DICE. 74
Ular besar itu menjadi tunggangan Gala kali ini. Dice tak pernah jauh berada di samping Gala. Sibuk mengontrol banyak hal sebagai persiapan pertempuran mereka. Tali kekang itu tak pernah berniat ia lepaskan dari ular yang seharusnya menuruti Kyler namun sepertinya, tuannya berganti. Kyler tak mempermasalahkan hal itu hanya saja agak berat memberi penawar pada Maverick sesaat setelah mereka semua berkumpul di satu ruangan. Kalau saja bukan Gala yang meminta, ia tak mau memberikannya. Bukan karena dendam pribadi tapi terkadang membuat salah satu penguasa metro tak berdaya karena racun yang ia buat, ada kesenangan tersendiri. Apalagi sampai ia melihat kesakitan di wajah sang penguasa Mero Selatan itu.
Akan tetapi, entah pengaruh karena dadu yang terus saja berputar di sekitar Gala, juga sorot mata yang sewarna dengan senja tapi ketegasannya sangat nyata, membuat Kyler tak banyak memberi bantahan. Penawarnya segera ia berikan di mana efeknya memang tak membutuhkan waktu yang lama. Bertahun-tahun Kyler sempurnakan banyak penemuan di bidang pengobatan baik dengan cara tradisional maupun yang sangat tak masuk akal.
Hanya orang-orang dengan uang yang sangat melimpah yang mau membayar temuan Kyler termasuk rekayasa genetika dalam hal keturunan. Di mana keturunan mereka mengambil gen-gen positif yang dimiliki orang tuanya. Meminimalisir pembentukan karakter negative juga membuat mereka cantik rupawan. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang seharusnya berjalan, kan? Takdir manusia diubah sedemikian canggih oleh Kyler Lamont.
Termasuk juga ... membangunkan Xavier Horratio. Apa yang ia lakukan bukan tanpa risiko. Hanya sekali ia pernah melakukan hal ini dan rasanya sangat mengerikan. Walau apa yang ia lakukan dalam membelah jiwa ini ternyata membuka banyak kemampuannya sebagai seorang peneliti dan penemu tapi ia butuh hampir dua puluh tahun untuk menyingkirkan mimpi di mana ia harus berpikir keras. Apa saja. sementara untuk Xavier kali ini, ia hanya butuh jantung baru. Horratio ini memang menyulitkan pekerjaannya saja. Ia matikan laju jantungnya selama mungkin. Seluruh organnya dalam titik beku yang teramat. Sedikit saja goresannya salah, semua yang Xavier lakukan untuk melindungi tubuhnya agar bisa kembali bangun akan sia-sia.
Namun ... jantung baru ini memiliki banyak kekurangan. Apa yang Kyler tanam dalam tubuh Xavier memiliki batas. Sementara Horratio sama seperti semua penguasa Metro, memiliki usia yang panjang dan memilih kapan mereka mati. Kecuali ... jantung mereka ditikam langsung oleh benda yang terbuat dari jenis yang sama dengan dadu yang Gala miliki.
Di depannya, Gala terlihat menatap langit yang cerah sekali. Di dalam markas besar Klyer Lamont ini, tak akan terlihat dari dunia luar walau mereka semua yang ada di dalamnya, melihat apa yang terjadi di sana. Ada semacam pelindung khusus yang dibuat oleh Kyler dan tak mudah ditembus. Kalau pun pelapis itu tertembus, masih ada lagi yang akan membuat para penyusup itu kewalahan. Senjata yang dimiliki Metro Barat kebanyakan berasal dari Metro Selatan. Kerja sama dengan Maverick Osmond sebenarnya sangat lah menguntungkan tapi sering kali pria sombong itu bagi Kyler, sangat lah keji menerapkan harga.
Makanya ia merasa ada kesenangan tersendiri melihat wajah angkuh itu kesakitan.
Lalu di tangan Kyler, senjata suplai dari Maverick disesuaikan untuk medan Metro Barat yang berpasir. Juga memiliki banyak badai pasir yang cukup menganggu. Di mana badai itu adalah salah satu dari sekian banyak hal yang menguntungkan di Metro Barat. Seluruh daratan Metrk Barat adalah rumahnya. Kalau pun serangan ini terjadi di sini, apa yang Gala katakan jangan sampai mengenai pusat kota benar adanya. Ia setuju. Banyak yang bergantung pada pusat kota Metro Barat. Biarpun ia menyerahkan kepemimpinan pada Sir David Fladimir, tetap saja ia masih banyak memantau pergerakan di sana.
Kyler tak serta merta sibuk dengan dunianya yang bergumul dengan racun, DNA, bahan kimia, juga pisau yang ia punya sebagai senjata utama.
"Kau ... sudah siap?" tanya Gala pelan. Ia menggeser tali kekang untuk sedikit bergerak rendah. Turun dari kepala ular besar yang akan ia pergunakan sebagai kendaraannya.
"Sudah. Semua persiapan di sini juga sudah kulakukan."
"Sistem dadu juga sudah aku sisip di sini. Aku tak membutuhkan persetujuanmu karena ayah dan ibuku ada di sini. Mereka berada dalam level satu pengamanan yang bisa kuberikan."
Kyler mengangguk maklum. Sebelum ia mengutarakan pada Gala kenapa sistemnya sedikt banyak berubah, ternyata pemuda itu sudah lebih dulu mengakui. "Tapi kau tenang saja, di sini aman. Titik buta di sini tak akan mudah terlacak.
Gala tersenyum kecil. "Saat ayahku bangun, kekuataannya berangsur kembali, kan?"
Pria besar itu terdiam.
"Aku yakin, dia yang akan meruntuhkan system pengamanan di sini untuk ke medan tempur."
Kyler terkekeh. "Itu kah alasanmu memintaku untuk menidurkannya lebih lama?"
Tanpa ragu Gala mengangguk. "Aku butuh banyak waktu untuk menghajar Gideon yang Agung."
"Maka lakukan lah."
Bertepatan dengan ucapan Kyler barusan, tiga orang penguasa Metro muncul. Semuanya sudah dalam mode tempur. Terlihat sekali persiapan mereka pun tak main-main. Semua memegang senjata andalan masing-masing di mana Kyler sendiri hanya lah sebuah pisau teramat kecil.
Gala melepas kalungnya. Berbisik sangat lirih di sana seperti gumanan di mana satu pun dari mereka yang berkumpul di dekatnya itu mendengar. "Rendahkan radar dadu. Kecoh semua pasukan Gideon." Lalu ... dadu itu dilempar pelan. Pendar jingganya menguar kuat sekali. Menyilaukan. Juga sorot mata Gala yang terlihat jauh-jauh lebih menyeramkan dibanding sebelumnya. Enam mata dadu muncul tak lama setelahnya. Dadu itu kembali melayang seperti biasanya di dekat Gala.
"Keberuntunganku, Dice," katanya dengan seringai.
"Kau sepertinya selalu beruntung, Tuan." Dice ada di sebelah kanannya. Satu demi satu penguasa Metro dan saat tatapannya terhenti pada sang ayah, senyumnya terkembang lebar. Seth ingin sekali menghampiri tapi di saat semua mata menatap Gala yang tampak berkonsentrasi itu, akan tampak aneh bukan? Ia tahan sekali keinginannya untuk memeluk sang putri hanya sekadar untuk menyampaikan rindu juga ... meminta maaf.
Akan tetapi, ia tak menyesal mengambil jalan untuk menjadikannya sosok lain agar ia terus hidup. Tak peduli seperti apa rupanya sekarang, tapi setidaknya Seth masih bisa mendengarkan banyak suara, cerita, juga tindakannya selama ratusan tahun ini. Menatapnya dari angan juga melukis banyak kisah yang Xavier ungkap padanya sebagai bukti perjalanan serunya bersama sang putri.
"Aku mencintaimu, Nak." Bibir Seth bergerak tanpa suara hanya ditujukan pada Dice yang masih menatapnya. Hal ini membuat Dice makin tersenyum riang. Ia mengangguk pelan dengan sorot mata yang juga sama; merindukan sang ayah. Tak pernah ia sesali waktu yang selama ini ia jalani juga di kabin kapal selam tadi. Semuanya ... sungguh berharga.
"Aku tak tau apa ini berguna untuk kalian atau tidak tapi setidaknya, berusahanya untuk menyesuaikan diri." Gala berkata dengan penuh keyakinan. "Papa Seth, kau gunakan Galil ACE di mana amunisinya tak akan pernah habis selama kau terus menekan pengisian ulangnya. Kau bisa gunakan bersamaan dengan mobil gurun yang sudah Tuan Kyler persiapkan."
"Sebuah kehormatan untukku jika menjadi supir Anda, Tuan." Jiro muncul dari balik pintu koridor lainnya. Membuat mereka semua menatapnya tapi terutama untuk Seth. Di mana penguasa itu mengangguk mengiyakan tawaraan dari orang kepercayaannya itu. pun mobil yang dimodifikasi khusus untuk medan gurun pasir yang akan mereka terjang nanti. Senjata itu terliha kokoh. Berwarna hitam dengan banyak peluru di sekitarnya. Segera saja Jiro dibantu dengan beberapa orang mengangkat senjata itu untuk dipasang di belakang mobil.
Walau mobil itu juga penuh dengan amunisi, tapi Galil ACE adalah senjata yang mematikan. Gala rasa itu cukup untuk membuat sebagian pasukan Gideon yang Agung mundur telak.
"Untukmu ...," Gala menoleh pelan pada Alex yang memilih menyimat semua ucapannya, ia pun berkata. "Aku belum pernah meggunakan pedang ini tapi kurasa ini bisa bersatu dengan Honji yang Anda miliki. Anggap saja, penebusan kesalahan." Sebuah pedang perak yang ramping, jauh lebih ramping dari Honji Masashiro yang dimiliki Alexander Millian keluar. Diserahkan pedang itu pada Alex yang menatapnya dengan pandangan yang sulit sekali diartikan.
"Tapi, kenapa?" lirih Alex pelan di saat Gala ada di depannya.
"Kau sangat pintar bermain pedang. Terus lah hidup. Siapa tau aku berbaik hati ingin mengadu keahlianku dalam menggunakan pedang."
Alex terkekeh. "Aku juga mengharapkan hal yang sama untukmu, Nak."
"Kau tenang aja. Aku akan hidup lebih lama. Dan rasanya, kuda milik Tuan Kyler sangat cocok untukmu. Iya, kan, Tuan Kyler?"
Kyler hanya berdecak. "Terserah. Aku tak peduli."
"Aku tetap menghormati seorang maverick Osmond yang menyukai senjata kecil tapi membuat lawannya bertekut lutut. Kuserahkan satu koper penuh berisi senjata kecil tapi kau tau? Kau akan takjub dengan semua yang ada di dalamnya." Apa yang Gala katakan, mucul di dekat kakinya.
"Kau meremehkanku, Bocah? Jangan kan koper kecil, persediaan senjata bagi jagad Metro itu aku suplai utama. Senjataku banyak. Aku tak membutuhkannya. Berikan saja pada Seth atau Kyler."
"Kau yakin? Seratus bom relitium dengan jangkauan ledak satu kilometre? Anak panah dengan sensor pahas tubuh? Rudal dengan pemantik jarak jauh di mana daya ledaknya mampu menghancurkan satu kota? Kacamata pengintai di mana bisa menembus barikade musuh untuk melihat senjata utama? Pistol Grandia di ma—"
"Cukup! Kau memang bocah menyebalkan!" Maverick langsung mengangkat koper yang ada di sisi Gala itu. Ia berdecak keras juga wajahnya mengesankan tak terima. "Ya Tuhan! Dari mana semua ini berasal? Kau benar-benar gila, Gala!"
"Untungnya aku di sini masih bisa berpikir waras, Tuan. Tapi terima kasih sudah memujiku."
Obrolan mereka ditanggapi dengan kekehan karena tak biasanya Maverick mau mengalah. Sepertinya memang benar, kalau mereka berdua ini mirip seperti dua bersaudara yang bersaing terus menerus.
"Dan untukmu, Tuan Kyler, atas kerendahan hati karena sudah membiarkan kami semua berlindung sejenak dan memastikan semua yang akan kami bawa ini berfungsi, kuberikan izin menggunakan nanomite."
"APA?!!!"
***
Pesawat yang di mana Gideon yang Agung mengawasi semua gerak yang ada di Metro barat terbang rendah di titik pemancarnya menangkap signal Gala. Dadu itu digunakan dengan kuatnya. Ia menyeringai. Sepertinya persiapan Gala kali ini tak main-main. Atau ... hanya sebagai pemancing? Gideon ikuti semua keinginan bocah tengik itu. Gideon yakin sekali kalau Gala tak menyangka dirinya akan mudah ditemukan di sini.
Badai pasir yang mengamuk ini cukup menganggu penerbangan mereka tapi ia tak bodoh. Pusat badai ini sepertinya buatan untuk mengecok pergerakan mereka. Pasukan dari berbagai sisi sudah ia kerahkan termasuk menerobos masuk melalui perbatasan Metro lainnya. Hanya saja ternyata di sana mereka pun bersiap menghadang. Jadi? Mereka semua mengangkat senjata melawannya? Menarik sekali.
Siapa Gala sebenarnya? Kenapa mereka semua mau membantu?
Bukan kah jelas mereka semua memusuhi Xavier? Atau ingin membalas dendam pada pria yang baru ditemukan itu? Apa nyawanya sudah tak lagi tertolong? Ia tak tau dan sepertinya akan segera ia cari tau setelah merebut dadu dan melenyapkan Gala. Sungguh pemuda itu merepotkan saja. Jikalau dadu itu di tangan, siapa pun yang berkoalisi dengan Gala pasti akan ia lenyapkan. Menggantikan posisi di empat Metro? Tak masalah. Ia memiliki jajaran orang yang setia padanya.
Hal itu bukan perkara sulit untuknya.
Pesawat itu semakin turun dan ia pun bersiap keluar. Angin di sekitarnya sangat lah kuat berembus. Sepertinya juga ia berhenti tepat di tengah badai. Ia biarkan angin itu sampai mereda. Sebelum ia melangkah turun, Freya sedikit menahannya. "Apa ... pertempuran ini memang yang kau inginkan?" tanya wanita cantik itu.
"Kenapa baru kau pertanyakan ini semua, Freya?"
Wanita itu terdiam.
"Kalau kau menginginkan Xavier ada di sisimu, maka tugasmu melenyapkan semua orang yang ia kasihi, kan?"
"Kenapa kau berkata seolah aku masih mengharapkannya?"
Gideon tertawa dengan nada yang sangat meremehkan. "Aku tau tatapan orang yang setengah mati dihajar rindu, tiba-tiba mendapat kabar dari orang yang ia cintai, Freya. Aku sangat tau."
Freya terpaku. Memalingkan wajah adalah hal yang ia lakukan kini.
"Sepanjang ada di dekatmu, aku sudah sangat berusaha untuk menggeser nama Xavier di hatimu, Freya. Tapi ternyata ... usaha itu sia-sia." Gideon tak ingin lagi menatap Freya yang kini tertunduk di sampingnya. "Maka sekarang, kuberi satu kesempatan untukmu berbahagia. Kalau kau memang ingin hidup bersama Xavier, lakukan apa yang kuinginkan."
Mengingat hal itu membuat Gideon sedikit rusak konsentrasinya.
"Tuan," panggil salah satu orang kepercayaannya. "Seluruh perbatasan dipenuhi dengan banyak pasukan. Mereka bukan ingin bekerja sama tapi melawan."
"Aku tau," balasnya pelan. "Desak mereka semua untuk mundur atau hancurkan pusat kota. Korban jiwa yang banyak pasti membuat ara penguasa itu berpikir."
"Ta-tapi, Tuan?"
"Apa lagi?" decak Gideon kesal.
"Seluruh pusat metro yang ada, kosong. Tak ada kehidupan sama sekali."
Kening Gideon berkerut dalam.
"Sepertinya mereka memang sudah melakukan antisipasi sejauh ini."
Tangan Gideon mengepal kuat. "Sial," desisnya tajam. "Kalau begitu, jangan pernah ada kata ampun saat melawan mereka."
"Baik, Tuan."
Perlahan badai itu mereda. Butir pasir yang sejak tadi sedikit banyak membuat pakaiannya terkena amukan badai, ia singkirkan segera. Jubah kebesarannya ia biarkan menyapu pijakan pasir yang baru saja ia lewati. Seluruh pasukan yang ia bawa pun bergerak turun. Titik di mana dadu itu kuat sekali masuk dalam radarnya. Ia juga sudah bersiap untuk memberi perlawanan langsung pada Gala.
Namun ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro