DICE. 61
Saat Alex berteriak, Seth langsung menekan gas dengan kuatnya. "Jangan sampai keluar dari formasi. Danau beku sudah di depan kita," perintah Seth dengan segera. Di mana tanggapan semua pasukan yang ada di belakangnya kompak sekali. Padahal baru kali ini mereka menghadapai tekanan dari Gideon yang Agung. Ia selalu menghindari perang atau konflik. Ia selalu berusaha berada di pihak yang netral walau menghimpun pasukan pertahanan sembari memperlajari kelemahan pasukan Metro lainnya. Ia berusaha dengan sangat agar terlindungi wilayahnya dari serangan siapa pun.
Bertahun-tahun ia menjaga hal itu. cukup sekali ia membombardir satu wilayah karena sakit hatinya. Dan ia tak mau lagi mengikuti nafsú dan mengakibatkan banyak kesedihan karena perang. Ia pecinta damai sama seperti Xavier sebenarnya namun karena tugasnya yang mengharuskan ia mengangkat senjata. Sering kali obrolan mereka mengenai betapa damai Metro jika tak ada persaingan juga hal-hal yang melanggar apalagi berkaitan dengan hak-hak manusia yang tinggal di sana, pasti lah kedamaian tercipta.
Juga tak ada keinginan menginginkan 'lebih' dan bisa memamerkan pada masing-masing penguasa tiap kali mereka bertemu untuk membahas masalah bisnis juga wilayah masing-masing.
Kembali pada situasi yang ia hadapi, apa yang Alex katakan bukan sekadar kata. Suara deru pesawat terdengar kuat sekali mengelilingi mereka. "Tak bisa kah atap mobil ini dibuka?" tanyanya dengan gusar. "Gideon tak pernah main-main jika memainkan pesawat-pesawatnya."
Seth menelan ludah pelan. Pikiran Alex ini memang benar. Seth tau bagaimana skuadron udara milik Gideon yang terkenal kehebatannya. Belum ada yang mengalahkan sampai sejauh ini. Dan juga, baru kali ini Gideon terlihat sangat serius menekan dan emmberi perlawanan. Benar-benar dadu itu sangat membuatnya menggunakan segala cara.
"Aku hanya berharap Gala bisa dengan segera menguasai dadu itu."
Alex terkekeh pelan. "Kau tau, dia melebihi ayahnya."
Seth menoleh dan tercengang. "Kau ... bukan tengah mengambil hati Bellamie, kan? Di saat seperti ini, Alex? Yang benar saja!"
"Ya Tuhan! Bisa kah kau normal sedikit berpikir?" Alex meraup wajahnya dengan kasar. "Kupikir hanya Maverick yang memilki pemikiran konyol tapi ternyata kau lebih dari mereka."
"Bicara mengenai Mavercik, apa dia tau situasi kita ini?"
Alex mengedikkan bahu. "Aku hanya bilang berkunjung denganmu untuk bisnis. Bukan dihujani peluru dan disambut semburan salju."
"Sial sekali kau!"
"Bisa kah kalian bicara sedikit lebih serius? Kita di ambang kematian, kan?"
Seth menoleh dan tertawa. "Kau benar, Bellamie. Kita semua tengah menuju kematian tapi ..." Seth kembali mendorong tuas di mana tuas itu untuk pendorong berkecepatan tinggi yang bisa membuat laju mobil ini lebih cepat. Ia butuh tempat yang luas sekali untuk membentuk formasi lain sekadar untuk bertahan. Dan itu ada di tengah danau di mana titik beku serta ketebalan es di sana sangatlah tebal. Sukar untuk ditembus karena bukit Nirwana ini termasuk salah satu titik wilayah dengar kadar minus paling rendah dan cukup bisa digunakan untuk bersembunyi.
"SEKARANG!"
Lalu semua pasukannya pun menekan tombol yang sama di masing-masing mobil. Mereka melesat dengan cepatnya. Bahkan Bellamie sampai sedikit terpelanting saking terkejutnya dengan gerak mobil Seth barusan. Ia memegang kuat tepian kursi penumpang yang tengah diduduki. Berdoa dengan amat agar mereka semua selamat dan dirinya bisa bertemu dengan Gala dengan secepatnya.
Seth hanya mengharap semua perhitungannya tepat. Walau ia sudah memprediksi datangnya serangan udara tapi tak secepat ini. ia taku kalau rudal-rudal berjatuhan di mana ia belum sempat tiba di titik yang seharusnya. Semuanya sekarang bergantung padanya. bergantung pada kecerdasannya mengatur langkah sebelum mereka kabur menuju Metro Barat di bawah radar pantauan dari Gideon.
Untuk menggunakan jalur darat sangat tak mungkin mengingat batas wilayah timur laut dengan Metro Barat adalah perbukitan bersalju yang tak ada pintu perbatasan di sana kecuali ... satu jalur dan itu sangat berbahaya. Namun hanya itu satu-satunya dan sudah ia persiapkan, hanya tinggal waktu dan juga kemungkinan yang makin lama makin kecil untuk ia raih.
"Dalam hitungan 10, bentuk formasi melingkar. Aku ada di tengah," peringat Seth dan saat itu juga, pesawat-pesawat yang melewati mereka makin mendekat. Dalam pantauan yang bisa dijangkau Seth di mobilnya, pesawat itu sudah mengunci masing-masing mobil yang melaju di atas danau beku itu. Dalam sekali tekan dari pesawat itu, mereka semua meledak ditembak dengan rudal dengan daya ledak yang sangat kuat.
Seth menarik tuasnya keras, membuat laju mobil yang ia kendarai berputar kuat dan sedikit kehilangan kendali di atas area beku ini. Beberapa kali ia merasa pandangannya hanya berkisar dengan perbukitan yang mengelilingi mereka. Dan saat mobilnya terhenti, ia sudah berada tepat di mana ia inginkan. Yang mana rudal itu pun sudah melesat membidik dan mengarah ke mereka semua. Mobil pasukannya yang lain pun segera mengelilingi Seth.
Sekali lagi, pria itu berharap apa yang ia lakukan ini benar. Bisa melindungi semua yang harus ia lindungin. Perimeternya tepat. Seratus meter. Mobil pasukannya juga sudah berada di dekatnya. Mereka semua terlihat melindungi diri dari serangan yang akan terjadi.
"Alex, lindungi Bellamie," kata Seth pelan sesaat sebelum ledakan besar itu terjadi.
***
Saat ujung kapal selam milik Gala muncul, ia sudah tau kalau bukan hanya ratusan laser merah membidiknya. Tapi ribuan. Di mana rasanya tak ada sela untuk bergeser sedikit dari tanda merah tersebut. Gala terkekeh pelan melihat semua yang sudah mengepungnya. Ia nyalakan kembali audio kapal selam untuk mendengar peringatan yang masuk dari mereka semua.
"Kau tak bisa lari lagi, Gala. Kau sudah berakhir."
Gala tau sekali suara siapa itu di sana.
"Apa Tuan Gideon sudah melepaskan diri dari lumpur?"
"KAU!"
Gala tertawa. "Aku bertanya, Tuan. Kenapa Anda marah? Harus kah aku bantu?"
"Kau anak sialan! Kau tak akan bisa lepas lagi dan tak akan kuampuni karena berani mengangkat senjata melawan penguasamu!" Gideon menggeram kesal sekali. "Serahkan dadu itu."
"Kalau pun aku serahkan aku juga tak akan bisa hidup, kan?"
"Kau tau dengan baik apa keinginanku terhadapmu, Bocah Tengik!"
Gala kembali terkekeh. "Ambil lah." Ia melirik pada Dice yang mengangguk pelan. Ia pun masuk kembali ke dadu. "Kau bisa mengambilnya sendiri. Kau tau, dadu ini tak bisa disentuh sembarang orang. Hanya pemilik dan penciptanya saja yang bisa. Dan kau juga tau aku siapa."
"Diam kau!"
"Kutunggu."
Gala berdiri dengan menatap tanpa takut pesawat yang berdiam di atasnya. Senjata mereka sudah sangat siap dilesatkan ke arahnya. Banyak sekali. Dadu itu berpendar jingga kuat sekali. Di dekat kakinya berdiri, peti berisi tubuh ayahnya ada di dekatnya. Ia hanya tinggal menunggu saat yag tepat. Karena tak mungkin Gideon menyerahkan dadu ini para orang-orang di sekitarnya. Salah satu penguasa Metro saja tak bisa memegangnya tanpa izin. Apalagi hanya sebatas orang biasa. Pasti efeknya lebih dari sebatas tangan yang menghitam.
"Tuan, dalam waktu dua menit kapal milik Gideon yang Agung tiba."
"Palka belakang sudah tak dikunci, kan? Aku keluar dari sana."
"Tidak, Tuan." Dice terdengar khawatir. "Kumohon ... tetap lah hidup, Tuan."
"Kau mengkhawatirkanku, Dice?"
Di dalam dadu, Dice berdecak. "Kenapa Tuan masih saja menyebalkan."
"Aku tau apa yang mau kulakukan, Dice. Kau kerjakan bagianmu saja. Jangan sampai salah perhitungan dan meleset."
"Baik, Tuan."
Gala mengusap tangannya pelan. Dadu itu masih berpendar jingga di dekatnya. Terang sekali. Pengatur waktu pada peti itu juga sudah ia nyalakan. Ia pun bergerak keluar dari kapal selamnya di mana tak lama, milik Gideon yang Agung muncul di permukaan. Penguasa itu pun keluar dengan segera. Berhadapan dengan Gala yang sudah berdiri tenang di dekat lambung kapal yang terapung di permukaan air.
Angin berembus cukup kuat karena pengaruh dari banyaknya pesawat yang mengepung mereka. Tepatnya Gala.
"Serahkan dadu itu!" perintah Gideon dengan cepatnya. Wajahnya memerah menahan marah. Ia tak mau lagi berbasa basi dengan Bocah Tengik macam Galaksi Haidar ini. Kenapa juga ia lebih licik dan licin ketimbang ayahnya. ya Tuhan! Membuat Xavier tunduk saja ia merasa sangat kesulitan ditambah sekarang, dadu itu berganti kepemilikan. Sial sekali kenapa saat pertempuran di Metro Utara ia bisa terkecoh.
Kali ini, ia tak akan terkecoh. Ia membawa kotak kuno tempat di mana dulunya ia simpan dadu. Tak akan mungkin dadu itu bisa keluar dengan mudahnya. Gideon bisa sedikit berbesar hati dan yakin kali ini, ia bisa mengambil alih dadu. Melenyapkan apa yang seharusnya memang sudah ia lakukan sejak lama. Pun pasukan di Metro Timur sudah mengepung Seth yang akan melarikan diri. Kabarnya juga ada Alexander Millian di sana.
Entah apa yang dilakukan Penguasa Metro Utara di sana tapi Gideon akhirnya memahami satu hal, mereka pasti bekerja sama untuk membantu Gala keluar dari tekanannya. Lalu sebagai imbalan, mereka pasti minta perlindungan pada sang pemilik dadu agar tetap bisa menjalankan kegiatannya seperti sebelumnya.
Menjijkkan sekali cara mereka berkoalisi.
Untuk itu lah Gideon yang Agung juga tanpa ragu memerintahkan melawan dan kalau perlu, melenyapkan saja beserta seluruh pasukan yang Seth punya itu.
Gala mengangguk patuh. Ia pun berjalan pelan mendekat pada kapal Gideon di mana beberapa pasukannya juga muncul dan menodongkan senjata. Tak ada satu pun sela yang bisa Gala perbuat lantaran semua senjata tembak mengarah padanya. Namun ... bukan Gala namanya kalau seperti ini saja, bisa menyerah dengan gampangnya. "Apa ... semudah itu kuberi?" tanya Gala pelan. Dirinya sudah tepat berada di antara kapal selam miliknya juga Gideon. Tinggal selangkah lagi maka ia pun bisa dekat dengan Gideon dan menyerahkan dadu seperti keinginan pria tua itu.
Tidak akan pernah.
"Luncurkan," bisik Gala pelan. Lalu ia pun menceburkan diri seiring dengan banyaknya rentetan tembaka yang mengarah padanya. juga ia masih bisa mendengar bagaimana Gideon memerintahkan, "Hancurkan Metro Timur."
Gala kembali berbisik lirih di sela dirinya yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Pakaian menyelamnya terpasang otomatis dengan pencahayaan yang sangat terang namun bagi musuh, dirinya segera saja tak terlihat. Peti putih berisi tubuh ayahnya juga ikut meluncur di mana membuat ledakan kuat di sekitar Gideon yang Agung tadi. Entah kapal selam penguasa arogan itu terkena efeknya tau tidak.
"Lindungi keluargaku, Dice (dadu)."
Dan di saat bersamaan dengan Gala yang meluncur cepat di sisi peti putih itu, keberadaan Seth beserta pasukannya yang mendapat serangan tiba-tiba itu pun seperti ada kubah besar yang sangat kuat mengitari mereka. Membuat mereka tak terkena ledakan barang sedikit. Drone yang Gala tinggali di rumahnya, yang sejak awal mengikuti gerak ibunya, berputar kuat di udara. Menciptakan lengkungan itu dengan sempurna.
Dan tak butuh waktu lama juga, rudal melesat dengan cepat dari bawah air. Disertai juga dengan bagian depan kapal selam berlambang Metro Selatan. Bukan hanya satu tapi berjumlah hampir 10 mungkin yang bermunculan dari bawah air. Mereka memukul mundur semua pesawat tempur milik Gideon sampai tak bersisa. Meledak terkena tembakan di udara. Kalau pun ada yang bergerak menjauh, salah satu kapal yang baru muncul itu menbidik cepat.
Lalu ... BLAM!!! Semuanya meledak di udara.
"Butuh bantuan, Alex? Kau juga Seth? Tak mengajakku berpesta?" Maverick muncul di dekat lambung kapal selamnya. Lengkap dengan satu perangkat yang membuatnya mampu menggerakkan kapal selam meski tanpa awak.
Hal ini membuat Seth juga Alex keluar untuk memastikan bantuan apa yang mereka terima.
"Kalian melukai harga diriku dengan telak."
Seth juga Alex saling berpandangan lalu menyeringai kecil.
"Pesanku sampai rupanya," kata Alex sembari berjalan mendekat pada Maverick yang segera melepas kacamatanya. "Terima kasih sudah datang."
Maverick berdecak. "Kau tak mabuk, kan?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro