Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DICE. 28


"Apa ini?" tanya Gala bingung begitu Selena menyerahkan satu kartu hitam dengan grafif nama Vore Club berwarna emas. Terlihat elegan juga terkesan mewah. Ada satu mikro chip yang kentara saat Gala raba. Sementara Selena malah mendengkus kesal.

"Kau ini tak tau apa-apa rupanya?"

Mike cepat menyela ucapan Selena. "Dia masih terlalu lugu, Selena. Kau bisa mengajarkan seperti apa Metro Utara."

Menanggapi hal itu, Selena terkikik geli. "Benar kah? Ah, tak apa. Aku tak masalah. Lebih menyukai kalau kau tak tau terlalu banyak, Gala. Aku suka."

Gala masih belum mengerti pembicaraan mereka mengarah ke mana tapi yang bisa Gala lakukan hanya menyeringai. Matanya lekat memandangi kartu yang baru saja ia dapati dari Selena.

"Ini kartu member klasik atau kasta terendah di Vore Club. Yah, kau tau, Gala. Uangku tak banyak untuk bisa mendapatkan member eksklusif tapi baik kartu klasik sampai platinum di Vore Club ini sangat sulit didapat."

Mata Gala mendadak berbinar terang. "Jadi kalau ada kartu ini aku bisa masuk ke dalam gedung indah itu?"

"Kau bilang Vore Club indah?" Selena memandang Gala dengan takjubnya. "Seleramu lain sekal, Gala."

Pemuda itu kembali terkekeh. "Kau tau, hitam itu warna kesukaanku."

Selena ikut larut dalam tawa kecil yang Gala keluarkan.

"Jadi malam nanti kau mau ikut denganmu, Gala? Menikmati semaraknya Vore Club di malam hari? Kebetulan esok aku libur. Supervisorku tak mempermasalahkan jika aku pulang mabuk nantinya," kelakar Selena tapi matanya menatap Gala dengan penuh permohonan.

Sementara Gala yang memegang kartu di mana pindainya bekerja, masih belum merespon apa-apa. Mungkin terlihat bagi Selena ia tengah mengagumi kartu yang kini ada di genggaman tangannya itu. Tak ada nama siapa pun di sana tapi ia yakin, ada kode tertentu di mana memiliki izin khusus untuk dikeluarkannya kartu ini.

"Ini kesempatan, Tuan. Aku hanya butuh merentas salah satu kamera pengawas tanpa ketahuan."

"Oke. Nanti malam aku jemput. Mike, kau jadi supirku lagi."

Mike tertawa keras tapi mengangguk juga memberikan jempolnya pada Gala. "Apa pun untuk Tuan Muda Gala yang tengah kasmaran."

Gala menggeleng saja. membiarkan mobil itu melenggang pergi menuju rumah Selena. Beberapa barang belanjaan gala ada di bagasi belakang kecuali satu paper bag kecil di mana ada pita berwarna merah muda di depannya. "Oiya, Selena. Ini untukmu." Gala memberikannya segera pada Selena.

Sebuah jam tangan berlogo salah satu designer ternama yang cukup terkenal berdasar informasi dari Dice. Harga jam tersebut saja sudah membuat Gala menganga lebar. Ia sayang ingin mengeluarkan uang tapi Dice bilang, "Salah satu bentuk memuluskan rencana tanpa perlu banyak kata ya hdari hadiah-hadiah seperti ini, Tuan. Banyak cara untuk memperlancar urusan. Lagi pula uang Anda sangat banyak. Memberi pabrik dari jam tangan ini pun Anda mampu."

"Banyak uang tapi dibuang percuma seperti ini, Dice. Kau ini gila atau sinting, hah?"

"Tidak, Tuan. Saya realistis. Karena saya yakin apa yang nantinya Tuan dapat, lebih dari sekadar uang yang Anda keluarkan."

Gala tak percaya tapi tetap dibeli juga. Ia sendiri tak pernah mengecek total uang yang menjadi peninggalan untuk dirinya. Ia berpikir, semuanya bukan milik Gala. Suatu saat, mungkin ia bertemu Xavier dan akan ia kembalikan semuanya. Lengkap dengan cerita di mana barang buatan Xavier lah yang paling boros menghamburkan emas.

Juga beberapa saran mengenai gadget yang akan Gala gunakan. Dice sendiri yang nantinya akan mengubah setelannya agar tak mudah dilacak tapi bisa melacak seseorang. Gala membebaskan Dice mau berbuat apa karena ia sendiri tak mengerti apa ucapan Dice. Mengenai jaringan nirkabel, satelit, belum lagi signal juga kode-kode yang sama sekali tak Gala pahami.

"Dice, kalau kau sepertiku, kurasa kau layak disebut orang terpintar di Metro," kata Gala saat dia akhirnya duduk di salah satu kedai kopi di Antalea Mall ini. Memilih duduk di area luar di mana bisa menikmati pemandangan Metro Utara yang sama cantiknya dengan Metro Selatan. Banguna tinggi berjajar rapi dan tingginya tak ada yang menyaingi Vore Club. Gedung itu mencolok sekali dengan warna hitamnya.

"Tidak, Tuan. Aku ini benda ciptaan. Penciptaku yang terpandai."

Gala berdecak. "Aku memesan kopi dengan cream entah cream apa. Kira-kira aku bisa meminumnya tidak?" Lebih baik mereka bicara mengenai hal-hal yang biasa mereka lakukan atau hal-hal baru. Lebih seru dan Gala nyaman daripada mengenai kecanggihan sebuah alat. Atau strategi perang. Gala bahkan memiliki buku catatan kecil di mana kemajuannya memegang dan menggunakan senjata yang kini hampir banyak ia kuasai.

"Mungkin, Tuan. Seharusnya smoothie's strawberry saja. anda penggemar strawberry, kan?"

Gala berdeham kecil. "Kau terlalu banyak tau mengenai aku, Dice."

"Aku anggap itu pujian, Tuan. Terima kasih atas pujiannya."

Pemuda itu melempar pandangan ke seluruh landscape kota. Menikmati udara yang berembus mengacak rambutnya yang sedikit banyak menghalangi pemandangan. Tak lama pelayan restoran itu datang dan menyuguhkan pesanan Gala. Saat Gala cicipi kopi tersebut, ia mengerutkan kening dalam-dalam.

"Kau benar, lebih enak smoothie's strawberry."

"Ini ... untukku, Gala?" tanya Selena yang sejak tadi termangu melihat paper bag yang diulurkan Gala padanya. Agak lama ia terbengong-bengong melihat hal ini. Sementara Gala sendiri juga sibuk dengan pemikirannya di mall tadi.

"Iya, untukmu. Semoga kau menyukainya, Selena." Gala berhasil menguasai diri. Lamunnya tadi sudah hilang dan berganti dengan sosok Selena yang berbinar girang.

Gala tak pernah tau kalau Selena ini hobi sekali menubruk. Jangan-jangan saat kemarin mereka saling bertabrakan itu benar karena Selena yang tak memperhatikan jalan. Buktinya sekarang? Gadis ini memeluk Gala demikian erat sampai rasanya ia sukar sekali bernapas. Aroma parfum Selena langsung saja memenuhi hidung Gala.

"Terima kasih, Gala!" pekiknya dengan riang.

Sementara di dalam dadu, Dice menghela napas pelan. Memejamkan mata lalu mematikan programnya walau alarm di dadu tetap ia nyalakan. Ada rasa tak suka tapi Dice tak bisa bicara apa-apa. Ini semua juga idenya. Tapi kalau mereka tak memanfaatkan Selena, ia tak yakin kapan bisa mendapatkan kartu hitam ini.

***

Bellamiee menyisir rambutnya agar tak terlalu kusut. Pengering rambut yang ia gunakan cukup membuat rambutnya berkibaran tak tentu arah. Ini sudah acara mandinya ke sekian kali sejak kepulangan Alex dua hari lalu. Dilihat dari pantulan cermin, pria berambut perak itu masih terlelap. Hari ini tak ada kegiatan di luar ruangan lagi. Cukup saat itu saja. Hujan badai itu sangat menakutkan bagi Bellamiee dan rasanya, ia lebih baik terjun dari balkon dan digonggongi anjing-anjing milik Alex ketimbang harus menantang badai lagi.

Saat ia mengeluh, Alex menertawainya. Itu pun setelah Bellamie dirasa cukup tak terlalu takut juga telah selesai berkegiatan yang pria itu sukai. Juga rasanya Bellamiee akan ingat-ingat selalu, untuk tak memancing pria seperti Alezander Millian apa pun situasi dan kondisinya. Walau hatinya meronta serta menjerit takut dan butuh pelukan hangat dari ... Alex?

Sisir yang tengah ia gunakan, ia taruh perlahan. Matanya tertuju pada sosok yang tadi merebut warasnya. Lama ia perhatikan tapi belum ada keinginan untuk bergerak mendekat. Ia tau, Alex pasti lelah. Bukan hanya tubuhnya saja yang rasanya remuk, Bellamiee juga menyadari kalau pria ini pasti banyak bekerja di luaran sana. Entah apa yang dikerjakan, ia tak ingin terlalu banyak tau.

Nasibnya cukup sampai di kamar ini. Siapa yang bisa mengeluarkannya? Berharap pada siapa? Tidak ada lagi.

Entah kenapa perasaannya pada sosok si penawan dirinya ini, yang terlihat menjadikannya hanya sebatas penghangat ranjang dan pemuas hasrāt tapi Bellamiee sedikit banyak merasa, kalau Alex tak sekejam itu. Ada sisi hangat yang pria itu milki. Walau setelahnya ia kembali dingin dan kaku, tapi setidaknya, Bellamiee tak ingin salah memberi penilaian.

"Sudah selesai memandangiku, Bella?"

Bellamie mendengkus pelan. "Padahal matamu terpejam, Tuan."

"Mataku terpejam tapi perasaanku tidak." Tangan kekar itu bergerak pelan, meminta Bellamiee untuk mendekat ke arahnya. tubuh Alex tak mengenakan apa-apa selain selimut yang menutupi perut ke bawah. Otot-ototnya tercetak sempurna. Apalagi saat Alex menunjukkan keperkasaannya di atas Bellamiee. Ia tak meragukan lagi betapa Alex ini memang pandai dan terlalu lihai membuai.

Perlahan, wanita berambut pirang itu bergerak mendekat. Gaun terusan di mana belahan depannya hingga pangkal paha mengikuti geraknya. Di sini, Bellamiee dibantu beberapa asisten yang Alex miliki menjaga baik-baik bentuk tubuhnya. Tadinya ia sangat jijik dan merasa rendah sekali tapi seiring waktu berjalan, apa yang Alex lakukan tak ubahnya seperti seorang kekasih yang sangat memujanya.

Terkadang Alex bermain cukup kasar tapi Bellamiee tak pernah dapat menghitung berapa banyak kelembutan yang ia terima. Bellamiee juga bukan perempuan yang ingin banyak membantah karena ia tau, Alex pun tak pernah segan untuk menunjukkan taringnya kalau tengah dilanda amarah.

Gaun itu juga berpotongan dāda rendah. Membuat belah dada Bellamiee setengah menyembul keluar.

Ia naiki ranjang dengan gerak perlahan dan saat dirinya tepat di samping Alex, mata pria itu terbuka sempurna.

"Apa kau tak lelah, Bella?"

Wanita itu terkekeh. "Lelah, Tuan. Tapi rasanya tadi saat aku berendam air hangat, lelahku berkurang jauh."

"Kenapa kau begitu menggoda?"

Kening Bellamie sedikit berkerut. "Tapi tak ada yang kulakukan, Tuan."

"Benar kah?" Lalu ia ambil sejumput rambut panjang bergelombang milik wanita yang membuatnya sering merindukan rumah kini. Apalagi sekarang Bellamie benar-benar menunjukkan kalau dirinya memang pandai menguasai dapur. "Aroma ini sangat memabukkan untukku, Bella. Rasanya ... aku ingin namaku terus yang kau sebut kalau kau ada di bawah kendaliku."

"Aku ada di bawah kendali Anda, Tuan."

Alex terkekeh senang. Sedikit bangun untuk bersandar pada punggung ranjang di mana geraknya membuat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, merosot. Hal ini membuat Bellamiee memalingkan wajah.

"Apa yang kau lakukan, Bella?" tanya Alex heran. Tapi saat melihat semu merah di waja wanita itu, akhirnya ia memahami maksudnya. "Kau seperti remaja, Bella. Sudah sering kau rasakan di dalamnya tapi kenapa masih malu-malu, hem?"

Wanita itu baru saja akan membalas kata-kata tuannya, namun dering ponsel yang ada di nakas dekat tuannya duduk berdering nyaring.

"Ya?"

"Maaf menganggu liburan Anda, Tuan."

"Katakan." Alex meminta Bellamiee mendekat. Masuk ke dalam pelukannya tanpa berniat menarik selimutnya.

"Theo mengonfirmasi kebenaran kalau Gideon yang Agung mengunjungi Metro Selatan dan sepertinya tengah bergerak ke Vore Club."

Alex termangu sesaat. "jam berapa kira-kira kedatangannya?"

"Kurang dari tiga jam lagi."

Sedikit banyak Alex melirik pada jam yang ada di tangannya. Menghitung sisa waktu yang ia milki. "Siapkan lantai 50 untuk Gideon yang Agung. Sembunyikan semua hal yang membuatnya curiga. Perketat keamanan Vore Club."

Bellamie yang jelas mendengar hal ini, agak gemetar juga. Tak banyak yang mengenal siapa Gideon yang Agung tapi semua penduduk Metro tau kalau selain penguasa masing-masing Metro, ada satu penguasa tertinggi yang mengatur keseluruhan berjalanannya hidup di Metro.

Lalu Alex segera meletakkan ponselnya lagi. Menatap Bellamie yang kini termangu karena obrolan di telepon tadi. "Apa yang kau pikirkan?"

"Apa ... kau memiliki masalah dengan Tuan Gideon yang Agung, Tuan?"

Pria berambut perak itu menggeleng. "Tidak ada."

Helaan napas lega pun terembus sudah dari Bellamie.

"kau mengkhawatirkanku, Bella."

Tak ragu, Bellamiee mengangguk. "Tuan orang baik. Aku yakin bukan hanya aku yang mengkhawatirkan keberadaan Tuan."

Seringai tipis Alex berikan sebagai jawaban. "Tapi di luar sana aku tak baik, Bella. rasanya juga hanya kau yang mengatakan aku ini orang baik."

Bellamie selalu ingat mengenai Xavier tapi ia menyerah mencarinya. Menyerah di saat ia berhasil keluar dari Vore Club karena di sana ia sama sekali tak mendapatkan apa-apa selain kesia-siaan waktu. harusnya ia bisa mendampingi Gala. Tak ada yang mengenal siapa itu Xavier Dimitry. Suaminya. Sampai-sampai ia merasa, dirinya ini sudah ditinggalkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Tujuannya pulang untuk bertemu Gala tapi sepertinya takdir masih ingin mempermainkannya di Metro Utara.

Ia salah telah memiliki perasaan khusus pada tuannya. Tapi ...

"Anda benar, Tuan. Tapi di mataku, Anda orang baik."

Salah kah dirinya kalau ia menemukan sebuah kedamaian baru di sini? Di mana saat kerelaannya sebagai tawanan yang tak memilki daya apa-apa, diperlakukan selayaknya ratu? Seluruh pelayan di mansion ini tau, kalau ada seorang wanita dan satu-satunya yang tinggal di sini. Yang dijaga ketat dan hanya boleh melakukan sedikit aktifitas. Juga yang selalu dituju sang pemilik rumah tiap kali kembali dari perjalanan dinasnya.

"Semoga penilaian akan diriku ini tak berubah di matamu, Bella."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro