembali ke kelas masing-masing karena bel masuk sudah berbunyi sejak tadi.
Langkah Marsha mendahului Kesya, tidak sudi jika ia harus ada di belakang cewek itu. Permintaan maafnya tidak tulus, kebenciannya masih mengakar kuat dan memutuskan untuk menjauh meskipun tangannya masih saja gatal ingin berbuat sesuatu kepada Kesya.
Kesya paham, sampai kapanpun Marsha tidak akan berbaikan dengannya meskipun Julio dan seluruh guru memintanya demikian. Hanya keajaiban Tuhan saja yang dapat menjalankan harapan tersebut.
***
Tebak siapa yang sedang membawa Kesya ke lapangan basket saat semua sudah pulang?
Tentu saja Julio.
Seperti mengulang saat Kesya diberikan kejutan ulang tahun, kali ini Julio melakukan hal yang sama di lapangan basket yang cukup luas tersebut. Ia sendirian melakukannya untuk sepasang anak kembar yang baru saja merayakan ulang tahun ke-18 tahun.
Suara kendaraan dan hembusan angin menjadi backsound alami bagi kejutan dari Julio. Lalu, ia berjalan ke tepi lapangan dan mengambil dua buah kotak yang di dalamnya ada hadiah berbeda dan untuk orang berbeda pula. Satu untuk Kesya dan satu lagi untuk Kevin.
Julio mulai mengintrupsikan keduanya agar bisa membuka penutup mata yang membuat mereka tidak tahu rencananya. Dan mereka sama-sama terkejut melihat tangan Julio sudah terulur sambil menunjukan hadiah tersebut.
"Buat anak kembar sekaligus teman berhargaku. Ada hadiah lagi nih khusus buat kalian, pas kemarin lupa kebawa di jok motor," kata Julio. "Ambil."
Kevin dan Kesya lalu mengambil hadiah tersebut. Hadiah dibuka lebih dahulu oleh Kevin. Ia terkagum melihat ada jam tangan bermerk incarannya menjadi salah satu hadiah yang diberikan dari sahabatnya. Ia pikir Julio cukup bercanda memberikannya hadiah berupa buku dan juga coklat kepadanya kemarin.
"Makasih, Bro. Tau aja ini jam tangan inceran gue dari tahun lalu yang belum sempet gue beli." Kevin langsung melebarkan tangan dan memeluk Julio, pelukan persahabatan.
"Sama-sama. Gue paham kok kalau lo emang beneran suka sama jam itu. Mumpung gue lihat ada diskon aja makanya bisa beli," jawab Julio membuat Kevin tertawa kecil. Tidak apa, barang diskon pun masih saja mahal nominalnya jika dibandingkan dengan barang kw.
Selanjutnya Kesya yang membuka hadiahnya. Matanya membulat tatkala melihat isi kotak tersebut dan ia angkat di depan wajahnya. Sebuah kalung perak dengan inisial 'Ksy' menjadi liontin di sana.
"Astaga. Ini berlebihan, Julio." Kesya hendak mengembalikan hadiah tersebut, namun Julio tolak. "Buat aku enggak sama sekali, Sya."
"Kalung ini pasti mahal kan?"
"Gak semahal hadiah Kevin. Diterima ya?"
Julio tulus memberikannya. Tidak tega karena Julio tak ingin hadiah tersebut dikembalikan membuat Kesya akhirnya menerima kalung tersebut.
Bahkan kini, Julio memasangkan kalung tersebut agar melingkar indah di leher cewek tersebut. Lagi-lagi Kevin merasa dirinya jomblo di sini saat menyaksikan keuwuan sahabatnya dengan kembarannya sendiri. Dunia hanya milik Julio dan Kesya, Kevin cuman ngontrak.
Tidak baik untuk jantung dan hatinya, Kevin memilih cabut dan meninggalkan keduanya meski panggilan Kesya sama sekali tak diidahkan olehnya.
"Kira-kira Aa kenapa ya?"
Sabar ya, Vin. Makanya cari pacar, jangan jomblo mulu. Hehehe. Kalau Kevin mendengar suara batin Julio yang meledeknya, tidak bisa menjamin besok Julio bisa dekat-dekat lagi dengan Kesya. Apalagi jika meledeknya dengan julukan jomblo.
Serem, deh!
***
To be continue
• Matcha-Shin
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro