DICE. 86
Maverick berdecak sebal. Sepanjang jalan menyusuri tanah berpasir pekerjaan barunya adalah menggerutu. Di tangannya memegang senjata yang cukup besar, juga Russel yang berjalan sembari sesekali melaporkan keadaan di Metro Selatan. Apa yang mereka rencanakan untuk pusat kota berhasil dengan baik. Pasukan Gideon hanya mengepung tapi tak bisa melakukan pengrusakan karena tak ada satu pun pasukan Maverick di sana. Hanya warga sipil biasa. Gideon tak mungkin membuat onar di antara penduduk karena terikat sumpahnya sendiri.
Melindungi seluruh warga jagad Metro.
Sementara Seth dan Xavier memimpin jalan entah apa yang mereka bicarakan tapi terlihat seru. Gala memperhatikan dari kejauhan sambil terus memantau laporan dari udara mengenai persiapan serangan udara yang entah sudah berapa kali dilancarkan Gideon. Dalam gerak kakinya sepanjang melangkah, ia merasa tanah berpasir ini agar bergerak. Mungkin pengaruh angin yang cukup kencang juga ular yang ada di bawah kakiknya. Baby Snake tak mungkin Gala minta untuk beriring melangkah bersama menuju titik yang telah mereka sepakati.
Tidak. Gala yang meminta untuk bertemu Gideon di titik yang ia mau. Di tempat yang sangat netral dan kerusakan yang telah terjadi karena ledakan itu, sudah mulai dibereskan. Gala sudah tak mau ada lagi jatuh korban dari kedua belah pihak. Ia cukup terkejut mendapati data dari Dice di mana hampir separuh pasukan mereka terkena dampak. Raut wajah Seth, Maverick, Kyler juga Alex terlihat pasrah dengan apa yang akhirnya mereka ketahui sebagai akibat perang.
Nyawa tak bisa dikembalikan tapi ada yang bisa dilakukan untuk menebus ini semua.
Mengakhiri perselisihan dengan Gideon tapi bukan menyerah padanya. Dengan mata kepala Gala sendiri ia melihat arogansi pemimpin itu. Tak memedulikan pasukannya sendiri. Ia hanya menginginkan dadu dan bisa berbuat jauh lebih semena-mena menggunakan apa yang Gala genggam. Maka tekad Gala kali ini bulat. Jikalau beberapa jam berlalu ia hanya berpikir untuk mendesak Gideon agar menyerah, kali ini tidak. Ia benar-benar harus membuat Gideon membayar semuanya. Namun kali ini, ia harus jauh lebih pintar dan licik karena ibunya ada di tangan mereka.
"Kau benar-benar tak mau menggunakan strategi dariku, Bocah?" tanya Maverick masih dengan cebikan kesalnya. Wajahnya yang terlihat sedikit berantakan karena mereka tak mengenal kata istirahat setelah menyusun rencana baru. Mereka juga bertekad untuk membalas atas apa yang telah dilakukan Gideon terhadap pasukan khusus yang telah mereka latih perang ini.
Gala mendongak dari layar yang sejak tadi menjadi penemannya. Dice ada di dalam dadu menginformasikan banyak hal yang muncul di layar melalui kacamata yang masih ia kenakan ini. "Apa kau baru saja mengajakku bicara, Tuan Mave?"
Maverick berdecak kembali. Dikeluarkan cerutu dari salah satu saku kemejanya tapi sepertinya ia kehabisan cerutu kesayanannya itu. "Sial!"
Hal ini diketahui Gala dan pemuda itu terkekeh. "Sedikit mengurangi kebiasan buruk, Tuan."
"Mulutmu memang tak pernah bisa bicara sopan, Gala."
Gala mengedikkan bahu. Mereka kini berdampingan berjalan menyusuri bukit berpasir. Matahari sudah tak seterik sebelumnya di mana mulai terasa embus angin yang lain dirasa kulit. Sebentar lagi malam akan tiba. Untuk tiba di koordinat yang diminta Gala masih butuh waktu beberapa jam perjalanan menggunakan kaki. Gala tak menggunakan kendaraan apa-apa bukan karena tak mampu. Tapi ia tau, pantauan udara milik Gideon mengawasi pergerakan mereka. Pun pasukan yang mengiring mereka. Tidak ada. Gala tak ingin ada korban jiwa lagi di pasukan masing-masing Metro. Sudah cukup banyak kekacauan yang terjadi hanya karena dadu.
Sebenarnya Gala bisa saja berjalan hanya berdua dengan ayahnya saja tapi keempat pria yang menyebalkan ini memaksa untuk ikut. Entah apa kepentingan mereka padahal Gala sudah menekankan kalau pasukan mereka membutuhkan para pemimpinnya tapi dengan seenaknya, sambungan video pun dirasa cukup dilakukan seorang Maverick Osmond untuk meminta pasukan Metro Selatan untuk mundur. Itu juga yang dilakukan Alexander, Seth, juga Kyler.
Gala menyerah untuk memaksa mereka kembali.
"Aku bukan tak ingin menggunakan strategimu, Tuan Mave. Gideon yang Agung selain sebagai pemimpin, ia juga seorang prajurit, kan? Aku yakin kalau kuhadapi hanya seorang diri, ia pun akan sendiri menghadapiku. Tak membawa pasukannya."
"Sendirian? Belum bertarung lama aku yakin kau tinggal nama, Gala."
Pemuda itu tergelak menanggap dumelan Maverick. "Tapi ketahui lah, Tuan Mave, aku menyukai kebersamaan ini."
Maverick menoleh dan cukup lama memandangi bocah yang berjalan di sampingnya ini. Sesekali rambutnya yang hitam agak panjang bergerak seiring arah angin, membersihkan debu yang menerpa wajahnya, tapi Maverick tau kalau dia bukan anak sembarangan. Dan mau tidak mau ia pun mengakui kalau sepanjang tubuhnya bergerak diawali dengan pesan permintaan perlindungan lebih untuk Alex selama di Metro Barat lah, ia terus menerus mengekori pemuda ini.
Mungkin tubuhnya kecil. Mungkin juga suaranya tak selantang sang ayah ketika datang berkunjung dan mengeluarkan ultimatum. Tapi di bahunya, Maverick tau, kalau ia berbeda. Ia tak sekejam sang ayah. Biarpun menyebalkan, ia tau porsi dan bijak menempati diri di antara para penguasa. Mengatur tanpa melukai ego masing-masing orang yang dengan suka rela membantunya. Yang mana justeru karena itu lah, ia dilindungi tanpa sadar. Maverick terkekeh kecil akhirnya. "Kau benar. Aku pun mulai menyukai kebersamaan ini." Pria berjubah hitam itu pun merangkul Gala tanpa permisi. Membuat Gala memekik kaget di mana membuat semua orang menoleh pada mereka.
"Kau ingin membunuhku, Tuan Mave?" Gala mendelik kesal tapi akhirnya mereka berdua tertawa.
Seth juga Xavier yang melihat mereka berdua hanya menggeleng lalu melanjutkan langkah menyusuri tanah berpasir ini. sementara di barisan paling belakang ada Alex juga Kyler di mana Kyler mengecek berkali-kali tangan yang menghitam. Di mana sepertinya tambah parah efek yang ditimbulkan.
"Apa rasanya masih seperti terbakar?" tanya Klyer saat tak sengaja melihat Alex menutupi dengan jubah panjangnya itu.
"Setelah menggunakan obat darimu, rasanya lumayan."
Kyler mengangguk pelan. "Aku harus ke lab untuk meneliti lebih jauh mengenai efek bisa ular ini pada tanganmu."
"Kau sudah mengatakan hal itu tadi, Kyler. Dan aku sangat berterima kasih."
Pria raksasa itu tertawa di mana tawa yang ditimbulkan terdengar cukup mengerikan. "Kau? Mengucapkan terima kasih? Terdengar ... seperti bu—"
"Seperti bukan diriku?" sela Alex cepat di mana ia pun larut dalam tawa. "Kau benar. Aku sendiri merasa aneh dengan bibirku ini tapi sepertinya keadaan berhasil mengubahku dengan cukup telak."
Sekali lagi Kyler tergelak. "Sepertinya bukan kau saja yang merasakan."
"Entah lah, Kyler. Sepertinya tujuan Gala cukup membuat kita semua sepakat, kalau kedamaian sepertinya memang harus terjadi di sini."
"Asal tidak ada penjegalan mengenai apa yang kulakukan."
"Sepertinya untuk kata damai yang sepakat, harus ada hokum yang kuat mengatur mengenai pelanggaran yang sering kita buar, Kyler."
"Sial sekali ucapanmu, Alexander Millian!"
Mereka kembali tergelak bersama. Matahari makin meredup cahayanya. Mereka memang sengaja berjalan beriring tanpa adanya pasukan dan pastinya pantauan udara yang sibuk dengan jet pasukan tempur Gideon yang Agung melaporkan situasi terkini di mana Gala sudah mengirimkan pesan untuk melakukan pertukaran. Walau tak ada balasan dari Gideon perkara pengumuman pertukaran yang Gala inginkan, tapi pemuda itu yakin Gideon mendengarkan. Terbukti sejak mereka melakukan perjalanan menuju titik yang disepakati, suara-suara deru mesin pesawat di atas mereka terdengar jelas sekali.
Kentara kalau mereka memang mengawasi dan itu membuat Gala terus maju dan bergerak.
"Kita istirahat di sini. Pantauanku mengabarkan kalau akan terjadi badai pasir yang cukup besar." Gala berhenti dan memantau sekitar. Tempat yang ia pilih cukup terlindungi karena adanya bebatuan besar yang membentuk perlindungan tersendiri dari badai yang akan terjadi.
"Kau benar, Gala. Tempat ini sempurna untuk mendirikan tenda." Kyler berjalan mendekat. Matanya awas menatap sekitar tempat mereka kini menepikan diri. "Sayangnya kita tak punya tenda."
Gala terkekeh pelan. "Tenang lah, Tuan. Persediaanku banyak."
"Muat untuk tubuhku yang besar ini?" Kyler segera menoleh dan menatap Gala tak percaya. "Aku berjaga dengan Baby Snake-mu saja."
Pemuda itu masih mempertahankan tawanya. "Kita sepakat memberinya nama itu pada akhirnya."
"Kelihatannya juga ia tak keberatan."
"Tak akan keberatan jika aku yang memberinya nama." Gala mengeluarkan kalungnya. Pendar jingga itu mulai terang nyalanya. "Persiapkan semua kebutuhan beristirahat di sini, Dice. Esok ... perang yang sesungguhnya dimulai."
"Baik, Tuan." Dice segera mematuhi apa yang Gala pinta. Dadu ini adalah maha karya yang sangat tinggi dan tak ternilai dengan uang. Betapa Gideon memang mengincarnya dan hanya orang-orang tertentu yang bisa menggunakannya dengan bijak. Karena sungguh di dalam dadu ini terdapat semua yang dibutuhkan sang pemiliknya, bisa terpenuhi.
Beberapa perlengkapan tenda hadir tak jauh di samping kaki Gala. Belum lagi kotak-kotak persediaan makan juga untuk membuat api unggun ketika malam nanti tiba. Gala tak pernah khawatir jikalau mendapat serangan mendadak dari Gideon. Bukan lantaran shield yang biasa ia gunakan atau mode malam agar tak terlihat dari mana pun. Tapi ia tau, Gideon pasti tak akan suka jika mendengar dirinya direndahkan karena menyerang musuh ketika lengah. Itu bukan seorang prajurit yang menjunjung tinggi arti dan cara berperang yang berani serta menghargai lawannya. Jika Gideon melakukan hal itu, artinya sangat pengecut sekali ia sebagai seorang pemimpin tertinggi dalam jagad Metro ini.
Walau demikian, Gala tak pernah menurunkan tingkat waspadanya. Dalam jarak 50 meter ke depan, Baby Snake yang terdiam di dalam pasir selalu siaga untuk membentuk tameng jika ada serangan udara mendadak. Tubuhnya benar-benar bisa digunakan dengan baik oleh Gala dan sungguh, pemuda itu takjub akan ciptaan seorang Kyler Lamont. Dia bilang, "Baby Snake kuciptakan dari bahan yang sama dengan nanomite namun kusempurnakan bertahun-tahun. Juga banyak yang kutanam di tubuhnya. Kau bisa melihat sendiri, kan, bagaimana ia bekerja?"
"Boleh kah Baby Snake untukku?"
Saat Klyer mendengar permintaaan Gala barusan, ia berpikir sejenak namun sebelum pria besar itu memutuskan Gala sudah lebih dulu menyelanya. "Maafkan aku, Tuan. Sepertinya itu permintaan paling konyol."
"Tidak, kau tidak konyol. Hanya saja ... aku cukup terkejut."
Kening Gala berkerut dan menatap Kyler dengan bingungnya. "Terkejut?"
"Aku baru mengenalmu beberapa hari belakangan. Mengenai Xavier ratusan tahun di mana dirinya banyak sekali membuat pengecualian untuk kegiatan kotorku selama di lab. Itu harga yang kuminta untuk menyelamatkan gadis yang selalu mendampinginya itu."
Gala terkesima.
"Makanya kurasa Gideon sangat dendam padaku, terlihat dari caranya mengangkat senjata ke arahku, kan? Tak pernah ada ragu karena kurasa Gideon tau ada yang kusembunyikan dan itu ditutupi sempurna oleh ayahmu."
Pemuda itu mengangguk pelan mendengar ucapan Kyler. Melihat hal itu, Kyler membasahi bibirnya perlahan. "Dan kau tau, kau memang berbeda dengan ayahmu. Aku bisa melihat banyak ketulusan yang tak main-main ada di sekitarmu sekarang. Berbeda dengan Xavier yang terbiasa melakukan pekerjaan sendiri dan seenaknya berbuat."
Gala tertawa mendengar ucapan Kyler.
"Jadi kurasa ... Baby Snake memang bisa kujadikan hadiah untukmu."
Mengingat percakapan sebelum mereka melakukan perjalanan ini, membuat Gala menarik sudut bibirnya pelan. Sejauh matanya memandang, matahari sudah tenggelam dari peredaran namun menyisakan sinarnya yang mulai redup. Berpadu dengan birunya langit yang kelam. Ternyata Metro Barat cukup indah jika dinikmati malam hari seperti ini.
"Nak?" panggil Xavier pelan. sebenarnya ia ingin sekali banyak bicara dengan sang putra namun ada ragu yang begitu tinggi. Mungkin bukan ragu, namun canggung dan itu sangat dimaklumi Seth mengingat betapa banyak waktu yang mana tak ada Xavier di sisi Gala. Makanya Xavier banyak bicara dengan Seth mengenai kegundahannya termasuk apa mengikuti arahan Gala bisa segera membebaskan Bellamie? Karena sungguh, Xavier ingin sekali memporak perandakan pesawat yang membawa Bellamie pergi.
Akan tetapi kata-kata Seth Rafael membuatnya menyadari, kalau bisa jadi memang kesempatan mereka hanya lah malam ini. "Hargai waktu yang ada, Xavier. Lihat putramu! Begitu membanggakan, kan? Jangan karena ketidak mampuanmu bicara banyak malah habis waktu kau buang."
Benar. Xavier tak akan menyia-nyiakan waktu yang ada. ia pun memberanikan diri akhirnya.
Gala menoleh dan tampak terkejut mendapai ayahnya ada di dekatnya.
"Tenda ... sudah berdiri semua. Kau ... beristirahat lah."
"Boleh kah kuminta waktumu, Tuan Xavier?" Ingin rasanya ia memanggil 'ayah' tapi kenapa mendadak semuanya kaku seperti ini? Ya Tuhan!
"Harus sekali dengan Tuan Xavier?"
Gala tertawa kecil. "Maafkan aku. Aku hanya ... kau tau. Mungkin ... gugup."
"Aku pun gugup, Nak."
Wajah pria yang ada di depannya ini tak ada yang berubah sepanjang ingatannya mengenai sosok sang ayah. Rasanya ... rindu yang tak terkatakan, senang yang teramat karena bisa bertemu dengannya walau jalan yang dilalui banyak kesulitan. Namun semua terbayar. Gala merangsek tanpa permisi pada pelukan ayahnya. Yang mana Xavier pun memeluknya dengan erat. Mengecup berkali-kali puncak kepala anaknya yang menjadi kebanggaannya sekarang.
"Jangan pergi lagi, Ayah."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro