DICE. 64
Dice tak perrnah jauh memberi jarak pada Gala yang kini tengah bersama Alexander Millian. Gadis itu sedikit bersandar pada salah satu tiang yang ada di dekat pembatas antar ruang menuju mesin kapal juga ke arah ekor kapal besar ini. Dari jarak ini pun Dice masih bisa mendengar obrolan dua pria beda usia itu. ia memilih mengawasi saja sembari memperhatikan pengamatannya terhadap area luar kapal. Ia takut kalau Gideon yang Agung masih melakukan pengejaran mengingat lagi-lagi pria itu kalah.
Pendar birunya tak terlalu terang. Terang atau tidak juga tak ada yang melihat kecuali ...
"Rupanya kau di sini, Nak?"
Dice langsung menoleh dan menatap pria yang bicara padanya dengan tatapan sendu. "Ayah," katanya lirih.
Yang ia tak siap di saat Seth tiba-tiba merengkuhnya dalam pelukan erat. "Sudah lama sekali, Nak. Lama sekali." Ia pun merasakan bagaimana sebuah usapan pelan penuh lembut yang punggungnya terima. "Apa ... kau baik-baik saja?"
Dice mengangguk pelan. "Aku baik, Ayah."
Seth memperhatikan dengan teliti wajah ia cukup aneh karena tak mungkin ada yang bisa melukai anaknya dalam mode seperti ini. "Gala menyampaikan pesan padaku kalau ..."
"Aku tau. Dan terima kasih sudah mengikuti arahannya."
"Sepertinya kau sangat memercayainya."
Dice tersenyum kecil. "Dia pria yang baik, Ayah."
Seth menarik putrinya pelan untuk mnegikutinya. "Akan konyol rasanya jika kita bicara di sini tapi hanya Ayah juga Gala yang bisa melihatmu. Kita ... ke ruang lain?"
"Baik, Ayah."
Seth tersenyum senang. Walau ia tak pernah melihat bagaimana Cathleen setelah menyerahkannya pada Xavier, tapi sahabatnya itu selalu berbagi cerita mengenai putrinya. Diajarkan banyak hal dan berapa dalam perlindungan Xavier. bagi Seth itu tak jadi soal asal anaknya bisa kembali 'hidup'. Ia relakan hal-hal yang di luar nalarnya hanya untuk sang putri. Dia bukan kutukan. Dia lahir dari rasa cinta yang murni. Kasih sayang Seth demikian besar dan rasanya ia tak sanggup kalau harus kehilangan Cathleen karena penyakitnya itu.
Saat itu, Kyler masih kecil. Ia belum se-ekstrim sekarang dalam hal belah membelah DNA. Penguasa Metro lainnya tau kalau Kyler ini mirip professor setelah gila tapi banyak ciptaannya yang berguna termasuk untuk kesehatan manusia. walau harga yang diminta pada orang-orang yang membutuhkan, dihargai dengan harga yang sangat tak masuk akal.
Entah apa yang Xavier lakukan pada Cathleen saat itu. Seth hanya diminta untuk melindungi tubuh asli putrinya dengan penjagaan super ketat. Cairan abadi itu tak boleh dimasuki apa-apa kecuali tubuh sang putri. Ditenggelamkan di suhu yang terus dikontrol juga tak ada yang tau keberadaannya kecuali orang-orang yang ia percaya. Xavier berpesan seperti itu dengan penuh kekhawatiran sebenarnya.
"Kalau sampai tubuh asli Cathleen rusak, dicuri, atau terjadi sesuatu hal di luar kendali kita, aku tak tau bagaimana cara membangunkannya lagi. Aku butuh waktu yang lama untuk mempelajari ini semua, Seth."
Kala itu, Seth menaruh banyak harap pada Xavier. "Tak apa. Berapa pun lamanya waktu, aku akan menunggu sembari menjaga Cathleen."
Xavier mengangguk pelan. "Usahakan jangan sampai kau terlibat konflik karena wilayah Metro yang lain hobi sekali angkat senjata."
Seth terkekeh dengan senyumnya yang penuh harap. "Iya. Akan kuingat selalu peringatanmu ini."
Lalu ... sahabatnya itu pergi dan jarang sekali kembali. Ia hanya diberi kabar selintasan saja. tiap kali ditanya saat kunjungannya pun, Xavier hanya memberi tahu sekadarnya hingga setelah mungkin apa yang Xavier kerjakan itu berhasil. Banyak kisahnya dibagi walau Seth tak pernah bertemu langsung. Dipaksa sekali pun Xavier bilang nanti di saat yang tepat mereka bisa bertemu. Yang mana Seth selalu sabar menunggu hingga saat itu tiba, namun ... itu menjadi pertemuan pertama dan terakhir.
Seiring dengan kabar kalau Xavier menghilang begitu saja, berikut dengan dadu itu.
Akan tetapi sekarang, ia memiliki lagi kesempatan itu. Sungguh, ia sangat bersyukur. Walau tangan putrinya terasa lain namun ia tak peduli. "Di sini?" tanya Seth sembari mendorong pelan salah satu kabin yang ada.
"Boleh. Mau kusiapkan apa? Di sini ada kopi, the ... melati? Selera Tuan Maverick boleh juga." Dice segera melihat apa isi lemari penyimpanan makanan yang tersedia. Mendengar hal itu Seth tertawa.
"Kopi dan rendah gula. Maverick Osmond terkenal dengan gayanya yang borjuis. Kau tau istilah itu?"
Dice mengangguk cepat. "Tuan Xavier sering menggunakan kata-kata itu dulu. Awalnya aku tak memahami tapi seiring waktu berjalan, aku banyak disisip pengetahuan umum."
"Xavier bilang kau sangat pintar dan brilliant biarpun cerewet."
Dice terperangah. Gerak tangannya mengaduk cangkir kopi terhenti sejenak. "Benar kah?"
Seth tanpa ragu mengangguk. "Dia selalu bilang kau sering sekali mengingatkannya makan. Masakan yang kau hidangkan jarang sekali disentuh dan itu membuatmu cemberut."
"Itu benar, Ayah. Aku sudah cukup lelah memasak tapi hanya dimakan sedikit," rajuk Dice. "Ah ... ini kopi untuk Ayah. Sesuai pesanan."
Seth tersenyum bahagia sekali. Diusapnya pelan pipi sang putri. Pendar birunya makin terang. "Terima kasih," ucapnya tulus. "Duduk lah." Seth mempersilakan anaknya untuk duduk di depannya. "Xavier itu menyukai masakan Bellamie. Pasti ia sering merindukan masakan istrinya. Ia seirng menceritakan hal itu padaku."
"Tapi Gala tidak. Ia sering menyuruhku masak padahal ayam panggang buatan ibunya masih ada. katanya, aku masih lapar."
Ucapan Dice membuatnya tergelak.
"Anak dan ayah jauh sekali tingkahnya."
"Bagaimana bersama Gala? Menyenangkan?"
Dice mengangguk juga menggeleng setelahnya. "Walau terkadang lebih sering menyebalkan tapi menjalani hari bersama Gala memang lebih menyenangkan, Ayah."
Seth tersenyum riang sekali. "Bagus kalau begitu. Kalian memang cocok."
"Cocok saat mengangkat senjata."
Lagi-lagi Seth tertawa. "Bicarakan apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Bagaimana bisa kalian ada di danau Oakland. Ayah cukup penasaran."
Dice menatap lekat ayahnya. Segala informasi mengenai sosok penguasa Metro Timur tersaji di bola matanya. Bergulir cepat termasuk detak jantung sebagai radar penunjuk hal-hal mencurigakan. Semuanya memang otomatis terlihat di sana. "Baik lah, Ayah. Akan kuceritakan."
***
Gala masih memperhatikan layar besar yang mau ia tampilkan kembali. Di sampingnya, Russel yang mengoperasikan kapal. Gala tau sesekali pria itu melirik ke arahnya. Ia tak peduli. Matanya tertuju pada keadaan di sekitar kapal. Sudah dua jam perjalanannya ke Metro Barat di mana koordinat itu semakin dekat dan kapal pun dalam keadaan stabil.
Namun ...
"Kau tak beristirahat sejenak, Nak?"
Bahu Gala disentuh pelan oleh sang ibu, membuat Gala berjengit kaget karena tengah memikirkan banyak kemungkinan sesaat setelah mereka semua naik ke permukaan. Apa sebaiknya ia kirimkan drone untuk memantau keadaan di luar sana?
"Aku tak lelah, Bu. Bagaimana dengan Ibu? Aku benar-benar minta maaf Ibu mengalami hari menyeramkan kembali," sesal Gala. Dibawanya pelan telapak tangan ibunya lalu ia kecup singkat. "Maafkan aku," lirihnya.
"Kenapa harus minta maaf, Nak? Yang kau temukan itu ayahmu."
"Dia meminta tolong." Gala kembali melepaskan tangan ibunya, pura-pura menatap layar itu lagi.
"Kau ... masih marah?"
"Entah lah. Aku hanya ingin ini semua berakhir." Gala menoleh lagi pada ibunya yang menatap dengan tatapan sendu. "Jangan memberiku tatapan seperti itu, Bu. Aku serius. Aku hanya ingin semuanya kembali seperti semula. Kalau pun aku hanya tinggal bersama dengan Ibu, aku tak mengapa. Tak akan aku tanya lagi mengenai keberadaan Ayah."
Mendengar hal itu membuat Bellamie sangat sedih. Ia tak menyangka kalau Gala bicara seperti itu bahkan di saat akhirnya mereka menemukan Xavier. entah apa yang terjadi pada suaminya itu tapi sungguh, Bellamie berharap banyak ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk membangunkannya lagi. Lalu memintanya untuk menyudahi segalanya. Hidup sederhana bertiga. Selamanya. Hanya itu keinginan Bellamie tapi kenapa rasanya sulit sekali.
"Ibu duduk lah di sana. Aku masih harus memantau jalannya kapal," pinta Gala sembari menepuk bahu ibunya pelan. untungnya sang ibu mau menuruti. Sepeninggalan ibunya, Gala kembali memperhatikan layar. "Setengah jam lagi kita memasuki perairan mereka, Russel?" tanya Gala.
"Benar, Tuan. Sebenarnya sudah sejak dua puluh menit lalu. Ada signal menanyakan tujuan kita saat ini. Dan itu semua sudah dibereskan Tuan Maverick."
Gala mengangguk cepat. "Terima kasih. Bantuan kalian sangat berharga."
Russel mengerjap pelan. sedikit banyak ia tau siapa anak ini. anak yang membuat kerusuhan di Falcy Building hingga ia sendiri ikut kelimpungan mencari dan mengumpulkan data. Ia pikir, pemuda ini sama seperti ayahnya. Sedikit arogan. Tapi ternyata tidak. Tingkahnya sejak tadi biasa saja. Sorot matanya teduh dan terlihat sangat menghormati ibunya juga orang-orang yang lebih tua darinya.
Walau tak banyak bicara tapi gestur pemuda itu mengatakan keseluruhan dari hasil pengamatan Russel.
"Kau yakin menemui Kyler lewat jalur ini, Gala?" tanya Seth yang tiba-tiba muncu di belakang Gala yang terlihat konsentrasi mengamati sekitar. Gala yang mendapati Seth ada di sampingnya hanya tersenyum juga mengangguk. Dadu yang ada di lehernya itu, ia keluarkan. Pendar jingganya terlihat cukup menyilaukan.
"Pantau jalur udara," bisiknya pelan.
"Kudengar jalur darat menuju pusat kota Metro Barat cukup berbahaya. Gurun pasir juga badainya yang terjadi mendadak sering kali membuat kerepotan orang yang akan berkunjung lewat jalur ini."
Gala kembali mengangguk. "Putri Anda sudah memberitahuku, Papa. Aku juga sudah mempersiapkan diri untuk melintasi namun bukan ke pusat kota."
Kening Seth berkerut. "Lalu?"
"Gala, apa kau yakin dengan permintaaanmu barusan?" tanya Alex tiba-tiba. Ia terlihat berkeringat dan otot-otot besarnya tercetak sempurna di tubuhnya yang tegap itu. perkakas di tangannya sedikit menjelaskan apa yang tengah ia lakukan. Juga ... Maverick yang sama-sama bertelanjang dada.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Seth bingung.
"Yakin. Sudah beres?"
"Kau harus membayar mahal untuk ini semua, Gala!" Maverick terlihat tak suka menatap Gala. Berdecih sembari menaruh salah satu obeng yang telah ia genggam. "Seumur hidup aku tak pernah berjibaku dengan oli tapi kali ini?"
"Bukan kah itu sebuah kehormatan, Tuan?" seloroh Gala.
"Bicara denganmu memang menyebalkan! Kalau saja bukan Alex yang meminta, kau sudah aku cincang!"
"Lakukan lah."
"Sudah lah. Apa yang sebenarnya Gala minta."
"Aku tak tau, hanya menjalankan apa yang ia minta pada mesin kapal. Yang jelas, ada tiga pendorong tambahan yang harus terhubung dengan jalur utama kapal. Astaga. Aku tak tau kenapa harus melakukan ini." Maverick berdecak lagi.
Hal ini membuat Seth menatap Gala dengan bingung. "Apa ... yang kau inginkan Gala?"
Akan tetapi Gala hanya tersenyum kecil. "Lima menit lagi kita naik ke permukaan."
"Tuan?" tanya Russel memastikan izin dari Maverick.
"Biarkan anak itu berbuat semaunya. Aku tak peduli." Pria itu kembali mengisap cerutunya. Diisapnya kuat-kuat lalu diembuskannya dengan kasar. Membuat ruang kendali kapal cukup sesak dengan asap yang Maverick timbulkan. Namun sepertinya tak ada yang ingin protes kecuali Bellamie yang mengernyit tak suka.
"Pantauan udara?"
Dice dari dalam dadu bicara. "Aman, Tuan."
"Tepi pantai?"
"Aman, Tuan."
"Mesin pendorong?"
"Semua bisa digunakan."
"Badai pasir?"
Dice terhenti sejenak. "Badai?"
"Aku melihat pusat badai lima kilometre dari tepi pantai. Kekuatannya berapa?"
"Astaga. Aku luput memperhatikannya." Dice segera mengutak atik sistemnya. "Cukup untuk menerbangnya satu desa."
"Baik lah. Terima kasih Dice untuk informasinya." Gala sedikit mengusap tangannya. Lalu ... "Semuanya ... siap mandi pasir?" tanya Gala dengan seringai kecil yang sangat misterius itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro