DICE. 72
Di meja besar yang ada di ruangan yang juga cukup luas itu, masing-masing penguasa Metro mengerahkan banyak strategi untuk menghalau serangan yang akan Gideon luncurkan dalam waktu dekat ini. kacamata Gala sebagai mata pemindai yang saat jeli mengetahui titik-titik penyebaran pasukan Gideon. Sepertinya pria tua itu tak main-main menurunkan pasukannya menyerang Metro Barat. Mungkin hanya berbekal dari signal lemah yang ia tangkap karena Gala menggunakan dadunya saat melawan ular besar itu, maka mereka pun menuju pusat kota.
Konyol sekali.
"Pasukan udara Gideon yang Agung belum ada yang mampu mengalahkannya. Kemarin aku beruntung sudah mengunci target terlebih dahulu," aku Maverikc sesaat setelah ia dorong beberapa kotak pertanda pasukannya bersiap untuk menghadang di jalur laut. "Kalau sekarang kurasa dia sudah tak lagi main-main."
Gala mengangguk pelan di mana penguasa yang lainnya juga ikut menyetujui apa yang Maverick katakan. "Gideon pasti ada di kapal induknya. Ia tak mungkin mengendarai jet untuk menghadangku sendirian." Gala sedikit menggeser pasukan Alex yang akan diturunkan menghadapi pasukan Gideon di arah barat. Di dekat perbatasan antara Metro Barat dan Utara. "Kurasa sebaiknya Anda lebih banyak menitikkan fokus untuk bekerja sama di titik ini, Tuan? Bagaimana?" tanya Gala sedikit menoleh ke arah Alex yang tampak memperhatikan dengan amat peta Metro Barat yang cukup luas ini.
Saat Gala berkata seperti itu, Alex menoleh pelan lalu mengangguk. "Aku kurangi porsi di sini sisanya bergerak ke arah Seth melalui perbatasan tenggara Metro Utara."
"Ah, itu lebih baik."
Lalu Alex setelah memanggil Theo. Bicara dengan cepat untuk pengaturan pasukan mereka. Sementara Seth dan Jiro mulai mengurus jalur-jalur perbatasan karena tak banyak yang ia buka. Jalur utama di Metro Timur hanya khusus untuk wisatawan yang tersebar dari seluruh penjuru Metro. Maverick dengan seluruh armada tempurnya memang sudah siap bergerak tinggal menunggu izin masuk di beberapa titik perbatasan lintas Metro.
"Semua pasukan Gideon desak dan jangan sampai menyentuh pusat kota. Biarpun di sana sudah ditempatkan pasukan khusus, aku ingin kita hadapi tepat di wilayah ini." Gala menunjuk pada satu wilayah yang luas.
"Kau yakin?" tanya Kyler. "Wilayah ini sering terjadi badai pasir juga banyak lumpur isap di sana. Dan itu sangat berbahaya bagi yang belum tau keadaan gurun itu."
Gala tersenyum kecil. "Aku tak meminta untuk semuanya menyerang di sana tapi mendesak. Sisanya aku yang bereskan. Aku malas dimintain tanggung jawab merapikan pusat kota walaupun aku kaya."
"Kau ini! Kenapa kau menyebalkan sekali!" sentak Maverick dengan decakan juga seringai kesal yang kentara sekali.
"Aku tau itu dengan pasti, Tuan Maverick. Jadi terima kasih sudah ditegaskan."
Alex serta Seth hanya menggeleng pelan karena mereka berdua ini sering sekali beradu pandangan persis seperti dua orang kakak beradik yang berebut akan sesuatu. Di mana kini Maverick benar-benar menatap Gala tak putus ditambah decakan kesalnya bertubi-tubi keluar. Cerutu yang selalu ia isap, ia keluarkan asapnya dengan sembarang. Ruang yang tadinya tak terlalu menyesakkan karena asap dari cerutu, mulai kembai berkabut. Berhubung semuanya tau apa yang menjadi kesukaan Maverick ini, maka tak ada yang protes padanya.
"Tapi benar yang Maverick katakan, Gala. Aku kurang setuju dengan idemu walau terdengar briliant, mendesak mereka, dan kau dorong mereka ke beberapa lubang lumpur isap. Tapi tak menutup kemungkinan pasukan yang ada di pihak kita ikut ke dalamnya," papar Seth setelah agak lama berpikir. "Kami tau kapasitas pasukan tempur kami, Gala."
Pemuda itu akhirnya mengangguk, mengusap ujung hidungnya dengan gerak lambat. Berpikir kembali. Matanya tak ia alihkan ke mana-mana selain pada pemetaan yang ada di depannya. "Kalau begitu, usahakan untuk memecah konsentrasi mereka. Tak perlu mendesak sampai di titik yang aku mau ini. Terutama pada Gideon. Pisahkan ia dengan para pasukannya. Ia memiliki pasukan khusus, kan? Aku yakin sekali ia memiliki dendam pribadi denganku."
"Benar. Pasukan elite Gideon yang Agung sangat professional dalam melakukan serangan. Level pasukan kami satu atau dua level di bawahnya." Alex terkekeh mendengar ucapan Gala barusan. "Apa yang kau lakukan memangnya, Nak?"
Gala mengernyit tak suka, menatap Alex dengan tajam karena sapaannya barusan namun melihat wajah Alex yang agak pias, ia pun hanya memutar bola matanya pelan. inginnya ia protes tapi melihat semua yang Alex lakukan hari ini, ia kembali menghela napas pelan. Hanya sekadar panggilan, kan? Tak masalah berarti.
"Kurasa Gideon memilki formasi khusus dengan pasukan elitenya. Aku merasa hal itu saat melawannya di danau Oakland. Mereka cukup membuat kami kelimpungan."
Semua yang ada di sana tak banyak bicara.
"Kalau ia hanya sendiri, aku yang akan melawannya. Aku hanya menginginkan ia terpisah dari pasukannya itu."
"Akan kami usahakan." Seth menepuk bahu Gala pelan. "Tapi kau juga perlu menitikberatkan pada serangan udara mereka, Gala. Kami sangat beruntung ada Maverick kemarin dan perlindungan darimu."
"Selama kalian berada di dalam jangkauanku, kurasa shield pelindung ini masih berfungsi." Gala mengambil pelan dadunya. "Bahaya sekali ternyata benda ini." Pendar jingganya memukau siapa pun yang melihat. Seolah ada sihir kuno yang memang membuat dadu ini menjadi bahan perebutan.
"Tapi jujur saja, Gala, aku sudah tak menginginkannya." Maverick tiba-tiba bicara. diembuskannya lagi asap tebal dari cerutunya. Mendengar hal itu Gala mengernyit bingung. Oh, bukan hanya Gala ternyata. Tapi Seth, Alex, juga Kyler menatap Maverick dengan bingung.
"Aku ingin hidup damai saja, lah. Perang ini membuatku harus mengkalkulasi banyak kerugian." Maverick mencondongkan diri. "Saat melawan ayahmu dulu, ia hanya menyentuh satu sektor yang mana aku membuat pelanggaran. Tapi perang ini? astaga. Aku baru mendapat informasi kalau Voil Building dijaga ketat pasukan Gideon."
"Apa?" Gala melotot tak percaya. "Bagaimana denganmu, Tuan Alex?"
Alex menggeleng. "Aku ada di samping Seth saat di danau Beku. Pastinya Gideon tau aku pastinya ada di pihakmu."
Mendengar hal itu lagi-lgai Kyler tertawa dan gelaknya ini bukan terdengar menggelikan. Justeru menakutkan. Apalagi wajahnya yang memang terlihat aneh juga banyak guratan bekas operasi di sana sini. Saat di bawah cahaya dengan banyak penerangan ini, wajah Kyler yang bengin makin terlihat bengis. Kekejaman sangat kentara di sana tapi ternyata ... Gala tertipu. Justru di balik wajahnya yang kejam ini, tersimpan banyak sekali kelembutan.
Cara bicaranya memang terdengar keras dan tanpa perasaan namun saat mereka bicara berdua saja di ruang kerjanya, Gala tau, Kyler berbeda. Sama seperti Seth Rafael yang terlihat kaku juga membuatnya waspada.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Maverick tak suka. Wajahnya sangat menyiratkan hal itu.
"Tak ada. Hanya saja sungguh kah kalian bekerja sama? Tak ada kepentingan di dalamnya?"
Maverick mendengkus tak suka. "Ada. Aku minta ganti rugi yang banyak kalau sampai pasukanku kalah telak dan ada yang menyentuh Metro Selatan." Lalu pria itu melirik Gala dengan jengahnya. "Katanya bocah ini kaya raya. Aku mau lihat seberapa kaya dirinya."
"Aku tak perlu memamerkan harta ayahku pada Anda, Tuan Maverick Osmond yang terhormat." Gala berkata sembari menggeser pasukan Maverick yang tadinya ada di dekat perbatasan Metro Selatan, ia pecah menjadi dua bagian. "Pasukanmu banyak, kan? Perkuat di bagian ini."
"Berikan aku alasannya."
"Aku tak ingin mereka mengancam membombardir dua kota ini. Aku belum puas bermain di pusat kota Metro Selatan juga Metro Barat. Aku punya agenda kencan yang banyak dan tak ingin kencan di tengah kota yang porak poranda."
"Ya Tuhan! Ada yang lebih masuk akal?"
Gala tertawa. "Bisa kah?"
"Iya. Apa pun yang kau mau!"
Semuanya, tanpa terkecuali Jiro, Theo, juga Russel tertawa. Bagaimana bisa di saat yang tegang seperti ini malah mereka menertawakan strategi apa yang akan dipakai?
***
"Pasukan Gideon menginformasikan serangan dalam waktu satu jam lagi kalau kau tak muncul." Kyler mendekat pada Gala yang masih berdiri menatap hutan buatan di sekitan markas utamanya ini. Jauh dari pusat kota tapi semua yang berkaitan dengan Kendali di Metro barat ada di sini. Hutan yang sangat asri dan dari tempatnya berdiri pun bisa ia dengar kicau burung. Awan yang berarak indah berpadu dengan birunya langit.
Semuanya buatan dan maha karya tangan Kyler. Tak banyak yang tau betapa hebat tangannya menciptakan sesuatu di luar nalar bahkan yang terhebat disempurnakan Xavier. Sayangnya Xavier kunci system itu agar tak ada yang bisa melacaknya. Sama sekali. Ia hanya melakukan pembelahan pada kemampuan otak dan genetika namun tubuhnya harus benar-benar dijaga ketat.
Ia hanya mengambil jiwanya, tubuh bagi seorang Kyler hanya benda fana yang gampang rusak namun permintaan khusus ini cukup sulit karena ia belum pernah memisahkan jiwa juga raga dalam satu waktu. Harus ada yang dikorbankan.
Kyler masih ingat jelas walau sudah berlalu ratusan tahun, di mana Xavier datang dengan peti besar berisi seorang gadis. Melakukan banyak negosiasi termasuk mengamankan banyak kejahatan yang sebenarnya tak bisa ditoleransi oleh sang Horratio tapi demi gadis ini, Xavier mau melakukannya.
"Kau ... mencintainya?" tanya Kyler sesaat sebelum ia menggoreskan pisau itu tepat di jantung sang gadis. Pejamnya gelisah sepertinya pengaruh obat yang diberikan mulai berkurang pengaruhnya. Kyler kembali mendekat dan menatap gadis itu. Cantik sekali. Rambut peraknya berpadu dengan kulit pucat yang membuatnya terlihat seperti putri dari kerajaan dongeng masa kecil.
Xavier berdecih. "Tidak."
"Lalu? Kenapa kau mau banyak berkorban?"
Pria itu tersenyum. "Lakukan saja apa yang kumau."
"Katakan dulu biar aku tau bagian mana yang harus kubangkitkan."
"Kenapa tidak semuanya?"
Kyler berdecak kesal. "AKu sudah mengatakan sejak awal. Gadis ini seharusnya sudah menuju alam baka empat tahun lalu. Keajaiban yang membuatnya bisa bernapas seperti ini padahal penderitaan saja yang ia rasakan."
"Dia menungguku untuk diselamatkan."
Pria besar itu menggeleng pelan. "Bicara denganmu sama saja bicara dengan bunglon kesayanganku. Tak berguna."
Untuk pertama kalinya, Kyler melihat Xavier tersenyum. "Di masa depan nanti, dia lah perisaiku. Yang melindungi semua yang tak bisa kulindungi."
"Dia terlihat lemah."
"Kubuat dia menjadi perempuan paling berani dan paling kuat sejagad Metro."
"Sepertinya Anda bicara denganku tapi Anda melamun?" tanya Gala yang mana membuat Kyler tergeragap.
"Ingat mengenai satu hal di masa lalu."
Gala tersenyum saja. Matanya masih belum ingin beranjak melihat keindahan hutan di luar sana. "Aku mohon jangan sampai Xavier menyusulku ke tempat di mana pertempuran ini berlangsung. Cegah ia bagaimana pun caranya."
Kyler sedikit bingung. "Kenapa?"
Mata jingga itu berpendar pelan lalu menguar seiring dengan kedipan matanya. "Aku merasa ... ini terakhir kalinya aku bertemu dengannya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro