Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 77

Welcome, March. Semoga bulan ini baik-baik saja untuk aku dan kalian semua. Mari kita sambut ramadhan yang bentar lagi datang. Disehatkan badan kita, diwaraskan pikiran kita, dilapangkan rezeki kita, dan diberikan begitu banyak kesempatan untuk menikmati ramadhan kareem yang indah dan mulia.

Mohon maaf lahir bathin yang semuanya.


Enewey, kalo kalian enggak ngeliat notif di jam 3 sore, langsung aja masuk ke wattpad. Soalnya udah beberapa kali enggak ada notif tapi ke publish, ya. Aku enggak tahu kenapa seperti itu, tapi sepertinya memang lagi aneh aja.

jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan vote. Galaksi sudah beraksi dan menegangkan. betul apa betul?

***

Seth berusaha terus mendesak semua pasukan yang seperti tak berkurang jumlahnya ini. seluruh armada perangnya sudah ia terjunkan termasuk dibantu oleh pasukan Maverick dari arah Selatan. Ia cukup kewalahan untuk memukul mundur mereka semua tapi ia tau, kalau sampai pasukan mereka menuju tempat Gideon yang Agung, maka rencana Gala bisa berantakan. Namun panglima perang Gideon yang Agung juga dikerahkan dalam barikade yang tak main-main.

Pasukan berkudanya sungguh lengkap dan Seth hanya mengandalkan beberapa penembak jitu yang berlindung di bagian bukit tempat mereka memusatkan kekuatan. Ini bukan wilayahnya maka Seth kurang memahami medan walau Kyler sudah memberitahu hanya saja, Seth memang butuh penyesuaian yang sangat besar. Termasuk pasukannya. Ini udara gurun yang membuat mereka semua cepat kelelahan. Mereka terbiasa dalam cuaca ekstrim dingin bukan yang memanggang kulit mereka hingga tampak kemerahan.

"Jiro," panggil Seth pelan. Ia masih mengarahkan senjata yang Gala berikan pada satu pasukan yang datang bergerombol. Cukup ampuh untuk membuat mereka tercerai berai. Bunyi ledakan di sana sini terdengar jelas. Sesekali Seth mengernyit juga menggerutu ketika ada peluru yang menyasar ke arahnya. Entah apa yang Gala lakukan tapi mobil yang mereka kendarai dengan pasukan yang berada di sekitarnya, tak tertembus oleh serangan yang diarahkan kepadanya.

"Ya, Tuan?" Jiro sedikit menoleh pada Seth yang membelakanginya. Sengaja ia mengambil arah yang berlawanan dengan tuannya atas hal yang sama; menggempur pasukan Gideon yang seperti semut. Oh, butiran pasir di gurun ini.

"Ada korban dari pasukan kita?"

Jiro sedikit memperlambat arah tembaknya. "Aku ... belum mengetahuinya, Tuan. Di sisi kanan pasukan Shark 1 cukup banyak terkena ledakan. Aku ... pesimis."

Seth mengangguk pelan namun ia mendengar bunyi dengung yang sangat kuat mendekati mereka semua.

"SERANGAN UDARA!!!" pekik banyak pasukan Seth yang segera mengambil posisi berlindung karena mereka tau, tak lama lagi bom berjatuhan di dekat perbukitan. Tak peduli kalau pasukan Gideon pun akan ikut terkena dampak, sepertinya mereka diperintahkan untuk penghancuran total.

"Jiro, arahkan mobil ini ke tengah sana," tunjuk Seth segera di mana ia pun mengambil beberapa amunisi baru dan memasukkannya pada pelontar. "Jangan banyak bertanya dan cepat lah."

Jiro hanya mampu menelan ludah berat. Matanya terlihat khawatir dengan keputusan sang tuan. Tidak. Ia tak takut mati apalagi mati bersama dan dalam keadaan melayani tuannya. Hanya saja, kalau sampai seoragn Seth Rafael terluka di mana ia tak bisa memberi banyak perlindungan, ia merasa sangat bersalah. Seorang Jiro Houston sudah berjanji untuk menjaga Seth sejak lama. Sumpahnya sebagai seorang pengawal serta orang kepercayaannya membuat ia terikat tapi tak pernah ada sesal di hatinya.

Baginya ... Seth lebih dari sekadar Tuan.

"Jiro, jangan melamun!" sentak Seth. "Waktu kita tak banyak." Sekali lagi dengungan itu berbunyi kuat sekali. Membuat bulu kuduk Seth meremang. Ia tak takut mati apalagi kematiannya seperti ini. Tak mengapa. Sepanjang hidup ratusan tahunnya, Seth tak pernah sekeras hati ini bertindak. Ia terbiasa menjalankan hidup dengan nyaman dan menghindari konflik. Sebisa mungkin menjaga apa yang ditinggalkan Penasihat Lama padanya.

Entah kenapa di saat seperti ini malah ia teringat petuah panjang dari pria tua itu. Orang yang ia anggap lebih dari sekadar orang tua.

"Kau tau, Seth," katanya saat itu. Di mana mereka tengah menyusuri salah satu desa penghasil balok es yang dijadikan komoditi terlaris sepanjang musim dingin yang panjang di sana.

"Aku menunggumu memberitahuku, Pak Tua," kelakar Seth yang dihadiahi satu pukulan pada bahunya pelan.

"Kau semakin kurang ajar."

Tapi Seth tak marah. Ia selalu menghormati sang Penasihat Lama. Berjalan sembari menikmati sinar matahari yang tak terlalu hangat menyapa wajahnya. Gundukan salju yang mengenai sepatu bootsnya, sudah menjadi keseharian bagi Seth.

"Seluruh yang kau pandangi ini adalah milikmu."

"Kau yang urus. Aku masih ingin bermain." Seth mendongak pelan. "Kau tau itu dengan pasti."

"Tidak. Kau tak boleh egois. Aku menjaga untuk diserahkan padamu saat kau siap."

"Dan aku tak pernah siap untuk hal itu, Pak Tua."

Sekali lagi, Seth kena pukul darinya. Tapi kali ini lebih keras dari sebelumnya di mana membuat Seth mengaduh pelan.

"Kau harus menjaga mereka semua dengan baik. Kunci Metro Barat ada padamu. Semua yang ada di sini bisa digunakan untuk bertahan hidup. Tak perlu kau terlalu menuruti ego untuk menjadi orang yang menonjol di antara para penguasa. Aku tau betapa licik Gideon yang Agung jika sudah berkehendak. Aku tak ingin ada eksplorasi besar-besaran di sini. Ujung Dunia ada di sini, wilayah Metro Barat di mana kalau terganggu, iklim serta daratan yang ada di wilayah Metro lainnya pun berpengaruh. Dan yang paling dirugikan adalah Metro Barat sendiri."

"Itu lah yang aku tak ingin diberi tanggung jawab. Terlalu rumit dan berat."

"Kau terlahir untuk menjadi seorang penguasa, Seth."

Seth berdecak pelan. "Suatu hari nanti ... akan kah ada penggantiku?"

Berhubung pertanyaan itu tak jua mendapat balas, Seth menoleh dan mendapati Penasihat Lama tersenyum lebar sekali. Matanya menengadah pada langit yang cerah. "Akan lahir seorang anak sebagai pemersatu semua Metro, Seth. Tapi nanti ... butuh waktu yang sangat lama."

"Kaitannya denganku? Apa ... dia lahir berasal dari keturunan Rafael?"

Pria tua itu menggeleng. "Tapi kau ... akan menjadi seorang kakek yang beruntung."

Seth makin lama merasa kalau Penasihat Lama terlalu melantur. Apa cuaca dingin memengaruhinya? Seth rasa seperti itu. Maka ia biarkan saja ucapan ini hanya sebatas ucapan kecuali ... "Berjanji lah satu hal padaku, Seth."

"Aku takut jika berjanji dengan Anda, Penasihat Lama." Seth menghentikan langkahnya. Seiring dengan sang Penasihat yang berhenti namun masih mengarahkan matanya pada langit. Seolah di langit ada sesuatu hal yang sangat menatik perhatiannya.

"Aku yakin kau sanggup untuk memenuhi janji ini."

Dihelanya napas panjang dari Seth lalu berkata, "Apa?"

"Jaga Metro Barat tetap seperti ini. Bentuk pasukan khusus yang mengikuti perkembangan zaman nantinya. Hidup lah dengan waktu yang lama. Di mana nantinya, kau tau arti hidupmu."

Mengingat hal itu membuat Seth tersenyum kecil. Apa katanya? Kakek? Akan kah dimaksudkan untuk Gala juga Cathleen? Tapi ...

"Tuan, kita sudah di posisi yang Anda inginkan." Jiro menarik tuas rem pada mobil dengan cepat. mobil tadi sempat berputar cukup kuat karena pasir yang ada di sekitarnya cukup membuat Jiro kesulitan mengendarai dan mengendalikannya. Ucapan Jiro barusan membuat gelembung ingatan Seth buyar.

"Kau siap, Jiro?" tanya Seth sekali lagi. ia pun mengangkat senjata yang cukup berat ini agar lebih mendongak ke udara.

"Siap, Tuan." Jiro pun segera ke belakang dan membantu Seth.

Diambilnya salah satu pelontar yang sudah diisi dengan rudal juga terlihat Seth mulai memberi banyak aba-aba.

"Seluruh pasukan, berlindung di balik bukit!" Seth berkata menggunakan salah satu alat komunikasi jarak jauhnya. Ia pun menarik napas panjang. "Kita ... harus bertahan."

Dengung itu kembali terdengar ... lalu ... bom mulai berjatuhan.

"SEKARANG, JIRO!!!"

Dengan tarikan yang mendekati bersamaan, baik Jiro juga Seth menarik pelontar. Dua buah rudal tepat mengarah pada senjata yang dijatuhkan pesawat pengintai tadi.

DUARRR!!!

Membuat banyak ledakan di udara dengan banyak serpih api yang cukup membuat kengerian tersendiri. Akan kah terhenti? Tidak. Masih banyak pesawat yang menjatuhkan banyak rudal untuk melumpuhkan pasukan Seth. Di mana ia pun dengan cepat mengisi lagi pelontar yang ada. Pun halnya denga Jiro. Dengan cepat ia menyesuaikan diri dengan senjata yang ada di depannya itu.

Di saat yang bersamaan juga, pasukan Seth masih terus berusaha mengarahkan tembakan pada pesawat yang berselieweran di atas sana. Juga melumpuhkan pasukan dari arah timur yang makin mendesak mereka. Padahal serangan udara tadi cukup membuat banyak berjatuhan korban dari pisak Gideon tapi mereka sepertinya tak ingin peduli.

Beberapa kali tembakan mereka tepat sasaran namun juga beberapa kali juga ledakan itu membuat guncangan tersendiri. Persediaan amunisi mereka makin menipis tapi pasukan musuh tak pernah berhenti melakukan serangan.

"Tuan," panggil Jiro pelan.

"Konsentrasi lah, Jiro."

"Aku tau." Jiro terkekeh. "Tapi sungguh aku menyukai waktu di hari ini."

Seth mengernyit. "Kau ... tertular kegilaan Maverick?"

"Anggap saja seperti itu." Jiro tertawa. "Akan tetapi, aku sungguh bersyukur ada di sini bersama Anda. Kalau pun nanti ..."

"Kita tak akan kalah, Jiro. Tak akan."

Jiro mengangguk. "Aku tau dan keyakinanku pun sama besarnya. Apalagi Tuan Gala sungguh hebat."

Seth setuju pada bagian itu.

"Hanya saja aku ingin meneruskan ucapanku barusan." Satu rudal ia masukkan dalam pelontar dan Jiro sudah bersiap membidik pesawat yang sejak tadi sudah ia bidik. "Kalau pun nanti aku mati melindungi Anda, itu sebuah kehormatan tertinggi. Dan kuharap, Anda yang memakamkanku dengan terhormat di pusat kota."

***

Alex cukup terkejut ketika salah satu anak panah yang mengarah pada lengannya, tiba-tiba meledak di dekatnya. Membuat suara yang cukup mengganggunya. Bukan sekali ini saja sebenarnya tapi karena ia sibuk dengan tebasan pedangnya, ia tak terlalu menggubris. Tapi kali ini terlihat nyata sekali. Ia pun mendongak dan mendapati satu benda berputar di atasnya. Seolah ia mengikuti seluruh gerak Alex juga melindungi? Ia menatap benda itu agak lama untuk membuktikan pemikirannya.

Dan benar saja. Semua tembakan, panah, juga tombak yang mengarah padanya tak ada satu pun yang bisa menyentuhnya. Apa ... Gala yang melakukannya. Mendadak hatinya menghangat dan tersenyum kecil. "Kuharap ... kita bisa berjumpa lagi, Nak."

"Bisa kah kau tak mengangguku, Tuan Alex? Bukan kah pertempura ini seru sekali?"

"Kau ... bisa mendengarku?" Alex terperangah. Sungguh. Ia sampai menurunkan pedangnya.

"Bahkan aku memantaumu, Tuan."

"Kenapa?"

Terdengar Gala terkekeh sembari memberi beberapa instruksi yang tak Alex mengerti termasuk ... "Perlindungan utama, Dice! Bersiap kobaran api besar!"

Lalu ... suara ledakan itu demikian keras sampai Alex terdiam. "Gala?"

Tak ada sahutan.

"Gala!!!"

Masih juga tak ada sahutan di mana Alex mulai khawatir. Pedang yang masih ada di genggamannya, benar-benar ia jatuhkan untuk mengambil benda yang berputar di atas kepalanya. Itu drone di mana pastinya ia bisa melihat visual yang terjadi pada Galaksi Haidar. Bocah yang sebenarnya menyebalkan tapi entah kenapa keinginan Alex untuk melindunginya demikian besar. Apalagi tadi ... ia? Datang ke sini hanya untuk belajar pedang?

Ya Tuhan! Seperti itu saja sudah membuat Alexander Millian merasa dirinya penting bagi sang pemuda tanggung itu.

"Galaksi Haidar! Kumohon jawablah!!!"

"Kenapa kau hobi sekali berteriak, Tuan Alex? ya Tuhan! Perhatikan seselilingmu!!!"

Tak ada yang lebih melegakan dari pada mendengar suara Gala barusan. "Aku takut kau ..."

"Aku tak mudah mati, Tuan. Sudah lah, kau urus dirimu dulu."

Alex terkekeh. Kembali pedang itu ia ambil dan energinya kembali penuh. Pikirnya ia hanya ingin segera bertemu Gala. "Tunggu aku, Nak."

"Kutunggu kau musnahkan semua pasukan di sana."

Maka ... itu lah yang akan Alex lakukan. Walau cukup kesulitan tapi Alex bisa memukul banyak pasukan di mana sekarang ia berada di tas kuda yang cukup kekar. Kendati sangat sulit dikendalikan ia terus berusaha sembari mengayunkan pedang.

"Kau butuh bantuan, Mave?"

Maverick yang tengah mengarahkan pistolnya pada sekawanan pasukan hanya menyeringai. "Apa penglihatanmu mulai bermasalah, Alex?"

"Kurasa tidak."

"Berengsek kau!!!"

Baik Alex juga Maverick tertawa lepas.

"Mari kita selesaikan sekarang juga, Mave."

"Tak usah banyak bicara. Lakukan saja."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro