PART. 5
Tak pernah Gala singkirkan barang sedetik matanya yang ia tumpu pada kegiatan Kyler yang sangat berhati-hati menggunakan ujung pisaunya. Beberapa kali pria itu melirik ke arah Gala seolah meminta pertimbangan di mana Gala hanya mengikuti instringnya; mengangguk. Di mana gerak pisau itu makin dalam membelah bagian dada sang gadis di mana sebelumnya juga terdapat luka yang sama. Namun luka itu itu sudah menutup sempurna dan hanya berbentuk satu garis kecil yang tak terlalu kentara.
Bunyi beep pada layar monitor membuat suasana di ruang yang bisa Gala katakan seperti ruang operasi dan ruang kerja Kyler, terasa lebih mencekam. Sorot lampu yang sangat terang terus terarah pada tubuh gadis yang kini sudah berganti pakaian. Setelah hijau yang dibuat untuk mempermudah Kyler 'memasang' kembali jantung gadis yang masih terpejam ini. Beberapa selang serta kabel terpasang di bagian tubuh Cathleen. Sesekali Gala memastikan kalau gerak yang ada di monitor itu masih ada. Walau terlihat lemah dan membuat hatinya makin tak keruan.
Kotak itu sudah Gala buka dengan tangan penuh gemetar karena darah itu tak berhenti menetes. Padahal kalau ditelaah dengan logika yang Gala punya, ruang di mana tempat menyimpan hal-hal aneh yang Kyler miliki pastinya berada pada suhu yang membuatnya menggigil mendadak tapi kenapa? Gala tak habis pikir jadinya dan begitu kotak itu terbuka, denyut satu onggok daging dengan banyak guratan serta beberapa bagian yang mungkin saja itu saluran yang dipotong atau entah lah, Gala tak memahaminya, mulai melemah.
Seperti tak lagi memiliki daya di mana mereka semua kini berpacu dengan waktu. Masalah membuka luka lama itu tak jadi soal tapi saat menuju tempat di mana seharusnya jantung itu diletakkan pada posisinya, sudah banyak noda kebiruan yang terlihat jelas. Menandakan kalau cairan itu sudah banyak yang masuk ke dalam tubuh sang gadis. Kyler sendiri sudah mulai kehilangan kepercayaan dirinya untuk terus menggunakan ujung tangan serta pisau itu. Namun berkali-kali juga ia menoleh dan menatap Gala, di mana kepercayaan itu mulai kembali walau tipis.
Kyler sendiri bisa melihat jelas kalau noda kebiruan itu menjalari hampir di seluruh permukaan tubuh gadis itu. kulit sang gadis yang memang seputih pualam, sangat kentara jika terdapat noda. Selain cangkok jantung yang tengah Kyler lakukan, ia juga harus segera mencari menawar dan memasukkan dalam dosis yang tepat agar tercampur pada peredaran darah dan menekan penyebaran efek dari cairan yang seharusnya tak tertelan.
Bukan hanya itu yang pria bertubuh raksasa itu khawatirkan tapi juga intelegensi serta banyaknya hal yang mungkin saja terganggu dari gadis ini. Namun ia berharap hal itu tidak terjadi walau rasanya harapan itu pun sama tipisnya dengan ujung pisau yang ia gunakan. Semoga saja harapan dan keinginan pemuda yang ada di depannya ini terkabul karena Kyler bisa melihat ketulusan yang sangat besar dalam sorot matanya.
Ia pun kembali memfokuskan diri untuk terus melakukan pembedahan di sana sini. Mengecek banyak efek yang terjadi karena racun dan mulai menyuntikkan penawarnya. Walau Kyler tak yakin apa tepat dan berguna tapi tak ada salahnya mencoba.
"Seharusnya ini berhasil." Kyler sebenarnya tak begitu yakin mengutarakan hal ini tapi setidaknya ia juga tak mau putus harapan.
"Tapi kenapa layar itu menunjukkan tanda yang terus melemah?" Gala tak buta. Seoptimisnya ia berpikir, kali ini kepalanya penuh sekali dengan pemikiran buruk. Mulai dari kondisi tubuh Cathleen yang mengkhawatirkan, Kyler yang takut kala harus bertindak, kotak berlumuran darah, lalu semakin lama layar itu makin membuar Gala ditimpa takut yang teramat besar.
"Aku sudah berusaha, Nak." Kyler menepuk pelan bahu Gala. Ia sadar, kalau pemuda ini tak bisa dibesarkan sedikit hatinya. Ia penuh dengan realita di mana apa yang ia lihat, itu yang harus ia tau. "Jantungnya memang melemah. Penyebaran racunnya hampir membuatnya terbunuh. Hanya keajaiban yang mampu membangunkannya, Gala. Aku sudah sangat berusaha. Bahkan mantera kegelapan pun sudah kuucapkan seiring dengan ujung pisau ini. Pertaruhanku besar. Tapi tak apa. Demi kau, aku lakukannya."
"Pertaruhan?" tanya Gala dengan kening berkerut. "Bayaran karena kau melakukan hal ini?"
"Aku tidak meminta bayaran, Gala. Tapi apa yang aku pertaruhkan demi untuk membuat jantung gadis itu kembali berdetak sangat lah tinggi."
"Apa itu membahayakanmu?"
Kyler terkekeh. "Sudah. Itu bukan urusanmu. Kita tunggu sampai dirinya sadar. Juga banyak berharap gadis ini akhirnya membuka mata."
Tak ada yang bisa Gala lakukan selain menuruti ucapan Kyler. Selesai segala proses cangkok jantung juga membuat sebuah pertukaran besar yang mana Gala tak ketahui, namun ia tak menutup rasa penasarannya atas apa yang pria bertubuh besar itu lakukan. Nanti. Kalau suasananya sudah cukup tenang pasti akan Gala cari tau. Ia tak mau ada sesuatu yang aneh terjadi di masa depan nanti.
Perlahan ranjang yang Cathleen tempati, didorong menuju kamar yang akan mereka tempati. Di mana suasana yang Gala masih ingat kala ayahnya berada di sana. Ruang yang besar di mana banyak sudut yang bisa digunakan mereka semua untuk beristirahat termasuk ibu dan ayahnya. Juga Seth Rafael yang tak pernah beranjak menjauh dari sisi dan selama operasi itu berlangsung.
Hampir seluruh tubuh Cathleen tertancap banyak selang dan dalam pemantauan khusus. Wajahnya masih sama, agak tirus dan pucat. Persis seperti orang yang terkena sakit parah dan hanya tinggal menunggu waktunya habis. Tapi Gala tak akan menyerah begitu saja. Ia yakin, mereka akan melewati hidup bersama. Ia sudah membuat Gideon kalah. Kedamaian juga pasti mulai tercipta, kan? Hal yang sangat ia inginkan sudah mulai bisa ia rasakan. Tapi ia tak mau menjalaninya sendiri. Harus ada Cathleen di sampingnya.
"Kau beristirahat lah, Nak." Xavier menghampiri Gala yang sejak tadi tak beranjak dari kursi tepat di samping Cathleen yang masih terpejam. "Ayah yakin kau butuh makan. Ibumu menyiapkan bubur."
Gala mendongak pelan dan sedikit tersenyum. Dirinya memang lelah terlihat dari kantung di sekitar matanya yang menghitam juga beberapa bagian tubuhnya merasakan nyeri. Tapi ia tak peduli. Ia tak mau meninggalkan Cathleen barang sejenak.
"Nanti saja, Yah."
"Sudah berapa lama kau tidak mendengar ibumu marah?"
Untuk hal ini, membuat Gala terkekeh. Mengikuti gerak Xavier yang kini duduk di sampingnya. Tangan ayahnya mengusap pelan kening dan merapikan rambut Cathleen. "Dia gadis yang baik, kuat, pintar, kecerdasannya sungguh membuat Ayah kagum. Belum lagi sifatnya yang membuat Ayah merasa memiliki seorang putri."
Gala terdiam sembari memperhatikan betapa tatapan sang ayah pun sama sepertinya. Mengkhawatirkan dan berharap Cathleen bisa kembali.
"Ayah yakin, dia akan segera sadar. Kyler sangat berdedikasi dalam hal ini, Nak."
Ah, bicara mengenai hal ini, di mana kebetulan sekali kalau sang ayah menyinggung mengenai Kyler. "Aku tadi mendengar kalau Tuan Kyler melakukan pertaruhan besar. Apa yang ia taruhkan, Ayah?" Gala bukan orang yang senang berbasa basi. Ia memilih untuk segera mengetahui. Bukan tanpa sebab karena kalau pun ada sesuatu hal yang tak diinginkan, Gala bisa mengambil langkah dengan cepat. Memperhitungkan dengan baik segala tindakan dan konsekuensinya kalau hal itu menyebabkan terjadinya sesuatu yang buruk.
Xavier cukup terkejut mendapati pertanyaan dari Gala. Sepertinya ia harus bersiap dengan kondisi di mana putranya ini senang sekali bertanya tanpa adanya basa basi. Agak lama ia menimbang karena ini adalah rahasia besar yang selalu disembunyikan Kyler agar tak banyak yang tau, apa yang ia lakukan sebenarnya. Di luar dari kegiatannya membelah dan mencampur DNA. Atau meneliti banyak hal di luar jangkauan manusia pada umumnya.
"Kau ... yakin ingin mendengarnya?"
"Kenapa aku harus meragukan hal ini? apa cukup serius?"
Tanpa ragu, Xavier mengangguk. "Sekian ratus tahun aku menjaga rahasia ini agar tetap menjadi rahasia. Tak ada yang boleh tau di mana aku juga terlibat di dalamnya. Tapi aku memang melakukan ini atas kesadaranku sendiri. Entah kenapa saat itu aku mau melakukannya. Dan sekarang aku tau, apa tindakanku ratusan tahun lalu itu menemui akhirnya."
Kening Gala makin berkerut.
"Tak bisa kah kau pahami, kalau gadis ini begitu cantik?"
"Aku tau."
"Tak pernah kah kau merasa mencurigai ayahmu sendiri kenapa tidak menjatuhkan hati padanya?"
Napas Gala mendadak tercekat. "Ja-jangan bilang ..."
"Tidak." Xavier menggeleng tegas. "Aku tak jatuh cinta pada Cathleen kalau itu yang kau khawatirkan. Hanya saja, tak terlintas kah di kepalamu kalau kemungkinan itu akan terjadi?"
"Entah lah. Kepalaku tidak bisa mencerna hal itu. Dan kalau memang itu terjadi ... aku ... aku ..."
"Tenang saja. Aku hanya berkata dengan memainkan logikamu saja, Gala. Kau tak perlu risau. Yang kucintai hanya ibumu. Juga ... kau. Anakku."
Cekikan di lehernya itu perlahan mengendur dan membuatnya bisa kembali bernapas.
"Saat aku memutuskan untuk menolongnya, aku melihat masa depan yang begitu indah. Walau harus beratus-ratus tahun kujalani hanya bersamanya, tapi bukan hanya ada aku dan dirinya saja. tapi ada Rosaline dan kau, Gala. Di mana kalian ditakdirkan bersama." Xavier mengambil tangan Gala perlahan dan lembut sekali mengangkat tangan Cathleen agar bersatu dalam genggamannya.
"Aku jaga gadis ini dengan baik karena aku tau dan melihat ada masa depan untuk kalian. Kurestui kalian menggapai masa depan yang indah itu, Gala, karena ini lah akhir dari tindakanku di masa lalu. Dan kurasa, Seth sendiri memberi banyak dukungan, kan?"
Sepakat, mereka menoleh pada sosok Seth Rafael yang mengamati mereka dari kejauhan. Bukan Seth tak ingin mendekat pada sosok putrinya tapi sepertinya, mereka lebih membutuhkan waktu bersama. Asalkan Seth bisa menatapnya dan mengetahui sejauh apa perkembangan putrinya, itu sudah lebih dari cukup. Ia sendiri seperti tengah bertarung dengan waktu apalagi mengetahui beberapa hal yang Gala katakan selama misi penyelamatan tabung itu.
Seth sudah tak memiliki banyak kata untuk mewakili perasaannya sekarang. Namun dikelilingi orang-orang yang sangat peduli pada putrinya sudah cukup membuatnya berbesar hati dan memupuk tinggi harapan, kalau putrinya akan kembali bersama mereka. Seth sendiri tak sanggup kalau harus kehilangan yang sesungguhnya. Kalau dulu, masih ada yang ia tunggu; kisah Xavier bersama Dice walau ia hanya sebatas mendengarkan suara putrinya itu. Dianggukkannya pelan kepala Seth sebagai bagian dari restunya. Pria itu juga tau, kalau sang pemuda yang kini selalu berada di dekat Cathleen, tak main-main memberikannya kasih sayang.
"Akan tetapi, Gala, perlu kau ingat satu hal." Xavier menarik napasnya dengan panjang. Matanya mulai tak bisa terfokus pada Gala yang kini menatapnya lekat. Ia bukan takut tak bisa bicara di depan putranya. Hanya saja ...
"Memisahkan antara raga dengan nyawa itu butuh pengorbanan besar, Gala. Dan yang kulakukan adalah mempertaruhkan umurku yang abadi."
Tadinya ... Gala mulai tenang karena mengetahui ayahnya tak mungkin mengkhianati ibunya secara diam-diam. Tadinya juga ... ia senang sekali karena Ayah serta seorang pria yang ia panggil dengan sapaan 'Papa' memberinya banyak dukungan. Tapi mendengar ucapan ayahnya barusan, membuatnya berpikir banyak. "Maksudnya?"
"Kami melanggar hukum Tuhan, Gala. Itu pelanggaran berat. Kalau sampai Gideon tau apa yang kami lakukan, ia tak segan untuk menjatuhkan hukuman mati di tempat. Ia tinggal memanggil salah satu eksekutor di mana tak ada yang bisa melawannya bahkan dadu sekalipun. Maka aku melindungi dadu itu bukan karena menginginkan apa yang tersimpan di dalamnya. Kekuatan, senjata tempur yang luar biasa dahsyatnya, pengaruh yang sangat tinggi di mana pun berada. Bukan hanya itu, Gala. Tapi aku melindungi gadis ini."
Penjelasan itu masuk akal dalam nalar Gala. Ia masih memilih untuk diam karena sepertinya sang ayah masih akan terus melanjutkan ucapannya. Walau Gala harus menunggu karena jelas sekali netra Gala memperhatikan, wajah ayahnya berubah pias. Ada sedikit ragu yang mendadak hadir di sana juga. Membuat Gala agak tak sabar menunggu kelanjutan ucapan ayahnya ini.
"Hubungannya dengan usia yang abadi?"
"Usiaku sudah ditetapnya ada di batas mana, Gala. Untuk penguasa lainnya, mereka memilih bagaimana cara menjemput kematiannya. Entah karena mereka sudah bosan hidup di jagad Metro, kalah pertempuran seperti Gideon, atau ia sudah tak memiliki rasa ingin hidup lebih lama. Puas sudah menikmati hidupnya yang panjang itu."
"Sementara Ayah?"
Senyum Xavier terukir pelan. "Tidak lagi sama."
Bola mata Gala membulat sempurna. "Maksudnya?"
"Usiaku memang sudah tak lagi lama. Seharusnya saat aku menghilang, aku bisa memanfaatkan waktu bersama kalian. Menghabiskan waktu dan kenangan indah tapi sayangnya, aku kalah. Dan, yah ... kau tau jalan ceritanya seperti apa."
Gala menggeleng pelan. "Tak mungkin," lirihnya tak percaya.
"Itu lah yang terjadi. Kutukar hidup abadiku dan menetapkan ujung usiaku untuk gadis yang akan mendampingimu kelak."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro