Bab 13
Keadaan rumah sepi.
Tak ada suara keributan di pagi hari ketika dua anak kembar akan beradu mulut atau suara merdu yang bernyanyi tidak jelas terdengar. Alasan satu; Kevin masuk rumah sakit.
Kevin? Sakit? Lucu bagi orang lain jika mendengar anak bar-bar yang satu ini bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Nyatanya, sudah tiga hari cowok tersebut memang berada di sana dan membuat keadaan rumah selalu sepi. Winda akan menemani putra bungsunya dan beberapa kali harus pulang dalam sehari itu.
Alasan Kevin masuk rumah sakit ya karena sakit—spesifiknya menderita maag dan iritasi usus besar. Malah hampir mengidap anoreksia setelah tau Kevin juga ingin menurunkan lagi berat badannya dalam jumlah yang cukup banyak.
Iya, meskipun Kevin makan makanan yang sama seperti Kesya, ia justru memiliki porsi makan yang lebih sedikit dan lebih banyak mengonsumsi yang pedas-pedas sehingga lambungnya mengalami luka. Winda sampai memijit pelipisnya mendengar diagnosa dari dokter mengenai keadaan yang sedang menimpa anaknya.
Mumpung hari ini Kesya izin sekolah untuk berganti menjaga sekaligus kembali menjenguk Kevin di rumah sakit, jadi sebelum ke sana ia sempat mampir ke toko buah-buahan untuk membeli pisang. Letaknya persis di seberang depan rumah sakit.
"Terima kasih." Tangannya terulur mengambil plastik kresek berisikan buah pisang dan meninggalkan toko buah-buahan tersebut. "Fiyuhh, kebeli juga."
Usai membeli buah pisang, ia menyebrang jalanan besar untuk ke rumah sakit yang berada di seberang jalan. Jalanan cukup ramai meskipun ini weekday, karena ia tinggal di ibu kota jadi memang wajar jika kota besar selalu ramai setiap saat.
Ruang rawat inap Kevin ada di VIP-4A di lantai dua gedung agak ujung yang tempatnya lumayan sepi. Samping gedung tersebut ada taman samping rumah sakit dan tempat parkir khusus pengunjung ruang VIP. Kalau mengira Kesya dan keluarganya kaya raya, bisa dibilang iya dan tidak. Setidaknya, keinginan Kevin masuk ruang VIP terkabul.
"Tumben diem," ledek Kesya begitu masuk ke ruang inap Kevin.
"Lagi males ngapa-ngapain. Dari tadi cuman disuruh minum obat terus. Obatnya gak ngotak," keluh Kevin memperlihatkan obat-obatan di atas nakas yang harus ia minum.
Kesya terkekeh. "Aduhh, kocak banget punya kembaran biasanya berisik tapi sekarang malah diem terus di kamar," ucapnya.
"Kalau kebanyakan gaya buat ngomong, perut Aa nanti balik nyeri. Ini aja masih kerasa ngilu perih gitu kalau ada makanan yang masuk," ujar Kevin terdengar menyedihkan jika berada di posisinya.
"Ya udah. Aa tetep pantau grup kelas ya, sewaktu-waktu biar tau apa ada tugas yang bisa disusul apa engga. Desember kita udah PAS loh," nasehat Kesya.
"Iyaaa."
Kevin sebal jika diingatkan mengenai tugas sekolahnya yang tak berakhlak. Ia pikir jika sedang sakit, pikirannya akan sedikit lebih tenang dan tidak memikirkan hal apapun termasuk tugas-tugas sekolah. Sayangnya, ketika ia disuruh Kesya membuka grup kelas, justru deretan tugas-tugas baru semakin membuatnya pening.
Dan tugas ekonomi paling membuatnya tidak suka terutama dalam menghitung di bagian akuntansi dan sekarang ditambah dengan materi baru yaitu perdagangan internasional.
Drrttt
Ponselnya bergetar di atas pangkuannya, tertera nama Julio di buble chat mengirimkannya pesan berbunyi 'Anak kelas lo bakal ke RS sore ini. Gue bakal ngikut sama mereka. Sorry baru jenguk ya bro, gue keseringan sibuk nugas'.
"Sya, lo pulang sore ini ya?" tanya Kevin.
"Nunggu mama ke sini baru aku pulang," jawab Kesya, "kenapa memang?"
Kevin menggeleng. "Enggak, bukan apa-apa. Julio mau ke sini nanti sore. Mending lo pulangnya nanti bareng Julio aja, lumayan dibonceng cowok ganteng. Ihirrr," celetuknya diiringi nada ledek.
Sebuah bantal mendarat mulus di wajah Kevin usai cowok tersebut meledek Kesya. Tentu saja Kesya sebal dan tanpa berpikir lagi ia melemparkan sebuah bantal sebagai balasan. Ini baru bantal, kalau Kevin tidak sakit maka ia mungkin akan kena hantam oleh kembarannya ini.
"ANJING— akh!"
Mampusin jangan? Jangan deh, kasihan.
Respon Kesya hanya tertawa, lalu dia pun segera memberikan Kevin air putih untuk menetralkan sedikit rasa sakitnya. Baru saja Kevin bilang kalau kebanyakan gaya saat ngomong akan membuat perutnya terasa nyeri, 'kan jadi kenyataan.
"Aa jangan kebanyakan ngomong kasar. Tuh 'kan jadinya kena imbasnya sendiri," ujar Kesya.
"Gak ngomong kasar gak enak. Tapi karena Aa lagi sakit makanya gak banyak ngomong kasar. Tadi cuman refleks soalnya lo lempar bantal sih, jadi kaget terus keceplosan," balas Kevin.
Perutnya sudah terasa lebih baik dari sebelumnya setelah minum. Ia pun kembali berbaring dan mematikan tv yang sedang ditontonnya beberapa menit yang lalu. Selimut yang sudah menutupi sebagian tubuhnya ia tarik sampai batas dada.
"Aa mau tidur dulu ya. Ngantuk. Kalau makan siang udah dateng baru bangunin ya," kata Kevin lalu memejamkan mata.
Anggukan setuju Kesya berikan. Toh, dia pun ke sini memang mau menjenguk sang kembaran. Karena ia juga ikut mengantuk padahal masih pagi sekitar pukul 09.13 di layar ponsel. Tanpa sadar, Kesya juga tertidur di ranjang lain di ruang rawat inap tersebut.
Sekitar pukul 12 siang, Kesya terbangun karena suara ketukan pintu dimana petugas yang mengantarkan makanan datang. Buru-buru Kesya membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar lalu menerima makanan tersebut dan membangunkan Kevin yang masih terlarut di alam mimpi.
Kevin makan dengan baik di depannya. Kesya merasa bersyukur atas hal itu, dengan begini kondisi Kevin akan semakin membaik nantinya.
Setelah makan siang, keduanya kembali mengobrol banyak hal untuk menghilangkan rasa bosan. Banyak yang mereka bicarakan, seperti menceritakan masa kecil keduanya, artis luar negeri, kampus impian di luar negeri, rencana umur untuk menikah sampai membahas hewan-hewan dari zaman purba.
Sudah ditebak kalau yang selalu mengangkat topik pembicaraan adalah Kevin, kecuali dibagian kampus impian di luar negeri adalah pertanyaan dari Kesya sendiri atas dasar rasa ingin tahu setelah melihat foto Coloumbia University di kamar Kevin.
Tak ada yang bisa mengalahkan keseruan keduanya jika sudah berbincang satu sama lain. Dibalik sikap keduanya yang terlihat dekat hanya saat makan siang tiba, justru mereka lebih dekat dari itu. Hanya satu orang di sekolahnya yang tau seberapa dekatnya hubungan anak kembar tersebut. Yaitu Julio Trismara.
***
"Makasih Tante atas jajan-jajannya. Kami pamit pulang dulu. Semoga Kevin cepat sembuh."
Rombongan teman kelas Kevin sudah berdiri dan satu persatu meninggalkan ruang inap kawan mereka yang sedang sakit tersebut. Agaknya mereka tidak mengobrol banyak dengan Kesya dan justru asik makan saja dari tadi sambil beberapa kali menyeletuk pertanyaan Kevin.
Julio yang semula ikut rombongan tadi juga hendak pamit pulang. "Tante, saya mau pulang juga. Tadi pas ke sini udah bilang mama juga, dia titip salam semoga Kevin cepat sembuh."
"Iya. Makasih ya, Nak Julio."
"Sya, gak pulang?" Julio beralih pada Kesya.
"Ini ... bentar lagi pulang kok," balas cewek itu.
"Kamu pulang sama Julio saja. Ini udah sore, kayaknya gak ada angkot ke arah rumah kita," kata Winda. "Julio, tante titip Kesya dulu ya buat antar ke rumah. Gak merepotkan 'kan?"
Julio menggeleng. "Sama sekali enggak."
Tapi Kesya merasa tidak enak dengan Julio. "Tapi Ma—"
"Ikut saja," potong Winda dengan cepat.
Mau tidak mau akhirnya Kesya ikut pulang bersama Julio. Keduanya pamit pulang dan berjalan menuju ke parkiran di samping gedung tersebut. Keadaan di sana sepi, motor-motor yang dijejer rapi sudah berkurang. Sesampainya di parkiran, Julio menoleh ke arah Kesya.
"Mau ke GOR, gak?" tawar Julio.
"Jogging?" tebak Kesya.
Julio mengangguk. "Iya. Kamu tadi pagi pasti belum olahraga. Karena Kevin lagi sakit juga, aku gantiin dulu sementara sampai dia sembuh. Kevin udah bilang ke aku, kalau sampai dia ada halangan buat ajak kamu olahraga, aku gantiin dia."
"Mmm, boleh. Kebetulan hari ini aku ke rumah sakit pakai celana training dan bawa sepatu juga di tas," angguk Kesya setuju.
"Sip." Julio tersenyum lalu memberikan helm cadangan ke cewek tersebut.
Keduanya pun meninggalkan rumah sakit dan menuju ke GOR kota. Sesampainya di sana, keadaan tak seramai di pagi hari. Meskipun begitu, keadaan seperti ini justru yang Kesya mau. Ramai akan membuat dirinya merasa insecure dan malah tidak terlalu mood untuk jogging.
Julio membawanya ke tribbun dan meninggalkan tas mereka di sana kemudian kembali turun untuk melakukan pemanasan. Selesai pemanasan, Julio dan Kesya pun mulai berlari mengelilingi lapangan.
Sekitar 12 menit, waktu yang dibutuhkan untuk jogging. Selama waktu tersebut, Julio berhasil berlari 7 putaran sekitar 2800 meter dan Kesya berhasil berlari 5 putaran sejauh 2000 meter. Perbedaan yang cukup namun keduanya nampak puas dengan seberapa jauh mereka berlari.
"Huh, capek." Kesya meluruskan kedua kaki dan menyeka keringat di keningnya.
"Gimana? Aku lihat kamu berkembang banyak. Bahkam sanggup lari sejauh itu," kata Julio.
"Berkat Kevin yang selalu bantu aku, kini aku bisa sejauh ini. Aku juga gak nyangka udah berada di titik dimana aku tau aku bisa," ungkap Kesya yang merasa luar biasa pada dirinya.
"Tetaplah berkembang dan terus seperti itu. Prosesmu sebentar lagi akan membuat kamu semakin puas dan bangga terhadap diri sendiri. Tenang aja, selain Kevin ada aku juga akan terus dukung kamu." Julio mengulas senyum tipis, tulus mengucapkannya. "Semangat Kesya!"
Kesya ikut tersenyum dan terlihat manis di depan cowok tersebut. "Makasih, Iyo. Senang rasanya punya teman yang selalu mendukung seperti kamu."
***
To be continue
• Matcha-Shin
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro