Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 85


Xavier sama sekali tak membuang waktu begitu tau posisi Gideon yang baru saja dikonfirmasi oleh Dice. Bertanya dengan cepat mengenai gudang senjata serta kendaraan yang bisa digunakan di mana sudah banyak sekali yang dikerahkan oleh Kyler. Keamanan di markas besar ini sangat tinggi namun tetap saja bisa ditembus ketika pelindung utama dihancurkan. Ia cukup penasaran dari mana pewasat Gideon mengetahui lokasi ini. Apa ada pemicu di sini yang akhirnya ditangkap sebagai keberadaan dirinya? Sejauh ia ingat mengenai kebangkitannya di tangan Kyler, tak ada yang ia lakukan.

Artinya ia memang harus mencari tau. Tapi itu bisa ia lakukan setelah menyusul istrinya. Ia tak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Bellamie. Maka kendaraan tercepat yang bisa ia gunakan adalah motor yang memiliki roda disesuaikan dengan gurun pasir ini. beberapa pasukan mengikutinya tapi Xavier tak menurunkan kecepatannya. Sama sekali. Mungkin itu juga yang membuat pasukan Kyler tertinggal jauh di belakang. Hanya berbekaln insting juga koordinat yang dipasang pada GPS motor, Xavier melaju secepat kilat. Tak peduli betapa butiran pasir ini sangat lah menganggu penglihatannya.

Dan di sini lah ia. Menghadang Gideon yang akan melanjutkan rencananya. Apa pun yang akan dilakukan pria yang sudah ia kenal sangat lama tapi tak ada pengaruhnya mengenai segala nasihat serta pandangan mengenai Metro ini, pasti lah berbahaya. Baik bagi kelangsungan hidup di Metro juga kedamaian yang sebenarnya bisa terjadi. Tugas Xavie memang memberi hukuman dan meluruskan apa yang seharusnya tak dilakukan para pimpinan Metro baik Selatan, Utara, Barat, juga Timu. Jika pelanggarannya berat, ia tak segan untuk mengangkat senjata dan memusnahkannya.

Ia tak berteman atau berkoalisi dengan pihak mana pun. Pekerjaannya mandiri tanpa pengaruh dari pihak mana pun terutama Gideon yang Agung. Ia hanya dimintai tugas namun ia telaah sebelum benar-benar melakukan penghukuman. Ia buat menjadi skala terkecil dengan efek kerusakan yang cukup besar. Makanya ia selalu dimusuhi banyak pihak bahkan Gideon yang Agung. Kala ia menolak mentah-mentah ide Gideon untuk meluluhlantakkan sebagian Metro dengan nanomite.

Xavier merasa itu sangat tidak adil. Ada sisi buruk di mana ia yang bertugas untuk membersihkannya. Ada juga sisi di mana kehangatan itu ada di setiap sudut Metro. Baik karena keluarga, pertemanan, atau hubungan yang membuat beberapa kalangan bersatu. Xavier tak mau mengorbankan hal sebesar itu ditambah juga istrinya adalah salah satu dari manusia yang hidup di Metro Selatan. Kalau terjadi sesuatu dengannya? Di mana Xavier yang menembakkan senjata penghancur? Ia tak bisa membayangkan hal itu terjadi. Berusaha sekali tiap laporannya dalam keadaan beser. Ia tak mau Gideon menyakinkan serikat yang ada di Metro untu melakukan pemusnahan massal itu.

Ia merasa beruntung karena sering kali alasannya selalu diterima. Namun menimbulkan ketidaksukaan tersendiri di hati Gideon. Berulang kali pria itu memerintahkan hal yang tak seharusnya. Berulang kali juga Xavier menolak dan menghindarinya di mana akhirnya Gideon mengangkat senjata dan mendesak dirinya untuk menuruti keinginan Gideon.

Sorot mata itu masih sama seperti terakhir kali bertemu. Di mana juga ia tak pernah segan menarik pelatuknya untuk membuat Xavier mati di tangannya. Sayangnya, Xavier ke sini bukan untuk mati di tangan Gideon. Ia harus menyelamatkan istrinya terlebih dahulu. Dan kunci dari keberadaan pesawat itu hanya ada di Gideon. Dice tak bisa melacaknya padahal ia sudah diberi akses untuk memindai seluruh jangkauan yang ada di radarnya. Bisa jadi perlengkapan tempur milik Gideon makin canggih dan tak Xavier ketahui mengingat lama ia terpejam beberapa tahun lalu.

Belum selesai pertempurannya dengan Gideon, anaknya, Galaksi Haidar sudah hadir di depannya. Di mana selebihnya semua yang Gala lakukan untuk mendesak dan membuat serangan Gideon terhenti. Xavier sama sekali tak teralih matanya kecuali memandang sang putra. Tadinya ia hanya bisa memandang lewat layar dan kini ia saksikan dengan jelas, betapa sang putra tumbuh dengan sangat baik. Tak ubahnya seperti saat ia menatap dirinya sendiri. Tak kenal kata takut, sorot matanya tak ada gentar, juga langkahnya mendekat pada Gideon pun sama.

Ia benar-benar kehilangan kata dan terpana. Bahkan Xavier sampai tak terlalu memperhatikan adanya Dice yang sudah memegang senjata andalannya.

"Tuan," sapa Dice pelan. Sejak ia turun bersama Gala juga memperkuat perlindungan di mana tiba-tiba ada ular besar itu yang datang entah dari arah mana, Dice tau arah pandang Xavier hanya tertuju pada sang putra. Ia tak ingin mengganggu tapi tak kuasa menahan terlalu lama agar tuannya menyadari dengan segera situasi yang tengah terjadi kali ini.

"Ah, Dice." Xavier terkekeh sembari menoleh. "Aku ... kau tau. Gala membuatku kagum."

Dice mengangguk setuju. "Itu karena Anda adalah ayah yang juga hebat."

"Kau melindungi dan mempersiapkan dirinya dengan baik, Dice. Terima kasih."

Gadis hologram itu menggeleng kuat. "Tidak, Tuan. Tuan Gala memang memiliki kemampuan yang luar biasa. Jauh melebihi ekspektasiku mengenai sosok putra Anda, Tuan."

Untuk hal ini, Xavier sangat setuju. Ia pun memandang Gala dengan penuh minat.

"Situasi berubah sangat cepat. kalau Gideon menggunakan senjatanya, bisa dipastikan titik di mana para penguasa Metro tengah bertempur akan luluh lantak. Tuan Gala menginginkan adanya teleportasi dengan sangat tepat waktu."

Kening Xavier berkerut dalam. "Apa ... mungkin?"

Pertanyaan besar itu tak menemukan jawaban sampai ia mendengar Gala berteriak cukup kencang.

"SEKARANG!!!"

Xavier hanya melihat cahaya putih yang sangat terang melingkupi dirinya lalu saat matanya terbuka dan segera mengawasi sekitarnya, sudah ada Seth Rafael beserta Jiro, Alexander Millian juga tangan kanan yang sangat ia percaya, Theo. Tak ketinggalan Maverick Osmond dan Russel, sang jenderalnya yang terkenal cukup merepotkan itu. Juga ... Kyler. Mereka semua masih menodongkan senjata ke arah yang ada di depannya. Tatapan mereka masih seperti menatap lawan dengan bengisnya namun seketika menghilang.

"Tadi itu ..." Maverick kehabisan kata-kata. Ia pun memperhatikan anggota tubuhnya yang masih utuh. "Ya Tuhan."

"Apa yang terjadi?" tanya Seth segera. Matanya mengedar dan memeriksa siapa yang ada di sekitarnya.

"Bukan kah tadi ..."

"Nanomite. Kau benar, Alex. Gideon menjatuhkan nanomite-nya."

Mereka semua terhenyak.

"Dan ... kita selamat?" tanya Alex dengan lirihnya. Ia pun baru menyadari kalau apa yang terjadi padanya juga di sekitarnya ini adalah benar. A sap pun membumbung tinggi dan pekat. Bahkan dari tempat Seth melakukan pertempuran yang mana jaraknya cukup jauh pun terlihat. Sebagai akibat dari dahsyatnya efek ledakan menggunakan bom nanomite.

"Kalian baik saja?" Gala segera melepas kacamatanya. "Aktifkan double shield. Laporan kerusakan dan banyaknya pasukan yang terkena dampak. Juga pastikan tempat ini sangat-sangat aman, Dice."

"Baik, Tuan." Dice segera mengusap layarnya dengan cepat. Di mana layar tersebut menampilkan banyak titik yang memang dalam pemantauannya. Gala pun turut serta mengecek layar pantauan juga segera mencari baik di atas radar atau pun di bawah radar langit Metro Barat mengenai pesawat yang membawa ibunya. Melihat dari konstruksi pesawat kemungkinan besar pesawat itu ...

"Itu jet khusus yang dimiliki Gideon. Kecepatannya bisa dibilang ultra sonik. Ayah belum sempat meng-upgade dadu ini untuk bisa mengimbangi pasukan udara milik Gideon. Kau pasti sudah mengetahui kalau Gideon sangat ahli di udara."

Gala menoleh dan mendapati ayahnya berdiri di sampingnya. Mata serta tangannya pun sibuk mengutak atik system di dadu. Seolah mengambil alih apa yang tengah Gala kerjakan.

"Xavier?" Seth berkata dengan nada penuh ragu. Matanya sejak tadi memang memperhatikan pria yang ia anggap sebagai sahabatnya itu. "Kau ... benar-benar bangkit?"

"Seperti aku tengah mengalami kematian?" Gerak tangan Xavier terhenti. Sebenarnya ia cukup bingung dan takjib ternyata Gala menarik semua penguasa Metro dari berbagai penjuru untuk menyelamatkan mereka semua. Tapi risiko yang diambil anaknya memang besar. Pasti lah kerusakan dan pasukan yang tewas akibat ledakan sangat lah banyak. Rasanya Xavier ingin mengutuk Gideon yang seenaknya dengan arogansi yang luar biasa memuakkan justeru menggunakan senjata paling berbahaya di jagad Metro ini.

Seth bergerak mendekat dengan langkah lebarnya. "Kau ... Ya Tuhan!" Mereka berdua terkekeh bersama. Lalu saling merangkul di mana Seth sangat bersyukur karena masih bisa bertemu dengan Xavier dalam keadaan hidup. "Kenapa kau bisa ada di sini? Bukan kah kau masih dalam masa pemulihan? Di mana Bellamie?"

Alex yang tengah memeriksa kerusakan pedang serta memantau pergerakan pasukan Gideon di Metro Utara, terhenti. Ia pun menyadari kalau ada yang salah di sini. Bellamie. Di mana wanita itu. Bukan kah seharusnya Xavier bersamanya? Kenapa Xavier ada di sini? Apa meninggalkan Bellamie sendirian terjamin keamanannya? Tadi ia sempat bersemuka dengan Xavier tapi mengingat hubungan mereka berdua yang tak pernah akur, Alex hanya mengangguk pelan. diikuti Maverick yang memilih duduk di salah satu sisi ular besar yang menjadi tembok besar pelindung mereka.

Penguasa Metro Utara itu pun bergerak mendekat pada Seth tak peduli kalau nantinya akan terjadi percekcokan. Ia butuh tau mengenai keadaan Bellamie. "Di mana Bellamie?" tanyanya tanpa basa basi.

Hal itu jelas memancing Xavier untuk menarik pedangnya dan segera saja, bilah benda pipih itu tepat berada di leher Alex. Tapi pria berambut putih itu sama sekali tak gentar. Ia tak memegang senjata apa-apa tapi bukan berarti tak bisa melawan. Namun rasanya, ia tak ingin berperang dengan siapa pun yang ada di sini. Ia hanya ingin tau keadaan Bellamie.

"Menyingkir lah, Alexander Millian!" desis Xavier tak suka. Ia semakin mendesak tubuh Alex di mana ada luka gores yang ia timbulkan karena pedang yang ia gunakan, semakin menekan tenggorokan Alex.

"Aku hanya ingin tau di mana Bellamie."

"Apa urusanmu?" Xavier sama sekali tak peduli kalau di sini menjadi ajang pertarungan lanjutannya dengan Alexander. Mata mereka saling menatap dengan pandangan yang siap sekali untuk saling membunuh.

"Bisa kah urusan ini disingkirkan sejenak? Dan kau, Tuan Alexander Millian, entah ini berguna atau tidak tapi Tuan Kyler bilang bisa Baby Snake mungkin dapat meredam nyeri di tanganmu itu." Gala menyentuh bahu ayahnya. di mana di saat bersamaan juga ia ulurkan satu buat wadah yang berisi cairan kehijauan yang pekat pada Alex. "Dan Ayah, bisa kah kita memikirkan bagaimana cara menyelamatkan Ibu? Aku masih harus menghitung berapa sisa pasukan kita karena pantauan udara baru saja mengonfirmasi kalau satu pasukan khusus milik Gideon yang Agung mulai mendekat."

"Apa yang terjadi dengan Bellamie?" tanya Alex sekali lagi.

"Ibuku diculik oleh seseorang bernama ... siapa, Yah? Friya?"

"Freya Fri—" Xavier berdecih pelan sembari menurunkan pedangnya. Kalau bukan karena Gala yang meminta, ia tak mungkin sesaat menghadapi Alexander Millian apalagi jelas dalam isi kepala Bellamie, nama Alex disebut entah berapa kali. Selesai semua urusannya dengan Gideon, ia akan membuat perhitungan khusus dengan Alex. nanti. Akan segera ia lakukan. Tapi benar yang Gala katakan, ada yang lebih penting dari sekadar menebas kepala Alexander di sini.

"Freya Fridellia," tukas Alex cepat. "Kalau ibumu tak segera ditemukan, Gala, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi." Ia menggeram kesal. "Dan kau!" tuding Alex dengan cepatnya ke arah Xavier. "Bisa kah kau mengurusnya dengan baik? Sekarang dia sendirian di tangan wanita yang tak kalah keji dari Gideon!"

Mata Gala membulat sempurna. Tangannya terkepal kuat.

"Aku akan mencarinya." Alex segera mengambil pedang yang ia sandarkan di dekat sisi ular. Membiarkan Maverick menertawakannya dengan sinis juga Kyler yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Buka pelindungnya, Gala."

"Kalau kau berani melangkah meninggalkan tempat ini, aku tak bisa menjamin kau selamat, Tuan Alexander Millian."

"Maka biar saja itu terjadi asal aku bisa membawa ibumu ke sini."

"Itu urusanku, Alex!!!" Xavier kembali mengayungkan pedangnya di mana ujungnya tepat menyentuh punggung Alex.

"Kalau itu memang urusanmu, Xavier, maka cari Bellamie!"

"BISA KAH KALIAN DIAM?!!!"

Napas Gala menderu kuat. "Aku tengah berpikir bagaimana cara mendekat pada pesawat yang dijaga ketat dan pastinya, Gideon sekarang sudah tau mengenai keberadaan ibuku. Ia akan menekan kita semua menggunakan Ibu. Tidak kah kalian sadari?" Gala menatap Alex juga ayahnya dengan pandangan tak percaya. "Bagaimana bisa kalian berdua bertingkah seperti orang bodoh yang bergerak tanpa pemikiran?"

Maverick terkikik tanpa sadar.

"Aku tak ingin mendapat tertawaan, Tuan Mave."

"Kau tau, Gala." Maverick akhirnya angkat bicara. "Justeru aku ingin melihat pertarungan mereka berdua memperebutkan Bellamie."

"Kau!" Seth langsung menyela dengan pandangan menyeramkan. "Bisa-bisanya kau bicara konyol seperti ini?!" Ia mengusap wajah dengan kasarnya. "Kau sungguh tak memiliki perasaan, Mave."

"Astaga. Kenapa semuanya skeptis dengan pemikiranku." Maverick terus melangkah mendekat pada Gala. "Ketahui lah, Bocah. Apa yang paling ditunggu Gideon saat ini?"

"Dadu."

"Juga dirimu, Bodoh."

Gala berdecak. "Bicara bisa langsung pada intinya, Tuan? Semakin lama bicara dengan Anda sangat lah menyebalkan."

"Ya Tuhan!!!" Maverick sampai membuang cerutunya. "Di luar sana Gideon tengah menunggu, siapa yang akan menyelamatkan ibumu. Dia yakin itu adalah Xavier Horratio. Dan kalau kau tadi biarkan Xavier dan Alex keluar dari benteng ini dan bertarung hingga salah satu di antara mereka mati, aku yakin, Freya pasti keluar dari persembunyiannya."

Kening Gala berkerut dalam.

"Ah, Bocah. Kau belum pernah mengetahui adanya cinta segi empat? Atau belum pernah merasakan cinta? Atau ... belum pernah tau rasanya diperebutkan?"

"Apa kau bermaksud membuatku kalah di tangan Alex untuk memancing Freya keluar?" Xavier menurunkan pedangnya.

"Ehm ... bisa dibilang begitu."

Mendadak sorot mata Gala berubah makin terang pendar jingganya. Belum lagi seringai muncul di sudut bibir Gala. "Aku punya rencana kalau begitu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro