Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2

Aroma nasi goreng tercium ke seluruh penjuru ruangan di dalam kamar seorang Kevin Adhiaswara. Sudah menjadi kebiasaannya di setiap libur sekolah makan di dalam kamar, apalagi dia makan sambil bermain game horor di komputernya. Di dalam kamarnya, ia tak sendiria. Ada Julio Trismara, kawan baiknya sekaligus tetangganya yang ikut bermain dengannya secara bergantian.

Julio kali ini sedang menatap Kevin yang masih asik bertarung melawan hantu di game Dreadout 2—yang merupakan permainan horor buatan anak bangsa—sambil sesekali menyuapkan sesendok nasi goreng buatan sang mama ke dalam mulutnya.

"Anying!" seru Kevin ketika karakternya mati karena kalah melawan hantu tersebut.

"Hush! Jangan ngomong kasar," tegur Julio mendengar Kevin mengumpat kesal, "katanya gak mau bilang gituan lagi. Gimana sih."

"Namanya juga refleks, Bro. Maaf deh, soalnya greget gue ini setannya kagak mati-mati. Gue udah ngebantai habis-habisan loh padahal," ungkap Kevin mengusap wajahnya kasar.

Lalu setelah berakhirnya karakter itu, keduanya bertukar posisi sesuai perjanjian. Waktu bermain Kevin dan Julio fleksibel, bisa saat karakter yang dimainkan mati atau bisa saat sudah berada di titik tertentu. Tak jarang pula, mereka bermain bukan hanya di rumah Kevin saja namun di rumah Julio juga.

Julio sudah duduk di kursi gaming dan menempatkan diri dalam posisi yang cukup nyaman. Dia tak menggunakan earphone atau headset karena di rumah ini sedang sepi, jadi mereka berdua sedikit bebas berteriak. Kecuali kamar sebelah alias kamar milik Kesya. Tetapi, Kesya tidak pernah mempermasalahkan keduanya saat kegiatan weekend di rumah ini.

Kevin kembali menghabiskan nasi gorengnya yang tadi tersisa setengah piring. Ia menyaksikan bagaimana Julio dengan tangannya yang lihai bertarung dengan hantu yang tadi dia lawan. Lawan sudah tumbang, Julio melanjutkan misi di pemainan horor tersebut.

Ditengah permainan, tiba-tiba saja Julio bertanya hal di luar topik permainan kepada Kevin. "Kev, lo tau hal itu gak?"

"Hah? Hal apa?" Kevin bingung.

Setengah ragu Julio ucapkan, "Itu ... tentang Kesya."

Kevin masih bingung, dahinya berkerut lalu memikirkan maksud Julio. Memangnya apa yang tidak diketahui oleh Kevin tentang Kesya? Bahkan sebagai saudara kembar, dari jauh pun Kevin bisa tau apa yang terjadi melalui kontak batin yang saling terikat kuat antar keduanya.

"Apa sih? Kok gue jadi kepo gegara lo bilang gini. Emang ada apa sama Kesya? Sampai gue bingung mikirnya," ucap Kevin yang kepo dan tidak sabaran ingin tahu.

"Tentang Kesya diejek selama ini di kelasnya," kata Julio kemudian menutup kembali mulutnya rapat-rapat.

Kevin terdiam. Ia hanya menatap Julio yang dilihatnya kembali fokus ke game padahal Julio tidak dalam fokus yang sama. Otaknya sedang berpikir apakah dia salah bertanya atau salah memberi informasi kepada Kevin?

Salah gak sih? Dalam batinnya dia merasa cemas.

Setelah beberapa saat, bibir Kevin mengucapkan jawaban tak terduga dari apa yang Julio pikirkan sebelumnya. "Gue tau."

Julio terkejut dan segera menghentikan permainannya tersebut. Tubuhnya berputar menghadap ke arah Kevin yang kini tengah menatapnya balik dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Sejak kapan?" tanya Julio, lagi.

"Udah lama, Yo," jawab Kevin membuang pandangan ke arah lain, "empat bulan setelah dia pindah ke sekolah ini lebih tepatnya."

"Kalau lo tau selama itu, kenapa lo gak ambil tindakan buat cegah hal itu terjadi?" Julio tidak habis pikir dengan kawannya ini.

Kevin menggeram pelan. Rambutnya ia acak secara kasar, rautnya semakin penuh penyesalan dan bahkan terlihat hampir menangis. Entahlah, Julio baru pertama kali melihat sosok Kevin sangat menyesal seperti ini dan melihat wajah kesedihan yang belum pernah kawannya itu tunjukan.

Lama sekali, Kevin hanya terdiam dan Julio masih setia menunggu jawaban darinya serta ingin sekali Kevin bisa menjelaskan kenapa selama ini dia hanya diam jika sudah tau perkara pembullyan Kesya.

Usai kembali mengangkat kepala dan mengambil napas panjang dalam satu tarikan, Kevin akhirnya mau menjelaskan hal tersebut pada Julio.

"Jujur aja, gue bukannya mau bungkam kasus pembullyan Kesya tapi gue bingung harus gimana dan ngapain. Gue bukan tipe orang yang berontak atau main kasar lagi sejak pindah ke sini dan kepisah satu tahun sama dia. Satu tahun gue mati-matian ubah sifat gue yang bertolak belakang sama dia menjadi pribadi yang lebih baik," jelas Kevin pelan-pelan, dia masih menjeda sejenak karena belum keseluruhan cerita dia ceritakan.

"Terus? Gue masih mempertanyakan kenapa lo masih diem aja. Kalau bingung mau lakuin sesuatu, seenggaknya lo bisa tanya ke Kesya!" cecar Julio.

"Gak mudah, Yo. Dia bukan tipe yang bakal jujur kalau selama ini dia diejek. Gue udah berusaha minta dia sendiri yang ucapin tanpa ada paksaan tapi ternyata dia milih pendem sendiri. Hal yang bisa gue lakuin selama ini adalah tunjukin sifat gue yang masih sama ke orang-orang itu." Kembali, Kevin menjawab serta menjelaskan kepada Julio.

"Maksudnya?"

Kevin tersenyum. "Gue orangnya selalu bar-bar 'kan ke orang lain? Jadi, sebagai bentuk balasan karena gue belum bisa kasih perlindungan langsung ke dia, akhirnya gue selalu blak-blakan ke orang-orang kalau gue benci seseorang yang suka main hina fisik orang lain. Demi Tuhan, gue beneran benci," ungkap Kevin agak emosi.

Tangannya mengepal erat dan memukul kasur, suara napasnya begitu berat. Entahlah, pembicaraan kali ini memancing emosinya begitu dalam. Bukan salah Julio, namun salah dirinya sendiri yang terlihat tidak berguna karena tak melakukan apa-apa.

Lalu, air mukanya berubah—lebih terkejut dari semula—hingga Julio mengernyit bingung.

"Gue lupa satu hal," katanya dengan tatapan lurus. Wajahnya mengarah ke Julio. "Yo, gue lupa kalau selama ini gue gak pernah bilang ke orang-orang kalau Kesya adalah saudara kembar gue."

"Kenapa baru sadarnya sekarang? Pengin marah gue rasanya ke orang kek lo, bego banget sumpah. Satu tahun, Vin ... satu tahun. Terus, gue kira lo tuh bakal kasih tau poin penting itu ke orang-orang." Julio mendesah kesal, ia tak menyangka kalau Kevin ternyata sebodoh itu.

Dan sang empu juga mengakuinya sendiri. "Demi, gue beneran bego buat jadi manusia," ungkap Kevin sambil menampar pipinya sendiri berulang kali.

"Udah! Lo jangan nyiksa diri lo sendiri, nanti kalau Kesya lihat itu luka dapet dari mana, lo mau jawab apa emang? Digebukin nyamuk?"

Pipi Kevin sudah berwarna kemerahan, kalau diteruskan akan mulai membiru dan akhirnya menjadi luka lebam. Daripada nanti ditanya aneh-aneh dengan bekas tamparan tersebut, lebih baik Julio menghentikan hal itu sebelum semakin parah.

Sekarang, Kevin menyadari kalau pipinya mulai terasa panas akibat ulahnya sendiri. Dia meringis pelan dan tidak berani menyentuh daerah panas tersebut.

"Btw, alasan gue tanya ke lo tadi karena gue baru tau kalau Kesya selama ini digituin sama temen sekelasnya. Bahkan, gue marah sama diri gue sendiri karena gak bisa lindungin dia. Harusnya, gue gak demen nongkrong di kelas buat mabar sama temen."

Kali ini bergantian Julio yang mengungkapkan alasannya mengapa dia bertanya perihal tadi. Kejadian ini, bermula saat dia tumbennya sering keluar kelas karena piket mengambil dan membawa kembali buku paket dari perpustakaan. Karena melewati kelas Kesya, dia melihat kalau cewek tersebut hanya terdiam saat diejek oleh yang lain.

Hal yang disesalinya adalah dia tak langsung berhenti dan menegur orang-orang itu, justru dia masih berjalan ke perpustakaan dan ditarik oleh teman yang sedang bersamanya saat itu.

Semua itu Julio ceritakan tanpa melewatkan satupun kepada Kevin. Setelah tau hal itupun, Julio sama seperti kawannya tersebut. Kebingungan dan tak tau harus berbuat apa. Julio bukan tipe orang suka dengan kekerasan fisik. Memukul orang saja hanya satu kali saat SD, apalagi berkelahi. Poin utama dia tidak tau akan perundungan yang dialami Kesya adalah karena Julio itu mager keluar kelas. Pemalas! Sampai beli makanan pun cuman titip ke teman. Kecuali kalau Kevin mengajaknya keluar kelas, baru dia akan ikut.

"Kita impas. Jadi gue sama lo sama-sama pecundang yang gak bisa jagain hal berharga. Hal berharga yang lebih tinggi nilainya daripada permata termahal di dunia," tukas Kevin.

"Maafin gue ya, Vin. Suasananya jadi kayak gini gara-gara pertanyaan gue tadi," ucap Julio, tulus.

Kevin memaafkan Julio dan meminta maaf juga. Mereka mencoba mengembalikan suasana hati dan juga mood dengan berbagai hal. Permainan yang sempat terjeda tadi kembali Julio lanjutkan, dan Kevin memilih untuk menggambar saja.

Kurang lebih 20 menit dengan kesibukan masing-masing, kegiatan mereka terhenti saat Kesya dengan wajah sumringahnya mengetuk pintu kamar Kevin menggunakan nada Anna difilm Frozen. Kevin segera membukakan pintu dan mempersilahkan adiknya masuk.

Julio yang sedikit panik langsung menjeda permainannya dan melepaskan earphonenya dari telinga. Pandangannya semula ke layar berubah ke arah pintu—tempat dimana Kesya berada.

"Wah, Julio masih di sini?" Kesya beralih fokus ke Julio yang memperlihatkan sebuah senyuman manis untuknya.

Julio menganggukkan kepala. "Iya, Sya. Kamu dari tadi di mana? Baru kelihatan aja gitu."

"Dari kamar sih. Tadi cuman dengerin musik lewat airpod jadi gak denger kalian gaduh atau engga," jawab Kesya.

"Lo kangen ya sama adek gue?" ledek Kevin membuat Kesya melotot dan menggeplak kepala cowok itu tanpa aba-aba. Kevin meringis dan kepalanya berdenyut-denyut pelan.

"Jangan sembarangan kalau tanya! Maaf ya, Julio. Maklum kalau Kevin mulutnya suka gak pakai filter dan gak diolah dulu." Kesya menatap canggung dan meminta maaf kepada Julio.

Jujur aja, gue emang kangen sama lo, Sya. Tanpa berani mengatakan kalimat tersebut secara langsung, Julio hanya tersenyum dan ikut canggung. Sampai detik ini, Julio belum berani mengungkapkan perasaannya kepada Kesya—gadis yang ia sukai sejak awal.

Orang lain berpikir kalau selera Julio terlihat rendahan, namun bagi cowok itu sendiri Kesya adalah cewek idaman!

Setelah mendengar cerita Kevin kalau dia memiliki kembaran, dia menyadari bahwa Kesya itu masuk dalam kategorinya. Manis dengan lesung di pipi, pintar, suara yang halus, pintar membuat cerita, dan yang paling utama adalah tidak sombong.

Gendut? Hei, asal kalian tau ya, Julio pernah merasakan menjadi orang gemuk. Mendapatkan tubuh ideal seperti ini tidaklah mudah. Butuh waktu minimal setengah tahun agar tidak berubah ke tubuh semula dengan cepat dan daya tubuhnya juga ikut terbentuk. Di samping itu, Julio tau rasanya diejek gendut saat SD.

"Hari ini Julio beda ya. Kelihatan lebih fresh. Habis potong rambut ya? Tambah ganteng," puji Kesya membuat Julio semakin menahan diri untuk tidak salting.

Sayangnya, Julio tidak bisa menyembunyikan ekspresi saltingnya itu. "M-makasih. Duh, aku jadi malu dipuji Kesya. Kamu juga cantik hari ini."

"GELO PAKE AKU-KAMU AN," sembur Kevin yang geli mendengar Julio pakai aku-kamu an ke adiknya.

"Berisik, Vin. Ihhh, ya udah deh. Aku balik ke kamar aja kalau gitu buat lanjutin dengerin musik. Kalau mau makan, tuh di meja ada roti." Kesya memilih keluar dan kembali ke kamarnya daripada mendengar berisiknya sang kembaran kalau sudah heboh.

Satu kalimat dalam benak Julio; gagal deh deket-deket Kesya lagi, Kevin sih!

***

Bab 2 sudah up!

Sebelumnya, aku mau kasih visualisasi tokoh dalam cerita ini. Kalau kurang sreg, silahkan memilih visualisasi versi kalian ya ^^

Catatan :
Anggep aja itu visualisasi Kesya after diet

Terima kasih sudah membaca bab 2!
Sampai bertemu di bab berikutnya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro