Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 45

Gala benar-benar mencoba motor barunya. Sedikit menunduk mengimbangi besarnya motor yang ia pilih. Belum terlalu mahir karena ini untuk kedua kalinya ia mengendarai motor. Sebelumnya? Tak pernah. Dari mana ia bisa? Gala tak bisa menjawabnya. Ia bergerak sesuai dengan instruksi yang ada di kepalanya saja. Di tangan kanannya untuk menarik gas dengan kuat serta rem. Di tangan kirinya juga sama untuk menekan rem. Sementara di kakinya untuk membuat kestabilan tersendiri bagi laju motornya itu.

"Ini menyenangkan, Dice," kata Gala setengah memekik. Jalan yang ia lalui menurun cukup tajam di mana ia lihat dari visual kacamatanya, belokan tajam menantinya di ujung jalan ini.

"Kau tak perlu berteriak, Tuan. Aku mendengarmu." Dice tertawa.

Gala hanya mencibir. Padahal ia bermaksud untuk memanasi Dice siapa tau mau keluar dari dadunya tapi gadis hologram itu tak mau. Katanya. "Aku di sini saja, Tuan."

Padahal kalau tak diberi perintah untuk masuk ke dadu juga Dice mana mau berdiam diri di sana lama-lama. Di pondok pun begitu. Biarpun Bellamie tak bisa melihatnya, Dice mondar mandir saja di sekitar pondok yang membuat Gala berdecak kesal. Sering merasa terganggu saat Dice pura-pura mendengarkan obrolan mereka.

Gas semakin ditekan Gala. Tak banyak orang yang berlalu lalang di jalan ini yang membuat Gala benar-benar terpacu adrenalinnya. Mengenakan helm hitam sebagai pelindung kepala dan beruntungnya Gala mengenakan jaket yang cukup untuk melindunginya. Pemilihan sepatu yang tadi disodorkan Dice juga cukup membantunya.

Mengelilingi pusat kota di mana banyak yang memberikan lirikan cukup lama dari beberapa orang yang ia lintasi, membuat Gala cukup senang. Ia belum pernah merasakan bagaimana orang lain menatapnya dengan cara seperti tadi. Untung lah helm yang ia pakai tertutup semua. Kalau tidak, mungkin orang lain akan menganggap Gala ini stengah gila. Senyum-senyum terus.

"Tuan," panggil Dice pelan. "Badai sebentar lagi tiba. Anda lebih baik menuju White House sekarang juga."

Gala sedikit memperlambat laju motor. Kaca helmnya ia buka penuh di mana matanya mulai mendapati awan di langit yang berubah cepat sekali. Padahal tadi saat memilih motor, masih cerah. "Ah, padahal keseruannya baru dimulai."

"Anda masih bisa melakukannya di lain hari."

Pemuda itu mengangguk pelan. "Apa badai yang terjadi di sini berbahaya, Dice?"

"Untuk badai kali ini tidak. Tapi anginnya cukup kencang bisa mengangguk jarak pandang dan suhunya makin membuat orang lain kebanyakan tak ingin beraktifitas di luar."

Gala berdecak pelan. "Aku masih ingin bermain, Dice. Bisa kah kau temani?"

"Temani?"

"Kita tantang angin badai? Bagaimana?" Gala sebenarnya tak butuh jawaban dari Dice. Ia masih ingin berpetualan di sini. Dilirik dari kaca spion motornya, ada dua motor lain yang mengikuti. Seth bilang, mereka pengawal khusus untuk menjaga Gala selama di pusat kota. Padahal Gala tak membutuhkan mereka tapi ia tak sanggup menolaknya juga.

"Kalau itu yang Anda mau." Dice memilih keluar dari dadunya. Masih dengan tatapan rambut dikepang yang membuat penampilannya agak lain dari saat bertemu dengan Gala di Metro Selatan. Juga pakaiannya yang lebih sesuai dengan wajah dingin Dice. "Aku ikut."

"Sejak tadi aku menunggumu naik di belakang, Dice." Gala tertawa. "Perlukan kubilang, pegangan?"

"Bisa kah Anda jangan terlalu pamer?"

Tawa Gala teredam dengan suara motor yang segera saja ditekan gasnya itu. Ia memilih jalur yang berseberangan dengan White House. "Tampilan pusat badai, kecepatan angin, juga seberapa bahaya di sana. Blok dua pengawas itu. Aku tak suka diikuti. Tambah daya untuk motor ini. Aku mau bersenang-senang."

Dice menyeringai lebar. "Segera kulaksanakan apa permintaan Anda, Tuan."

Dan benar saja. Begitu Gala mengarahkan pada belokan tajam di depan, lalu menanjak karena jalan kecil yang akan ia lewati ini cukup terjal, ia tak lagi melihat adanya dua motor yang sejak tadi mengikutinya. Segera Gala tutup kaca helm yang masih terbuka itu lalu kembali menarik gas sedikit lebih kuat. Angin yang berembus di sekitarnya sudah cukup kuat tapi ia tak peduli.

Ada kesenangan tersendiri baginya yang bebas berkendara tanpa takut ada seseorang yang akan melintas. Mungkin karena badai akan segera tiba makanya yang tadinya banyak beraktifitas di luar mereka memilih menyudahinya saja. pusat kota Metro Timur tak seperti dua wilayah yang pernah Gala kunjungi. Walau hanya sebentar saja tapi nuasanya sangat berbeda.

"Tiga belokan dari sini Anda akan tiba di dekat dermaga. Di sana pusat badainya berlangsung."

"DI laut?"

"Benar, Tuan. Tapi karena demografi wilayah Metro Utara yang tak terlalu luas ini, angina badainya sangat terasa sampai pusat kota. Kebanyakan wilayah Metro Utara ini memang perbukitan bersalju. Hanya laut itu satu-satunya aksen untuk perdagangan serta udara. Lapangan udara Metro Timur ada di balik bukit itu," tunjuk Dice pada sisi kanan Gala. Mereka masih berkendara dengan kecepatan cukup tinggi.

Gala menoleh sekilas di mana arah yang Dice tunjukkan hanya terlihat putih saja. "Kalau musim seperti ini, kegiatan ekonomi di Metro Timur terhenti, Dice?"

"Tidak, Tuan. Mereka masih bisa menggunakan alat transportasi khusus."

"Kau tau banyak mengenai banyak hal, Dice."

Dice memilih diam tak merespon apa-apa ucapan gala barusan. Diperhatikan laju kendaraan yang Gala kendalikan ini. tak dalam tingkat berbahaya untuknya tapi cukup bisa membuat Gala terluka jika sampai oleng dan terjatuh karena kurang keseimbangannya. Angin yang bertiup menimbulkan bunyi yang cukup nyaring dari kedua sisi.

"Tuan, badainya semakin kuat."

"Aku masih belum puas, Dice."

Gadis hologram itu seketika terbeliak. Diaktifkannya mode siluman yang segera Gala rasakan.

"Ada apa, Dice?"

"Kita sembunyi, Tuan."

CIITTTT!!!

Rem yang ditekan Gala cukup kuat. Membuat laju motor itu berhenti terpaksa di mana menyebabkan ban motor belakangnya terangkat. Gala dengan lihainya mengimbangi motornya yang besar itu. Menjatuhkannya dengan satu tekanan di mana ia sendiri tak sampai terjatuh atau rubuh dan tertindih motornya sendiri.

"Dice!" teriaknya sembari membuka helm dengan kasar. Rambutnya berantakan, sorot matanya tajam, dan geraman kesal itu terdengar sekali dari Gala yang sudah berdiri dari motornya itu. mereka menepi di salah satu sudut belokan yang katanya sebentar lagi akan menuju pada jalan utama ke dermaga.

"Katakan ada apa?"

Dice menatap langit di mana sekarang deru dari atas itu sangat terdengar kencang. Pesawat cukup besar melintas di sana. Satu lambang yang terdapat di badan pesawat itu sudah cukup menjelaskan siapa yang datang.

"Gideon yang Agung."

***

Sementara di dalam gedung White House, Bellamie menikmati cokelat hangat dengan kue kering berperisa jahe. "Ini enak," pujinya tulus.

Seth tertawa. "Koki kami sengaja membuat ini khusus untuk Anda."

Bellamie puaskan rasa penasarannya mengenai sosok sang suami. Di mana ternyata memang benar, Seth ini dekat dengan Xavier. Banyak kerja sama yang mereka lakukan walau tak berbalut bisnis seperti dengan penguasa lain. Termasuk alasannya meninggalkan Bellamie juga Gala.

"Saat itu Xavier memiliki firasat kalau tak bisa kembali."

Air mata Bellamie turun tanpa aba-aba. Bahunya terguncang pelan. "Terakhir kali ia pamit padaku, ada urusan di luar kota. Tak mau menjelaskan terperinci apa yang ia kerjakan." Bellamie memejamkan mata sejenak. Bayang suaminya yang berdiri di ambang pintu, lengkap dengan senyum lebar di mana tangannya terentang minta untuk dipeluk sebelum pergi. Saat itu Bellamie tanpa berpikir dua kali, melemparkan dirinya ke dalam peluk yang ternyata itu adalah terakhir kalinya mereka lakukan.

Dua tahun ia menunggu tak ada kabar sama sekali namun suara-suara itu sangat menganggu dan membuatnya berpikir kalau ia memang harus mencari Xavier. Suaminya itu, menurut pikirannya, dalam bahaya.

"Dia yang menyuruhmu untuk berpisah dengan Gala," terang Seth kemudian sesaat setelah mendengar bagaimana Bellamie yang putus asa meninggalkan Gala tapi juga tak kuasa menolak apa yang diminta suara-suara itu.

"Tapi kenapa?"

"Galaksi Haidar bukan sembarang anak. Ia memang harus disembunyikan hingga saatnya tiba. Dan kau adalah orang yang bisa celaka paling pertama jika ada didekatnya."

Kening Bellamie berkerut. Air mata yang tadi membasahi pipinya segera ia hapus. "Gala akan membunuhku?" tanyanya dengan mata terbeliak. "Tak mungkin?!"

"Memang tak mungkin itu terjadi, Bellamie. Tapi penguasa lain, kau pasti sudah bertemu sebagian dari mereka termasuk aku, kan?"

Mendengar ucapan Seth membuat Bellamie sedikit memundurkan tubuh. "Ka-kau?!"

"Tidak." Seth mengusap wajahnya pelan. "Apa aku terlihat seperti pembunuh? Yang kumaksud adalah Alexander Millian, Maverick Osmond, Kyler Lamont dan yang paling utama kau pasti sudah dapat membayangkan; Gideon yang Agung."

Ludah Bellamie ditelan dengan gugupnya. Wajah-wajah yang ia ingat ada di pertempuran belum lama ini terbayang jelas. Termasuk ... Alexander Millian.

"Padahal aku diminta secara khusus untuk menjaga kalian tapi sungguh," Seth sedikit menunduk. Ia menyesal sekali tak mengulurkan bantuan dengan cepat. "Kau tau, aku tak terlalu memiliki daya jika berhadapan dengan Alexander."

Bellamie cukup mengerti arah ucapan Seth kali ini.

"Setidaknya biarkan aku menebusnya di waktu sekarang. Toh kalian sudah bersama, kan? Tinggallah di sini. Kau pilih sudut bagian mana yang ingin kalian jadikan rumah hunian."

Senyum Bellamie tertarik perlahan. Pria di depannya ini bicara dengan sorot mata setulus hati. Bellamie bisa merasakan hal itu. "Terima kasih, Seth. Kau baik sekali. Tapi sebelumnya," Bellamie meremas ujung jaketnya pelan. hal ini membuat kerutan di kening Seth serta menatapnya dengan bingung.

"Ada apa?"

"Apa ... benar yang membunuh Xavier itu Alexander?"

Tanpa ragu Seth mengangguk.

Mata Bellamie memejam kuat. Rasa sesak di hatinya makin jadi. Ia bukan tak percaya dengan apa yang Gala katakan beberapa hari lalu. Terutama bagian di mana Xavier dikalahkan oleh Alexander. Juga menutup aksesnya dari system yang bisa melacak keberadaannya di mana pun di seantero jagad Metro. Entah apa tujuannya tapi sampai sekarang pun, keberadaan Xavier memang tak ditemukan.

"Dia satu-satunya penguasa Metro yang tak ingin aku temui, Bellamie. Karena dia pembunuh sahabatku." Seth mengepal kuat. Matanya menyorokan kemarahan yang sangat besar. Rahangnya mengetat seiring dengan bunyi gertakan dari giginya yang saling beradu itu. "Dan selama kau disekap, apa dia melukaimu? Aku sama sekali tak bisa berbuat apa-apa untukmu selama kau ada di sana. Astaga! Itu penyesalanku yang paling besar, Bellamie."

Bellamie segera menggeleng cepat. "Tidak. Tidak. Itu bukan salahmu. Dan Alex tak memperlakukanku dengan aneh-aneh. Tidak."

"Sekarang ada Gala. Kalau kau ingin menuntut balas, kurasa tak ada yang bisa mencegahnya. Pasukanku pun sekarang setidaknya sudah siap untuk melawan pasukan Metro Utara," kata Seth berapi-api.

Wanita berambut pirang itu sedikit gemetar. "Entah lah, Seth. Aku ... aku ... kau tau, aku benci perang ini sebenarnya. Aku seperti orang linglung dengan keadaan yang ternyata bagian dari hidupku. Semuanya tampak tak nyata tapi aku alami. Yah ... kau tau? Aku hanya wanita biasa yang kupikir, suamiku menghilang karena suatu hal. Mungkin ..." Bellamie memejam pelan. "Mungkin memiliki wanita lain juga keluarga yang lain di luar sana."

Seth tergelak. Di saat yang bersamaan di mana marahnya ada di puncak, lawan bicaranya malah mengatakan hal yang cukup konyol? "Xavier tergila-gila padamu, Bellamie. Tiada hari tanpa mengatakan betapa beruntungnya memilikimu."

Semburat merah mendadak menyapa pipi Bellamie. "Benar kah?"

Tanpa ragu Seth mengangguk. "Itu benar. Dan betapa Xavier sangat menya—"

"Tuan, maafkan saya menerobos masuk."

Seth juga Bellamie segera menoleh pada sumber suara. Jiro, nama orang kepercayaan Seth tampak tergesa memberi tahu hal ini.

"Tuan Gala tak mau diikuti bermain dengan motornya. Ia tengah menuju badai yang mana ternyata ada kunjungan dadakan dari Gideon yang Agung. Dalam waktu dua menit lagi, pesawatnya ada di atas White House."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro