Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 82


Ditanya mengenai keberadaan sang putra, Bellamie hanya mampu menghela napas pelan. matanya tak lagi menatap sang suami, ia juga melepas tautan tangannnya dengan perlahan. Hal itu membuat Xavier mengerutkan kening dan bertanya-tanya, ada apa sebenarnya. Tubuhnya baru juga pulih dan belum terlalu bisa menguasai keadaan. Bahkan saat ia memandang sebuah objek pun masih belum benar-benar tegas benda itu masuk dalam penglihatannya. Kecuali untuk benda yang berada tak terlalu jauh darinya. Sepertinya ia memang terlalu lama terpejam.

"Tahun berapa sekarang, Rose?" Xavier sepertinya baru menyadari kalau seharusnya ini pertanyaan pertama yang terlontar sekarang. Pun tempat di mana ia berbaring. Bukan mendengarkan banyak kisah tapi apa yang Bellamie ceritakan kali ini, memang ia butuhnya. Agar semua yang ia lewati bisa terhubung terutama pada bagian, siapa yang meminta Bellamie pergi. Tak mungkin itu Dice, kan?

"September 2125. Ada apa memangnya?" Bellamie menoleh dengan kebingungan. Namun segera saja ia memaklumi karena banyak waktu yang pastinya terlewati oleh Xavier selama ini.

"Sudah selama itu rupanya," lirih Xavier. Matanya terpejam pelan. Memutar keping memori yang ia ingat saat terakhir kali. "Apa ... Gala yang menyelamatkanku?" Sejak tubuhnya merasakan dingin yang amat membekukan seluruh tubuh hingga tulangnya itu, ia benar-benar tak berkuasa atas tubuhnya. Bahkan sebatas untuk menggerakkan ujung jemari saja ia tak mampu. Dan selama ia melayang di kubangan air dingin itu, ia tak merasakan apa-apa lagi kecuali perasaan seperti tenggelam. Juga tak habis pikir kenapa tubuhnya bisa utuh dan tanpa luka sedikit pun selama berada di sana.

Apa ... karena bantuan terakhir yang ia terima?

"Kau benar. Gala yang menemukanmu entah bagaimana caranya. Ia tak sempat mengatakan hal itu. Hanya saja, saat menemukanmu, seluruh pasukan Gideon yang Agung berdatangan. Bahkan sampai sekarang."

Ucapan Bellamie membuat kening Xavier berkerut dalam. Berpikir. "Sampai sekarang?" ulang Xavier dengan nada sangsi. Tubuhnya mendadak menegang. Matanya pun serasa ditarik paksa untuk menatap lebih tegas pada Bellamie yang terlihat khawatir. Xavier berharap saat ia membuka matanya tadi, semuanya berkumpul. Melihat anaknya yang mungkin sudah bertumbuh besar atau masih manja dan merengek seperti terakhir kali ia mengucapkan kata perpisahan? Namun saat Bellamie memberi tahu tahun di mana mereka berada sekarang, Xavier yakin kalau putranya tumbuh menjadi pemuda yang gagah.

Mungkin juga rupawan. Untuk itu lah ia sangat penasaran seperti apa seorang Proximarry Galaksi Haidar.

Akan tetapi, menyinggung nama Gideon serta dadu membuat Xavier terbeliak dan mendadak juga, ia merasa banyak sekali ancaman yang akan terjadi. "Di mana dia sekarang, Rose."

"Aku sendiri tak tau keberadaannya secara pasti. Ia pergi dengan dadunya itu. bersama Alexander Millian, Maverick Osmond, Seth Rafael, juga Kyler Lamont. Banyak sekali pasukan yang mengikuti mereka. Aku hanya diberi tau oleh salah satu pelayan di sini. Juga tempat ini dijaga ketat oleh pasukan bersenjata.

"Kau ... tak salah menyebutkan nama, Rose?"

Pertanyaan Xavier malah membuat Bellamie kebingungan. Ia pun menggeleng pelan. "Tidak." Lalu Bellamie seolah tersadar apa yang suaminya khawatirkan. "Aku tau mereka musuhmu, kan? Kecuali Seth mungkin juga Kyler. Tapi mereka semua kompak sekali sejak kau ditemukan dari tepian jurang di danau Oakland."

"Apa?"

"Kau ditemukan oleh Gala di dasar jurang danau Oakland."

"Bagaimana bisa?" tanya Xavier dengan kening berkerut makin dalam.

"Aku pun tak tau dengan pasti, Xavier. saat itu aku tengah membersihkan salju selepas badai di Metro Timur. Tiba-tiba Gala mengabarkanku untuk segera ke Metro Barat. Tak tau apa alasannya. Di mana saat itu, Alex juga Seth memang ada di pusat kota." Bellamie mencengkeram tepian kursi tempatnya duduk. Ia belum sanggup untuk mengatakan bagian-bagian tertentu di mana ada Alexander yang hadir di hidupnya. Lebih baik ia tutup saja mungkin nantinya, ia akan bicara jujur. Nanti. Di saat semuanya sudah lebih baik dan tenang.

Bukan di saat seperti ini yang butuh sekali konsentrasi karena entah kenapa Bellamie merasa, apa yang Gala tengah lakukan mungkin di tengah gurun nun jauh di sana sangat lah berbahaya. Ia takut sekali. Sungguh. Hanya alun doa yang bisa ia deraskan pada Tuhan agar selalu melindungi anaknya.

"Dalam perjalanan kami menuju Metro Barat, banyak serangan yang menghadang. Seth bilang itu dari pasukan Gideon yang Agung. Entah apa yang terjadi dengan pusat Metro Timur tapi kurasa, semuanya dalam kontrol Seth. Lalu Gala muncul dengan sebuah peti di mana berisi kau, Xavier. dalam keadaan tertidur. Tapi Gala bilang, kalau waktu yang dimiliki sangat lah sempit. Aku tak tau apa yang ia lakukan dan dari mana ia bisa tau kediaman Kyler Lamont ini. dan di sini lah kita. Dalam perlindungan Kyler Lamont dan kau bisa terbangun sebelum terlambat untuk diselamatkan."

Xavier mendengar dengan saksama penuturan dari Bellamie. Walau masih ada beberapa titik yang menjadi pertanyaan besar tapi ia memilih diam. "Dan ... mereka semua membantu Gala?"

Bellamie mengedikkan bahu. "Aku tak tau apa mereka tulus membantu atau bagaimana tapi selama aku berada di sekitar mereka, semua berjalan normal apa adanya."

Senyum Xavier mulai tertarik sedikit. Wajahnya masih cukup kaku untuk banyak digerakkan. Ia sepertinya harus banyak bergerak terutama pada anggota gerak lainnya. Tangan dan kakinya pun masih bisa ia rasakan beku yang cukup menyiksanya ini. "Begitu rupanya," ucap Xavier pelan. "Aku tak menyangka kalau hari ini akan datang."

"Maksudmu?"

Pria itu menghela napas panjang. Matanya terlihat menerawang di langit-langit kamar yang mereka tempati ini. Suara beep yang sejak tadi menemani Bellamie sebelum sang suami tersadar, sudah tak lagi menjadi teman. Menyisakan suara lain yang berasal dari ruang kamar ini. Bellamie rasa berasa dari luar karena rasanya membuat ia jauh lebih tenang. Kicau burung juga suara desir angin yang bergesekan di antara dedaunan juga ranting, bersatu padu membuat simponi tersendiri yang sangat menenangkan.

Xavier berusaha untuk bangun dari posisinya sekarang. Agak kesulitan di mana Bellamie segera menghampirinya. Membantu sang suami tanpa perlu diminta. "Kaku sekali tubuhku sekarang, Rose."

Bellamie hanya tersenyum kecil. "Nanti kau akan semakin terbiasa."

Mereka melangkah mendekat pada jendela besar di mana pemandangan yang lebih banyak dihias dengan warna hijau dari pepohonan tinggi sebagai latar di sana. Dijatuhkan rasa kagum yang Xavier punya untuk maha karya seorang Kyler Lamont terhadap alam. Pria besar itu memang sangat menghargai apa yang Tuhan ciptakan terutama pada alam. Tapi memang obsesinya untuk membuat banyak hal dengan menggabungkan banyak DNA terdengar sangat mengerikan. Kendati demikian, Xavier adalah orang yang cukup beruntung bisa menyaksikan hasta karya Kyler yang sangat membantunya.

Dice.

"Aku masih belum mengerti apa maksudmu saat mengatakan, kalau hari ini akan datang? Serangan dan perang? Apa tak bisa dihentikan?" tanya Bellamie tanpa jeda. Mereka sudah agak lama berdiri di dekat jendela tanpa suara.

"Saat di mana seorang pemimpin, benar-benar memimpin bukan dengan arogansi, Rose." Xavier mengatakan hal itu sembari menyentuh jendela kaca. Merasakan dingin yang sejuk menyapa telapak tangannya. "Dia ... anak kebanggaan kita, Rose. Proximarry Galaksi Haidar."

Ada kebanggaan yang sangat besar menyusup dalam kalbu Bellamie. Matanya berkaca-kaca mendengar kata-kata suaminya itu. "Kau benar. Dia kebanggaan kita."

"Dan sebentar lagi, menjadi kebanggaan jagad Metro."

"Apa ... begitu?"

Xavier mengangguk yakin. "Itu takdirnya."

"Dan kita akan melihat Gala mengarungi takdirnya, kan?" Bellamie mendekat. Digamitnya lengan sang suami lalu menyandarkan kepalanya dengan perlahan. Merasakan kulit lengan Xavier menempel pada pipinya. "Bersama selamanya."

Suaminya tak merespon apa-apa.

"Iya, kan, Xavier?"

***

Bellamie banyak membantu Xavier untuk terus menggerakkan banyak anggota tubuhnya. Dan sungguh di luar logika seorang Bellamie di mana Xavier tak lagi kaku bergerak. Juga wajah suaminya pun tampak seperti saat terakhir kali mereka berpisah. Sangat tak adil mengingat Bellamie sepertinya sudah banyak timbul kerutan juga kulitnya yang keriput dimakan usia.

"Kau ... ada apa? Ada yang menganggu?" tanya Xavier keheranan. Saat ini mereka baru saja menyelesaikan makan siang yang disediakan khusus oleh pelayan yang memang diperintahkan untuk mengawasi kamar Xavier. mereka cukup gembira karena pasien tuannya sudah mulai menunjukkan kemajuan yang pesat. Sangat malah. Tak ada keluhan apa-apa selain keinginannya untuk makan yang cukup besar.

Bellamie menggeleng cepat untuk meniadakan kekhawatiran yang terlihat dalam sorot mata suaminya itu.

"Kau tak pandai berbohong, Rose."

"Aku hanya ..." Bellamie mencoba sekali untuk tak memikirkan penampilannya di depan Xavier. Setelah sekian lama? Kenapa juga ia tak sedikit meluangkan waktu merawat diri? Tapi ia juga tak tau kalau bisa bertemu dengan Xavier secepat ini. Astaga! Apa yang kau pikirkan, Bellamie!!! "Kau tau, aku merindukan rumah. Di mana bisa memasak untukmu dan Gala."

Xavier tau, bukan itu yang istrinya pikirkan. Kemampuannya perlahan kembali. Walau tanpa dadu, Xavier memang terlahir dengan banyak bakat termasuk bisa mendengarkan apa isi hati seseorang. Dalam hal bertarung, Xavier paling jago menggunakan pedang juga tangan kosong alias tanpa senjata apa pun. Kekuatan tangan dan kakinya tak perlu diragukan tangkas serta pukulannya. Ditambah dadu yang selalu membantu dan membentenginya, kekuatannya makin bertambah dan apa yang ia miliki semakin terasah kuat.

"Apa kesukaan Gala sama sepertiku?" Xavier ikuti saja apa yang menjadi pemikiran Bellamie sekarang. Di mana sang istri menoleh dan tersenyum sembari mengangguk.

"Bahkan Gala selalu menginginkan porsi lebih."

"Artinya aku harus bekerja ekstra untuk mengisi lemari pendingin dengan banyak ayam."

Bellamie tergelak. Ia pun bersiap menyingkirkan piring dan trolley yang tadinya penuh dengan makanan, agar bisa disingkirkan ke salah satu sudut ruangan. Dan sepertinya ia harus mencari tau mengenai keberadaan dan kondisi putranya saat ini. namun belum juga geraknya menjauh, Xavier menariknya. Membuat Bellamie terpekik kaget juga piring yang ada di tangannya itu meluncur menyapa lantai. Bunyi pecahan piring itu menghias kamar mereka kali ini.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Bellamie dengan sorot terkaget. Yang mana tarikan dari Xavier ini membuatnya duduk tepat di atas pangkuan Xavier.

"Kenapa memangnya?"

Bellamie tersenyum kecil. Sorot matanya menatap Xavier penuh rindu. Tangan suaminya sudah menahan Bellamie tepat di pinggul agar tak banyak bergerak tapi memang Bellamie tak ingin menggeser tubuhnya ke mana-mana. Telah lama ia tunggu waktu di mana ia bertemu dengan suaminya lagi.

"Aku tau apa yang kau pikirkan, Rose." Xavier memejam pelan seiring dengan jemari Bellamie yang menyusuri wajahnya. Konstan. Lembut sekali. Namun sepanjang usianya, Xavier tak pernah lupa betapa lembut Bellamie ketika menyentuhnya. Hal itu pula yang membuat Xavier memperlakukan Bellamie tak ubahnya seperti porselen yang sangat berharga. Jangan sampai tersakiti, tergores akan luka, juga menangis karena sedih.

"Apa?" tanya Bellamie penasaran. Tangan yang tad menyusuri wajah suaminya itu sudah terkalung sempurna di leher sang pria. Tubuhnya juga tak banyak berubah, atau malah semakin tegap? Ya Tuhan. Betapa banyak waktu yang kosong di antara mereka.

"Jangan pernah hiraukan bagaimana wajahmu sekarang, Rose. Bagiku, kau ratu. Yang sangat cantik dan membuatku jatuh cinta berkali-kali. Tak ada bosannya juga aku meminta maaf karena banyak hal yang tak kau mengerti dan memaksamu untuk memahami."

Bellamie mengangguk pelan. "Tak masalah. Aku bisa beradaptasi."

"Tapi sebelumnya, aku sungguh merindukan istriku ini." Xavier memajukan wajahnya. Di mana bibir Bellamie sebagai sasarannya. Ia tak peduli ebtapa bising suara-suara yang ada di pikiran Bellamie termasuk sosok Alexander di sana. Akan ia hapus segala kenangan sang istri dengan pria menyebalkan bernama Alexander itu. Ia tak bisa untuk memarahi sepihak sang istri di mana ia pun tak berdaya di dasar danau yang sama sekali tak ia duga, kenapa bisa tubuhnya ada di sana.

Tak masalah. Yang terpenting sekarang, mereka bisa bertemu lagi. dan akan Xavier tebus dengan banyak hal yang belum pernah Bellamie rasakan. Harus. Termasuk sekarang di mana mereka saling melumat perlahan. Menyusuri masing-masing kelembutan bibir yang saling terpagut mesra. Di mana gerak itu yang semula pelan dan mulai naik seiring dengan kepasrahan yang membelenggu jiwa masing-masing.

Salingmenyentuh agar indera perasa mereka menyadari, kalau apa yang terjadi hari ini adalah nyata. Bukan sebatas khayalan terutama untuk Bellamie. Seluruh tubuh suaminya ia susuri dengan perlahan. Menutup begitu banyak kerinduan yang ia miliki mengenai sosok Xavier. hingga tubuhnya diangkat oleh sang suami pun, bibir mereka masih saling menyatu. Bermain dan meninggalkan jejak basah di sana. Perlahan tubuh Bellamie dibaringkan di tempat Xavier tertidur tadi. Menyingkirkan selimut yang sedikit menghalangi lalu kembali menindih Bellamie yang terlihat mendambanya juga.

Satu demi satu lapisan pakaian yang Bellamie kenakan berhasil Xavier buka. Tubuh sang istri masih sama mengagumkan seperti dulu. Di mana ia tak pernah lupa, betapa sang istri sangat ia cintai ini.

"Tutup matamu, Rose."

Bellamie menggeleng. "Dulu ... aku menyukai kau masuk dalam imajinasi saat menyentuhku di mana mata ini tertutup. Tapi sekarang, aku takut ... aku takut tak bisa lagi menatapmu."

Xavier tersenyum penuh arti. "Aku tak akan pergi ke mana-mana, Rose."

"Kau pernah mengatakan itu tapi nyatanya, kita terpisah puluhan tahun."

Kembali senyum Xavier hadir. "Kalau begitu, tatap aku sepuasmu, Rose."

"Maka itu yang akan kulakukan, Xavier."

Namun ... satu ledakan besar terdengar membuat Xavier segera menarik Bellamie agar duduk. "Kenakan pakaianmu."

"Ada apa?"

Belum juga Bellamie mendapatkan jawaban, jendela besar yang tadi mereka nikmati pemandangannya, terkena tembakan. Bunyi pecahannya terdengar mengerikan. Juga bagian dari kamar itu hancur karena serangan tadi. Xavier segera melindungi Bellamie di balik punggungnya.

"Bergegas lah, Rose." Mata Xavier awas menatap bekas ledakan tadi dan ...

"Kau ... merindukanku Xavier Horrartio?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro