Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 44


"Selamat datang di rumahku, Adik Kecil."

Kening Gala berkerut dalam. Matanya memicing curiga. Segera ia sedikit menggeser posisi Bellamie ke belakangnya. Yang mana justeru membuat Seth tertawa keras. Matanya sampai hampir berair saking gelinya ia tertawa.

"Kau tak perlu bersikap seperti itu, Gala."

"Kau mengenalku?" tanya Gala masih dengan kecurigaan tersendiri. Ia juga merasakan genggaman tangan Bellamie sedikit kuat di tangannya.

"Bahkan sejak kau masih di kandungan." Seth memilih menyapa secara langsung pada kedua tamunya. "Dan ... selamat datang untukmu, Bellamie Rosaline."

Gala bukannya menurunkan sikap waspadanya tapi makin jadi. Ditatapnya pria ini dengan lekat. Wajahnya yang terlihat lebih muda darinya, perawakannya yang hampir sama sepertinya; agak kurus, belum lagi kulitnya yang agak pucat.

"Ah, izinkan aku memperkenalkan diri." Seth berdiri sedikit berjarak dengan Gala. Matanya menelisik dalam pada pemuda yang berdiri di depannya ini. Terakhir kali ia berkunjung ke Metro Selatan, ia mencuri sedikit waktu untuk sekadar mengecek keberadaan Gala. Dari kejauhan di mana pemuda itu tengah sibuk merapikan kantung-kantung sampah. Ingin menghampiri tapi Seth tau, risikonya terlalu besar.

Akan jadi sebuah tanya besar seorang Seth Rafael berkunjung ke Lot 1 yang jauh dari pusat kota dan menemui Gala. Bisa-bisa nyawa pemuda itu terancam. Saat itu penampilannya berbeda dari yang ia temui sekarang. Di sini, di ruang kerjanya, seorang Galaksi Haidar berdiri dengan gagahnya. Matanya awas mengamati sekitar dan dalam mode waspada tingkat tinggi. Seolah ia siap bertempur kapan saja.

"Aku, Seth Rafael. Penguasa Metro Timur."

Gala sedikit menurunkan tingkat waspadanya. Berulang kali memandang tangan yang terjulur di mana ada irings senyum di wajah sang lawan bicara. Apa benar dia Seth? Penguasa Metro Timur? Kenapa wajahnya tak terlihat seperti penguasa? Malah seperti dirinya juga ... Luke? Astaga. Kenapa di saat seperti ini kepala Gala malah mengingat teman kerjanya itu. Teman yang tak ramah dan sombong tapi sekarang menatap Gala dengan pandangan takut.

Ragu, dibalasnya uluran tangan itu. "Galaksi Haidar."

Seth mengangguk pelan. "Silakan duduk. Dan tolong jangan beri aku tatapan seperti itu, Gala. Aku bukan musuhmu."

"Pengalamanku mengajarkan untuk terus bersikap waspada siapa pun lawan bicaranya, Tuan."

Seth tergelak. "Astaga, ya ampun. Itu kata-kataku, Gala."

Baik Gala juga Bellamie tak langsung menuruti apa yang Seth katakan biarpun di sisi kanan, meja berisi jamuan terhidang di sana. Di mana Seth bergerak mendekat ke arah meja. "Oh, ayo lah. Aku bukan musuh kalian. Tidak kah kalian penasaran kenapa kalian menerima undanganku?"

"Kurasa dia bisa sedikit dipercaya, gala," bisik pelan Bellamie yang membuat Gala mengangguk pasrah. Bellamie sendiri cukup khawatir karena di ruang ini terlihat aneh dan seperti ditelanjangi lewat banyak tatapan yang menyorot kea rah mereka. Mungkin hanya perasaannya saja tapi tetap saja, kejadian demi kejadian kemarin membuatnya takut. Ia belum siap kalau di sini akan terjadi pertempuran lagi.

Saat itu mereka bisa selamat tapi belum tentu di kesempatan lain akan selamat juga, kan? Juga semua hal yang Gala katakan mengenai Xavier masih membuatnya pusing. Belum sanggup mencerna semuanya. Begitu banyak tanya yang ada di kepala Bellamie tapi hendak bertanya ke mana dia?

Mereka duduk setelah dipersilakan. Dibantu beberapa pelayan untuk menata alat makannya. Melihat hal itu, Seth segera bertindak. Tangannya bergerak memerintahkan para pelayannya untuk mengeluarkan sajian terbaik khas Metro Timur.

"Hidangkan," perintahnya yang segera disambut dengan banyak anggukan patuh. Para pelayan yang ada di sana mulai menyajikan makan siang yang kebanyakan dari olahan ikan.

Satu demi satu piring-piring berisi makanan yang tercium aroma lezatnya terhidang. Gala masih memperhatikan semuanya dalam diam. Sesekali matanya juga mengawasi Seth yang duduk santai di ujung meja makan.

"Dice, periksa ini semua apakah ada racunnya?"

"TUAN!"

"Kenapa? Aku salah?"

"Kau menyebalkan!"

Kening Gala jadinya berkerut. Matanya menatap sembarang arah untuk mengalihkan diri karena tiba-tiba Seth memperhatikannya. Gerak bibirnya sudah ia lakukan seminimal mungkin. Bisikannya juga tak terdengar. Gala sudah banyak berlatih untuk menggunakan suara serupa bisik yang intonasinya sangat-sangat pelan.

Tak butuh waktu lama kacamatanya menampilkan seluruh data mengenai makanan yang tersaji. Gala memperhatikan dengan cermat jangan sampai ada yang terlewat karena ini penting. Jangan sampai ada niat terselubung yang akan mencelakakan dia juga ibunya. Masih belum bisa Gala percaya siapa-siapa untuk saat ini.

Walau rasanya sejak tadi pun Seth terlihat biasa saja. sSantai juga terkesan ramah dan tulus. Tapi siapa tau di balik sikap tenang juga terlihat ramah itu tersimpan kekuatan yang bisa melukai mereka terutama ibunya. Apalagi ia menyebut nama ibunya dengan lancar seolah sudah lama mengenalnya. Sementar di sisi lain, ibunya malah berkerut takut. Padahal sebelumnya sang ibu cukup bersemangat siapa tau melalui Seth Rafael ini mereka bisa tau jejak keberadaan dari Xavier.

Mungkin kalau nanti Gala benar-benar merasa aman dan apa yang Dice katakana itu bukan sebatas kata, Gala akan mempertimbangkan bertanya mengenai hubungan antara Seth juga Xavier di masa lalu. Siapa tau, semua teka teki ini yang masih belum ditemui jawabannya bisa terbongkar.

"Aman, kan?" tanya Dice dengan nada sinisnya. Benak Gala membayangkan kalau gadis hologram itu cemberut dan wajahnya makin kaku. Sudah senyumnya jarang, matanya juga selalu tajam menatap lawan, ditambah dibuat jengkel seperti ini. Tapi Gala cukup penasaran, perubahan sikap Dice dari hari ke hari sangat berbeda dari saat pertama kali mereka bertemu.

Gala masih ingat betapa mengerikan dan menyeramkan Dice bertingkah. Tapi setidaknya, Dice tak pernah pergi meninggalkannya juga mengejeknya. Justeru ia terus membela dan memberi pengarahan. Makanya berteman dengan Dice membuat Gala tak lagi merasa sendiri. Beda hal dengan pertemuan Gala dengan Mike juga Selena. Mereka dikabarkan baik-baik saja. Tak kurang apa pun dan tak terlibat masalah apa pun setelah kejadian di Vore Club.

Dice juga yang memberikan visual kegiatan mereka dua hari setelah berada di pondok kayu tepi hutan itu. Setidaknya, Gala tak terlalu merisaukan keselamatan mereka. Bagi Gala mereka cukup membantu dan rasanya tak adil kalau sampai mereka terlibat masalah karena menolongnya walau mereka tak tau, apa tujuan Gala ke Vore Club saat itu.

"Terima kasih, Dice." Gala terlihat membenahi kacamatanya. Kembali bersitatap dengan Seth yang rasanya tak mau melepaskan diri menatap Gala. Seringai kecil muncul di bibir wajah sang penguasa di ujung meja yang hampir penuh dengan makanan.

"Sup sirip hiu ini terbaik yang kami punya, Gala. Kau harus mencobanya."

Gala mengangguk pelan dan mempersilakan seorang pelayan mengisi mangkuknya. Sebagai balas, Gala pun segera mencicipi hidangan tadi dan ... Seth benar. Sup ini enak sekali. "Kokimu ahli, Tuan Seth."

Seth tergelak. "Kau pintar bicara, Gala. Tak seperti ayahmu yang kaku itu."

Sendok yang tadinya berisi potongan kentang yang sudah dilumusi sedikit saus dari potongan salmon yang Bellamie santap, terhenti di udara. Ia letakkan segera sendok itu dan dengan penuh minat, wanita itu menatap Seth. "Jadi ... kau benar-benar berteman dengan Xavier?"

Seth mengangkat alisnya sedikit. Mengangguk dengan keriangan tersendiri. "Di saat penguasa Metro lainnya memusuhi, hanya aku yang menemaninya," seloroh Seth yang hanya ditanggapi dengan senyum kecil dari Bellamie.

"Melihat caramu bicara mengenai Xavier, Seth, entah kenapa aku merasa hubungan kalian bukan hanya sebatas dekat." Bellamie masih belum ingin mengalihkan matanya dari Seth. "Iya, kan?"

Seth mengusap ujung hidunya. Mengambil gelas minumnya dengan segera. Menghabiskan hampir separuh isinya. "Kau benar, Bellamie. Tapi izinkan aku untuk menjamu kalian terlebih dahulu. Masih banyak waktu untuk membicarakan Xavier di sini."

Bellamie mengangguk pelan. matnaya mendadak berkaca-kaca. Setidaknya Seth memilik banyak informasi mengenai Xavier. "kau benar." Kembali kepalanya mengangguk.

"Kuharap kalian menikmati hidangan ini." Seth tersenyum sendu. Terutama saat melihat Gala. Dalam ingatannya yang masih sangat segar memutar saat di mana Xavier datang dengan mata memerah, suara serak, juga wajah yang sembab. Seperti habis menangis tapi benar kah seorang Xavier menangis?

"Aku pergi meninggalkannya, Seth. Aku pergi." Xavier menjatuhkan diri. Menutup wajahnya dengan telapak tangan yang agak kotor. "Dan sepertinya itu menjadi waktu di mana terakhir kalinya aku bertemu Gala, Seth."

***

"Mana yang kau suka, Gala?"

Gala yang sejak tadi terkagum-kagum dengan koleksi motor-motor sport milik Seth, terperangah. Ditanya seperti itu oleh Seth Rafael yang sejak tadi memberitahu mengenai banyak hal mengenai gedung yang ia tinggali ini, cukup membuat Gala terkejut. Gala sendiri belum ingin bertanya mengenai ayahnya karena masih memasang waspada tapi seiring obrolan mereka, Gala mulai merasa nyaman.

Mungkin juga ia tak perlu terlalu curiga dengan pria ini.

"Apa aku boleh memilih?"

"Silakan. Silakan. Aku justeru senang salah satunya bisa kau miliki" Seth menepuk bahu Gala pelan. "Favoritku yang itu." ia pun menunjuk pada salah satu motor yang ada di sudut kanan. Tak terlalu besar tapi cocok untuknya juga berwarna putih. Seth sangat menyukai sesuatu yang berwarna putih.

"Kau tau, Tuan Seth?"

Seth menoleh dan terkekeh. "Bisa kah kau biasakan menanggilku dengan panggilan Papa?"

Gala menatap Seth tak percaya di mana pria itu makin berderai tawanya. "Aku serius, Gala. Lama sekali kuimpikan ada seseorang yang memanggilku Papa."

Pemuda dua puluh lima tahun ini bingung dengan apa yang Seth katakan. "Apa kau memiliki seorang anak, Tuan? Mohon maaf jangan menyelaku dulu. Panggilan itu terdengar sacral bagiku. Aku harus tau dulu alasan yang melandasi Anda meminta hal itu padaku."

"Aku kagum dengan sikap waspadamu, Gala." Seth sekali lagi menepuk bahu Gala pelan. "Kau benar." Sekarang, Seth bebaskan Gala dari tatapannya yang sejak tadi saling mengunci itu. saling menilai satu sama lain. Matanya memilih menatap awan biru di atas sana. Matahari memang bersinar cerah tapi belum mampu mencairkan banyak salju yang hampir menutupi sebagian pusat kota.

Cerah yang kini mereka rasanya hanya bertahan sebentar. Sisanya angin dingin juga badai salju akan datang. Belum lagi angin dari arah laut yang berembus kuat menambah penurunan udara di pusat kota ini makin cepat terjadi.

"Dulu aku memiliki seorang putri, Gala."

Gala memilih tak bertanya lebih jauh. Bukan karena ingin tau tapi mendengar suara Seth yang sarat sendu itu, setidaknya Gala bisa menebak akhir dari kata-kata yang belum terucap itu.

"Jadi, Papa ... aku memilih warna hitam saja. Sepertinya itu bagus untukku, kan?"

Seth menoleh cepat dan segera melenyapkan kesedihan yang tadi hadir di benaknya. "Kau benar. Hitam sepertinya cocok untukmu." Garis senyum Seth tertarik lebar. Ia perhatikan pemuda itu menaiki motor pilihannya setelah sebuah kunci diberikan dari salah satu pengawalnya.

Dari balik jaket yang Gala kenakan, bandul berpendar jingga itu berayun pelan. Seth bisa melihatnya dalam gerak lambat. Dalam hati ia berkata, "Setidaknya anakku masih hidup di sana."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro