DICE. 92
Maaf ya aku enggak ngeuh kalau settingannya cuma sampai tanggal 15. Sudah ada yang ingatkan tapi aku sibuk banget sama menu takjil dan buka puasa. MUahhahaha. maaf yaaaa.
Nah selamat dilanjutkan DICE sampai akhir Maret ini.
***
Suara Bellamie nyaring terdengar membuat Gideon menyeringai puas. Di depannya, anak itu terjatuh dan dirinya segera saja mendapat acungan berbagai senjata dari berbagai sisi. Sama-sama tak ada yang diuntungkan tapi jelas Gideon menang. Pasukannya tanpa bergerak sedikit pun makin menekan orang-orang yang bersama Gala. Wajah mereka satu demi satu Gideon perhatikan dan tampak tegang. Kentara sekali ditambah di bawah kakinya, tubuh pemuda yang sejak pertama kali mereka bertemu sudah membuat kekesalan serta amarahnya memuncak, kini tak berdaya.
"Lebih mudah seperti ini, kan?" kata Gideon dengan penuh penekanan. Ia pun sedikit membungkuk dan mengamati dengan jelas kalung serta bandul dadu yang berpendar jingga di sana. Seringainya mendadak makin lebar dan kesenangannya makin memuncak. Tak ia kira akan segampang ini di mana ia bisa segera melumpuhkan tanpa banyak aba-aba. Untuk apa? Menyelesaikan dengan cepat adalah keinginannya. Lalu setelah dadu di tangannya, ia tinggal memusnahkan sisanya.
Andai ia berpikir cukup panjang untuk mencari titik lemah seorang Galaksi Haidar, di mana itu adalah Bellamie, sejak awal ia tak akan menghabiskan banyak waktu untuk meladeni permainannya. Ia juga tak peduli kalau banyak senjata yang mengarah padanya terutama pedang Xavier yang menyentuh sedikit lehernya. Ditepisnya pelan pedang itu dengan sorot penuh menang lalu menarik dadu yang terkalung. Menatapnya dengan kekaguman serta apa yang ia inginkan akhirnya tercapai setelah sekian lama. Ia raba pelan dadu itu sebelum berbisik, "Kembalikan semua pada mode default. Alexis Gideon Langham."
Ia menunggu dadu yang kini melayang pelan di sampingnya. Yang mana ... binar girang itu perlahan lenyap, berganti dengan tatapan liar ke semua penjuru terutama sosok yang ada di sampingnya. Seringai licik terukir di wajah Xavier di mana ia justeru bergerak mundur. Di samping sang Horratio, dadu itu melayang kuat. Pendar jingganya menyala terang. serupa dengan sorot mata Xavier yang berubah perlahan di mana sorot itu juga menelanjangi keangkuhan Gideon yang sesaat tadi menyelimutinya
"Apa-apaan ini?" Gideon menarik senjatanya. Menodongkan persis di jantung Xavier. Pijakannya berubah dimensi di mana ia harus segera bergerak mengikuti arah yang ada juga mengejar Xavier yang makin menjauh.
"Kau lupa kalau dadu mampu melakukan ini, Gideon?!"
"Kurang ajar!!!"
Xavier terus menghindari semua serangan Gideon. Satu lawan satu seperti ini memang rencananya. Gideon harus dipisahkan dari pasukan elite serta rudal nanomitenya. Di mana Kyler memiliki sedikit waktu untuk menonaktifkan pemusnah tersebut kala diledakkan. Pantauan yang Dice berikan sangat akurat di mana beberapa rudal berisi nanomite yang bisa menghancurkan pusat kota, sudah disetting peluncurannya sepuluh menit lagi.
Gideon benar-benar menginginkan semua rencananya berjalan lancar. Tak boleh ada satu pun keinginannya yang tak terwujud di dalam perang kali ini. selain tujuannya untuk mengambil dadu kembali, ia tak pernah peduli betapa banyak kerusakan yang terjadi kalau nanomite menghantam pusat kota. Maka itu lah tugas Kyler dalam pertempuran kali ini.
Mereka semua sepakat memancng Gideon untuk mengarahkan senjata pada Gala. semua hanya tipuan yang paling canggih mengambil dari kebiasaan Gideon di mana ia mudah sekali terjebak ketika sedikit saja diberi sela untuk keinginannya terpenuhi. Sikap yang bisa dimanfaatkan dengan bagi oleh mereka semua di mana hanya Xavier seorang yang maju untuk melawan Gideon. Sisanya? Sama seperti Gala yang tertembak, hanya hologram yang nyaris serupa dengan bentuk aslinya.
Kecerdasan Xavier menyempurnakan system dadu ia kerahkan semalaman. Ditemani Dice yang banyak memberi masukan serta trial di mana mereka mengharap apa yang mereka rencanakan ini sempurna. Walau belum benar-benar utuh penyempurnaan dadu tapi setidaknya ini layak dicoba. Hasilnya? Membuat Xavier menyeringai puas. Gideon masuk ke dalam jebakannya.
Sementara Gala serta Alex mengambil alih misi penyelamatan ibunya di mana hanya berbekal senjata yang biasa mereka gunakan. Gala tak jadi soal lantaran sudah terbiasa namun sepertinya mereka berdua harus benar-benar berhati-hati mengingat pasukan khusus yang Gideon miliki sangat lah lihai bermain senjata. Pun shield yang melindungi mereka tak bisa digunakan karena Xavier harus menggunakan banyak sekali daya di dalam dadu.
Tak mengapa karena Gala juga Alex yakin mereka berdua bisa melibas pasukan elite Gideon tersebut.
Berbeda dengan Maverick dan Seth di mana mereka ditugaskan untuk membatalkan perintah serangan udara di perbatasan agar menghentikan pasukan mereka yang mulai berdatangan. Gideon benar-benae menjalankan kekuasaannya yang menginginkan kemutlakan terjadi. Tidak akan mereka biarkan itu terjadi dengan mudahnya.
Freya kehilangan kata-kata begitu Gideon tak lagi terlihat olehnya. Tadi ia sempat melihat bagaimana tubuh bocah yang ia yakini bernama Galaksi Haidar itu roboh terkena tembakan Gideon. Namun, kenapa semuanya berubah? Tempat di mana Gideon berdiri tadi, juga di saat ia melihat Xavier tak ada lagi. Berganti dengan kepul asap hitam pekat yang membumbung tinggi. Para pasukan yang sejak tadi membidikkan senjata pun Freya perhatikan seperti kalang kabut dan tak ada yang berani mendekat.
Kepul asap itu juga diiring dengan sambaran kilat yang terlihat mengerikan.
Tak berbeda jauh dengan Freya, Bellamie sampai tak bisa kembali menutup mulutnya yang menganga lebar. Lagi pula bagaimana bisa ia menggerakkan tangan di saat borgol itu semakin ketat menahannya? Ia sungguh tak percaya dengan penglihatannya barusan. Di mana anaknya? Di mana Xavier? Yang lainnya? Semua tanya itu terus saja berputar di kepalanya yang makin membuat ia dicekal rasa takut yang sangat besar.
Jumlah pasukan elite yang menjaga pesawat induk milik Gideon sangat banyak. Untuk menerobos masuk di ruang senjata saja Kyler harus menunggangi Baby Snake. Ternyata nama itu melekat sekali dalam benak pria bertubuh besar itu. Senjata juga pisau kecil berujung runcing itu terus ia pergunakan tanpa jeda menghadapi pasukan elite Gideon. Pengalaman kemarin menghadapi satu batalyon pasuka Gideon membuatnya belajar sesuatu.
Mereka lemah pada bagian kaki mungkin karena terlalu terfokus pada senjata yang ada di tangan, mereka lupa seni berperang tanpa senjata. Di mana hal itu dimanfaatkan betul-betul oleh Kyler walau tubuhnya besae, tapi semua yang ia bawa bisa melumpuhkan hampir sebagian besar pasukan Gideon. Hewan reka genetik ciptaannya lah yang banyak membantu dan itu kebanyakan dimuntahkan langsung dari Baby Snake.
Senjata berat maupun kotak-kotak bom yang ada di ruang penyimpanan, banyak Kyler bawa bersama Theo serta Russel yang sengaja ia mintai bantuannya untuk memindahkan dan menyita semuanya. Termasuk lima bom nuklir dengan nanomite sebagai hulu ledaknya. Ia sangat berhati-hati menonaktfikan serta memberi pelemah siapa tau terjadi guncangan saat pemindahan peti-peti ini.
"Tuan, truk pengangkut sudah penuh sepertinya." Russel memperingati serta kembali menembakkan satu peluru pada pengintai yang berada di bibir pintu ruangan. Masih terjadi tembak menembak di sana namun sepertinya Kyler tak perlu terlalu khawatir. Russel pandai sekali memainkan pistolnya. Akurasinya tinggi sekali padahal ia hanya sekilas saja melirik dan selalu tepat sasaran.
"Kurasa cukup. Yang terpenting rudal itu sudah tak lagi aktif." Kyler kembali mengangkat satu peti besar dengan sekali gerak. Ia tak terlalu merasakan beban apa-apa namun kernyitan di dahinya berkerut cukup dalam. "Apa yang lau perhatikan, Russel?"
"Kau ... Benar-benar bertenaga besar, Tuan."
Kyler menyeringai di mana gigi-giginya tampak menyeramkan. Kyler yang bicara saja sudah mampu membuat bulu kudur berdiri apalagi menampilkan seringainya seperti ini. Russel agak khawatir juga sebenarnya, takut kalau-kalau ia berbuat salah lalu telapak tangan besar itu menyasar pada kepalanya. Dipelintir pelan lalu lepas lah nyawa dari tubuhnya dalam sekali gerak.
"Ayo, bergerak. Jangan biarkan Theo berpesta sendirian."
Kali ini Russel terkekeh. Diambilnya satu senjata serupa MJ-42 otomatis yang bisa ia gerakkan dengan roda. Cukup efisien ketimbang harus ia bebankan di bahu belum lagi longsongan pelurunya yang banyak sekali di bawahnya. Roba tersebut sangat memperingat geraknya. Ia pun bergerak terlebih dahulu sembari terus mengarahkan mulut senjata pada lawan ketika berada tepat di bibir pintu ruang penyimpanan. Sembari memberi kabar kalau misinya hampir berhasil pada Gala serta tim lainnya melalui sambungan earbud kecil yang tertanam di cuping telinganya.
Sementara di tempat lain pada waktu yang sama, Maverick juga Seth mendesak pasukan Gideon dengan cepatnya. Seth terbiasa menggunakan senjata jarak jauh melindungi gerak Maverick yang cepat sekali menghajar lawannya sampai Seth merasa ia hanya menoleh sekilasan saja, penguasa Metro Selatan sudah tak tampak. Hanya menyisakan asap cerutunya saja. Membuat Seth beberapa kali berkata, "Bisa tidak kau tak pamer, huh?"
Lalu gelaknya terdengar nyaring di mana sosoknya kembali muncul. Seringai menyebalkannya itu membuat Seth ingin sekali membuat lubang di jubah hitam miliknya itu. "Cepat lah ruang komando ada di sisi kananmu."
"Tadi kau meneriakiku, Seth! Sekarang kau memerintahku? Kenapa semua orang di sini sangat menyebalkan?" Satu tembakan Maverick arahkan tepat di depannya. Dua pukulan ia layangkan pada pasukan yang mendadak muncul dari balik koridor yang tepat berada di kirinya. Belum lagi beberapa orang merangsek masuk di mana Maverick harus membuang cerutunya dengan segera. Ia tak bisa menahan diri untuk tak menggunakan dua pistol di tangannya itu.
"Seth, lindungi aku! Kau mau aku mati terbunuh?"
"Dengan senang hati mayatmu akan kukirim ke Metro Selatan lengkap dengan iring larpet merah."
"Berengsek!!!" Maverick tergelak. Dua pistol di tangannya terus bergerak cepat membantai pasukan yang tadi merangsek masuk. Disusul Jiro yang berada tak jauh di belakangnya.
"Tuan, ruang komando aman."
Maverick mengangguk cepat. Matanya tertuju pada cerutu yang sudah ada di lantai dan terkena cipratan darah dari salah satu pasukan yang berhasil ia lumpuhkan. "Sayang sekali aku baru mengisapnya beberapa kali. Ini termask cerutu yang langka."
"Anda ... Bicara sesuatu, Tuan?" tanya Jiro dengan kernyitan bingung. Mereka sudah berdiri berhadapan. Sontak hal itu membuat Maverick menoleh dan terkekeh.
"Tidak. Jangan hiraukan aku. Laporkan kondisi terbaru kita pada tuanmu. Aku yakin dia pasti merindukan suaraku." Maverick bergerak terlebih dahulu dengan langkahnya yang selalu percaya diri. Jubah hitamnya berkibaran melewati banyak pasukan yang tumbang di depannya. Sedikit bersiul seolah merayakan kemenangannya barang sesaat juga mengisi kembali pistolnya dengan peluru cadangan. Senjata pemberian dari Gala ini sangat lah berguna. Ketika digunakan isinya seolah tak ada habisnya. Namun ketika ia berhenti menarik pelatuk, rasanya agak lama agar isi di dalamnya kembali penuh. Tak mau ambil risiko menghadapi ruang da koridor lainnya, ia pun kembali mengisi dengan kotak yang masih terisi penuh.
Walau terkesan santai dan meremehkan lawan tapi seorang Maverick Osmond tau cara berperang dan tak mau lengah menghadapi situasi apa pun. Bahkan kalau pun kemenangannya hampir mendekati 95%. Baginya 5% itu masih ada peluang untuk musuh membalikkan keadaan. Dan itu tak akan Maverick biarkan ada.
Di lain tempat, Gala dan Alex ternyata kolaborasi yang sangat epik dengan pedang kembar di tangan masing-masing. Penawar dari Kyler bekerja cukup ampuh untuk mengurangi sakit yang ia derita di mana sebenarnya ia abaikan sakit yang dirasa tangan kirinya. Namun sepertinya memang sangat berguna untuk membantu Gala di saat seperti ini. Tangannya bekerja cukup baik walau tak banyak ia harapkan asal tangan kanannya terus bekerja menahan dan mendesak lawannya hingga mundur atau mati terkena tebasannya.
Pedang yang Gala beri sungguh melebihi kehebatan Honji-nya. Tingkat ketajamannya sangat membuat Alex terpukau. Entah karena euforia kemarin melawan pasukan Gideon sekalian ia pergunakan untuk melatih diri bermain pedang atau memang pedang yang Gala beri sangat sesuai dengannya sekarang, membuat Alex banyak menangkis serangan peluru yang menyasar padanya juga pemuda yang tak kalah gesit mendesak lawannya.
"Cara bermain pedangmu semakin mahir, Nak."
Gala menoleh secepat kilat namun kembali fokus pada lawan di depannya. "Kebetulan guruku yang ternyata banyak omong ini mengajarkan dengan baik."
Kening Alex jadinya berkerut dalam. "Banyak omong? Sejak tadi tak ada pem—
"Bisa kah Anda fokus saja ke lawan? Kita bisa bicara nanti?"
Alex tergelak akhirnya. "Baiklah, Anak Muda. Kau memang pandai memancing emosi seseorang."
"Pujianmu kuterima dengan senang hati."
Gala masih bisa mendengar Alex terkekeh dengan cengirannya yang Gala rasa beberapa kali ia lihat dan hapal mana yang meremehkan da mana yang tiba-tiba membuatnya merasa pria berambut putih yang tingginya memberi kesan melindunginya ini, demikian bersahabat. Seth pernah mengatakan kalau Alex jarang sekali bersosialisasi dan hanya sesekali terlihat bersama Maverick. Dan rasanya sangat aneh mengetahui pria itu mau menurunkan banyak sekali keegoisannya untuk mendampingi Gala.
"Kau bisa lindungi aku, Tuan? Aku bergerak mendekati Ibu."
Tanpa ragu, Alex mengangguk cepat. "Iya, Nak. Berhati-hatilah." Lalu ia pun memerintahkan Jiro untuk membuntuti pergerakan Gala di mana jangan merisaukan dirinya yang bergerak sendiri menghadang pasukan Gideon. Ia memiliki keyakinan kalau kemampuannya meningkat tajam sekarang.
"Anda juga. Berhati-hatilah."
Gala melesat cepat diiring dengan Jiro yang langsung sigap begitu perintah untuknya menjaga Gala dari belakang. Sebenarnya Jiro agak pesimis ia yang menjaga pemuda yang terlihat seperti pemimpin di antara pemimpin. Bahkan tuannya, Seth Rafael kentara sekali dekat dan menatap pemuda itu dengan pandangan yang lain. Bukan karena Gala adalah putra seorang Xavier yang ia tau hubungan dekatnya dengan Seth namun, Jiro pun mengakui ada sesuatu yang besar di dalam sosok Gala.
Seolah tanpa banyak kata pun, Jiro akan mengabdikan dirinya untuk Gala berikut apa lun yang diperintakan pemuda yang geraknya kini cepat sekali. Jiro sampai agak kewalahan mengimbanginya. Dari belakang ia perhatikan betapa Gala seperti master pedang yang sangat ahli belum lagi sebelah tangannya ia gunakan mengenggam pistol yang sesekali ia lempar ke udara, pedangnya terayun menerabas lawan, lalu ketika pistolnya kembali ke tangannya, ia semakin mendesak pasukan Gideon yang sudah banyak mereka lumpuhkan ini.
Tepat ketika Gala berada di depan tempat ibunya terkurung, ia melihat wajah sang ibu yang sudah banjir air mata. Senyumnya lebar menyambut tatapan sang ibu yang terlihat lega sekali. "Aku pikir ... Ibu melihatmu ... Kau ... Ya Tuhan!"
Bellamie minim sekali mengeluarkan kosa kata. Kembali ia gerakkan tangannya agar cepat terbebas walau rasanya mustahil namun hatinya sangat gembira melihat putranya mendekat. Tak peduli betapa banyak pasukan yang menghadang langkahnya, Galaksi Haidar terus mendesak dan memukul lawannya dengan gagah berani. Matanya sama sekali tak ia lepaskan memperhatikan Gala yang terus merangsek mendekat padanya. Tak peduli betapa berbahaya situasi yang ada di dekatnya termasuk penjagaan untuknya yang makin diperketat.
Akan tetapi Gala tetap lah Gala. Yang berani, tak kenal takut, dan tangkas memainkan senjatanya.
"Bertahan lah sebentar lagi. Aku akan mengeluarkan Ibu dari sini."
Belum juga kata itu terbalas oleh Bellamie, wanita itu sudah berteriak histeris begitu satu belati tepat mengenai lengan kiri Gala. Suara ringisan putranya terdengar menyayat hati Bellamie. Darah merembes cepat membasahi kemeja yang Gala kenakan di mana air mata Bellamie bercucuran tanpa henti.
"GALA!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro