DICE. 24
Dice tau, kalau manipulasi data tuannya rawan sekali kebocoran. Ia hanya tinggal menunggu waktu ketahuan pihak Metro Selatan terutama Maverick Osmond. Mengingat dendam lama antara penguasa tersebut dengan tuannya. Kekalahan yang telak sering dialami Maverick tapi tak pernah membuat pria itu jera. Xavier sendiri sudah sering memperingati agar tunduk pada keinginan Penguasa Langit. Tapi karena sering kali dibantah, Xavier tak pernah segan mengangkat senjata.
Itu lah kenapa, Dice berupaya menyembunyikan Gala sedemikian rupa. Termasuk ... "Tuan," panggilnya pelan. Alat komunikasi yang Gala tempel di daun telinganya masih terpasang. Tuannya kali ini tak tertidur. Memilih menikmati perjalanan yang mana menyajikan pemandangan yang membuatnya kagum.
Sesaat setelah kereta berangkat, landscape kota Metro Selatan yang mana sudah berupa pedesaan ini makin terasa menyejukkan mata. Apalagi mulai melintasi sisi bukit yang indah. Pohon-pohon tinggi juga hamparan padang hijau yang luas diselingi dengan beberapa rumah penduduk yang terlihat kecil juga cepat sekali di mata Gala. Bertopang tangan yang ada di dekat jendela, Gala sama sekali tak mau mengalihkan matanya ke mana-mana.
"Tuan," panggil Dice sekali lagi yang membuat Gala menekan pelan alat hitam di telinganya.
"Kenapa?"
"Ganti lah pakaian. Toilet kereta ini sudah aman. Anda bisa menggunakannya."
Gala menghela napas pelan. risiko yang Dice katakan memang masuk akal. Ia sudah terlanjur menceburkan diri. Sudah separuh jalan dan tekadnya bulat menyelamatkan ibunya. Jadi apa pun yang Dice katakan, selama itu untuk melancarkan jalannya menuju sang ibu, juga untuk menjaganya agar tetap hidup, maka itu yang akan Gala lakukan.
"Baiklah." Pemuda itu bangkit dari tempatnya memandangi alam sekitar. Bergerak menuju toilet yang tak terlalu jauh dari kompartemen yang ia duduki tadi. Kereta lintas negara ini menawarkan privasi yang membuat Gala bersorak senang. Setiap kompartemen terdiri dari dua orang penumpang saja. Kursinya bisa disetel sesuai keinginan si penumpang mengingat perjalanan yang cukup memakan waktu ini. Belum lagi terjaminnya makan siang selama di kereta. Setidaknya Gala tak kelaparan. Banyak berlatih di hutan membuatnya cepat lapar. Semua menu yang Dice buat selalu habis ia lahap bahkan tak jarang Gala meminta lebih.
Pakaian hitamnya berganti dengan kaus polos berwarna broken white dengan celana kain berwarna khaki lengkap dengan sepatu casual yang Gala sampai melotot memperhatikan detailnya. Bukan karena kesederhanaan modelnya. Tapi merknya. Seumur hidup, baru kali ini Gala berganti pakaian dengan model yang lebih membuatnya percaya diri. Lalu kacamatanya berganti dengan satu pelapis transparan yang Dice bilang, lebih canggih dibanding kacamata yang sudah ia lepaskan ini.
"Apa ... aku bisa mengenakannya, Dice? Terlihat aneh," kata Gala pelan sembari membolak balik kotak di mana pelapis mata itu terpasang.
"Bisa, Tuan. Ini dimodifikasi sebagai pindai mata di mana beberapa titik di Metro Utara menggunakan pemindaian dari bola mata seseorang."
"Apa kau bilang?"
"Agar mudah dicerna, Tuan bisa gunakan dulu. Caranya hanya tinggal Tuan tempelkan di dekat selaput mata."
Gala berdecak sebal. "Kalau mataku buta?"
Di dalam dadu, Dice terkekeh.
"Dilarang menertawakanku, Dice!"
"Aku tidak menertawakan, Tuan. Alat ini tak mungkin membuat Anda buta. Melindungi diri Anda itu lebih mungkin terjadi."
"Tunggu, kau jelaskan maksud pindai mata pada Metro Utara, Dice."
"Bisa kah Tuan percepat? Ada beberapa orang menuju ke sini untuk menggunakan toilet."
Rasanya ingin sekali Gala mengguncang kepala Dice. Agar gadis itu tak sembarangan memerintahnya. Dia yang meminta Gala berganti pakaian dengan cepat. walau kereta ini melaju pada kecepatan tinggi, juga jalan yang stabil, tetap saja getar pada kaki Gala yang menapaki kereta membuatnya pusing. Hampir saja ia muntah karena guncangan yang terjadi ini.
Setelah dirasa semuanya beres, Gala melangkah dengan sedikit menunduk. di salam satu kaca kompartemen ia melihat bayang dirinya yang ... tampan?
Ya Tuhan! Kalau saja Gala menyadari sejak awal kalau dirinya ini buta akan fashion dan terlihat kuno. Mungkin saja ia akan menyisihkan sebagian uang hasil kerjanya membeli pakaian yang layak sehingga beberapa gadis di Lot 1 mau menoleh ke arahnya. Bukan malah dilirik dan diberi tatapan aneh sepanjang waktu.
"Anda terpesona, Tuan?"
"Pada siapa?" Gala mengerutkan kening.
"Pada diri Anda sendiri tentu saja."
Gala menggeleng pelan, terkekeh, lalu berjalan kembali menuju kompartemen-nya. "Aku baru tau kalau pakaian bisa mengubah penampilan seseorang."
"Benar, Tuan. Perspektif seseorang bisa berubah karena melihat tampilan secara visual dari seseorang. Beruntungnya Anda mewarisi banyak kesamaan dengan Tuan Xavier."
"Kau bercanda, huh?"
Gala sudah kembali duduk di tempatnya semula. Ransel yang tadi dibawanya berganti bentuk yang lebih menyesuaikan dengan pakaiannya sekarang. Gala sering memperhatikan dan iri pada penampilan pemuda di Lot 1. Yang bisa bersekolah normal juga berjalan santai dengan gerombolannya. Mengenakan pakaian yang layak juga kehidupan yang tak sekeras apa yang Gala jalankan. Tapi ia sudah terlatih untuk tak mengeluh. Maka ketika datang kesempatan untuknya mengenakan apa yang pernah ia bayangkan, rasa kagum itu muncul tanpa bisa dikendalikan.
"Aku tidak dalam mode bercanda, Tuan."
Gala menyandarkan punggung dengan kasar. "Jangan pernah membahas Xavier lagi atau menyamakan aku dengannya. Aku tak sudi." Disetelnya kursi itu setengah rebah. Di kompartemen yang Gala tempati, hanya ada ia seorang yang duduk artinya tak ada gangguan dari orang lain. Setelah sebelumnya ia tutup semua gorden yang ada di tepian pintu juga jendela. Gala lebih baik menikmati perjalanan dengan tidur saja.
Menikmati pemandangan di luar sebenarnya sangat menarik tapi Dice membuatnya kesal karena mengingatkannya akan sosok Xavier. kemarahan Gala makin jadi seiring bertambahnya waktu juga kilas-kilas di mana ia tau apa sebenarnya pekerjaan sang ayah. Yang menurut pemikirannya, tak ubah seperti pembunuh bayaran. Bekerja membuat keadaan normal tapi atas perintah seseorang.
Dice yang tau kalau tuannya mengabaikan, memilih keluar dari dadu. Semua program kerjanya dalam batas maksimal karena alarm peringatan sejak tadi berbunyi nyaring. Sekali lagi ia perhatikan Gala yang sudah dalam perlindungan nomor 1. Pelapis anti peluru sudah Dice siapkan di kaus yang Gala kenakan. Seluruh senjata dalam keadaan siap pakai dan terisi penuh amunisi. Informasi mengenai identitas asli Gala sudah Dice perketat.
Pindai mata yang sudah Gala kenakan tadi, memuat informasi yang membuatnya mudah berjalan di seputar Metro Utara. Setiap sudut Metro, baik Utara, Selata, Barat, serta Timur memiliki cara tersendiri untuk pengamanannya. Bagi kalangan rendah di mana ibu Gala termasuk di dalamnya, perdagangan manusia dikategorikan dalam tingkatan paling rendah di seluruh jagad Metro. Tak terlalu bisa leluasa bergerak di pusat kota atau juga di sekitaran kota-kota lainnya. Sekali mendapat cap dalam kategori kelas rendahan, akan sulit keluar dari kekuasaan masing-masing wilayah.
Bagi penguasa, masyarakat kategori rendah ini bisa dieksplotasi besar-besaran yang menguntungkan mereka.
Dice bersiap, di pintu gerbang kedatangan nanti dipastikan orang-orang Meverick menghadang mereka. Sekali lagi ia perhatikan tuannya yang sudah terlelap. Tangannya terdapat beberapa luka gores yang sudah agak mengering. Tanda kalau Gala benar-benar melatih dirinya dalam tahap tak main-main.
Benar yang pernah Xavier bilang, "Gala butuh pemicu, Dice. Kau bisa pelajari seiring waktu berjalan apa yang menjadikannya pemicu nantinya. Dan saat itu tiba, bersiap lah."
"Siap untuk?"
"Galaksi Haidar bukan sembarang anak bagiku, Dice. Bukan juga sembarang keturunan Horratio. Tapi dial ah yang akan memimpin semua Metro. Di masa depan nanti, kau yang harus benar-benar mendampinginya."
"Caranya, Tuan? Saya sungguh tak mengerti."
Xavier hanya tersenyum kecil. Matanya kembali menatap langit Metro Barat. Saat obrolan itu berlangsung, mereka berdua tengah berkelana di sana, mencari lokasi yang diduga melakukan pelanggaran berat. Berekspresimen dengan hewan-hewan agar bisa dijadikan senjata tempur baru. Di mana termasuk di dalamnya penyiksaan terhadap hewan yang mulai langka.
Mungkin hari ini semua pemicu di mana Gala akan menerima takdirnya, akan dimulai. Dice sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk termasuk mengganti semua kontrol dadu pada satu nama default; Proximarry Galaksi Haidar.
***
Di gerbang kedatangan, satu pasukan khusus tapi terlihat berpenampilan lebih santai walau mengenakan alat di telinganya sebagai komunikasi, berjaga ketat di sekitar area hingga pintu keluar. Senjata api sudah mereka persiapkan sebelumnya belum lagi satu tim di luar pintu keluar juga beberapa penjaga keamanan dari Metro Utara bersiap.
Maverick meminta secara khusus bantuan pada Alexander untuk melakukan penyergapan pada terduga penggelapan kasus jual beli senjata di luar kendali penguasa Metro Selatan. Itu yang Maverick katakan pada Alexander. Ia tak mungkin memberi tahu keberadaan dadu yang disinyalir benar dibawa oleh pemuda berpakaian hitam itu.
Maverick masih memiliki obsesi yang tinggi pada dadu. Hampir semua penguasa Metro juga sama dengannya. Mengincar secara terang-terangan dadu tersebut. Tak segan juga pastinya saling serang walau kerja sama terus terjalin antar wilayah perbatasan. Bagi mereka, dadu adalah symbol kekuasaan penuh. Siapa pun yang memilikinya, memiliki kekuasaan absolut. Bahkan mereka meyakini kalau dadu tersebut bisa digunakan untuk menghancurkan Penguasa Langit.
Ia memilih menunggu di menara tingginya tapi jalur udara sudah dipersiapkan kalau-kalau ada hal yang cukup menguras atensinya ketika penyergapan berlangsung. Beruntungnya ia, Alexander tak terlalu mempermasalahkan banyaknya pasukan yang diminta. Lagi pula Maverick tak segan memberi bantuan untuk pria berambut putih itu. Mungkin Maverick rasa ini saatnya untuk balas budi. Yang ia tau, Alexander tengah berlibur di tengah hutan kota Metro Utara. Sebenarnya Maverick cukup penasaran tapi hal ini lebih dari sebatas menyita perhatian.
Nanti, saat ia berkunjung ke Metro Utara pasti akan ia tanyakan terkait Alexander yang berlibur di hutan. Seperti taka da tempat indah yang bisa ia kunjungi selaku penguasa Metro Utara.
Kereta cepat itu pun berhenti tepat di peron dua. Tepat waktu. Membuat para pasukan itu bersiaga lebih. Satu per satu penumpang mulai turun dan mengarah pada gate keluar. Begitu juga dengan Gala yang santai melangkah. Matanya segera saja menampilkan begitu banyak pria bertubuh tegap juga tampak biasa saja lengkap dengan senjata di balik pakaiannya. Gala terlihat seperti pelancong pada umumnya. Berjalan memperhatikan dengan penuh minat di sekitar stasiun Attis, stasiun yang merupakan bagian dari Metro Utara.
Ia juga berusaha semaksimal mungkin berbaur dengan tim tur dari Metro Selatan. Dice memberitahu bahaya yang muncul mendadak d depannya ini. Jangan tanya bagaimana cara kerja jantung Gala sekarang. Bahkan peluhnya sudah mulai terasa di titik-titik tertentu terutama kening. Beberaa kali ia mengusapnya pelan agar tak terlalu menimbulkan curiga. Ketika dirinya menuju gerbang keluar stasiun, sekali lagi pemeriksaan Code Person pun dilakukan.
Juga beberapa pertanyaan yang cukup jelas Gala dengar.
Ternyata semua yang terpasang di tubuh Gala ini benar-benar bisa membuatnya memutuskan dengan cepat harus melakukan apa. Termasuk membaur pada para pengunjung dengan tujuan wisata. Kalau tidak, mungkin saja dirinya segera mendapat sorotan dari pria-pria bersenjata tersembunyi itu.
"Ryu Warren?"
Gala mengerjap pelan, mendongak segera dan melihat namanya pada layar juga banyaknya informasi yang sangat berbeda dari yang ia tau. "Ah, iya benar. Itu nama saya."
Petugas itu mengangguk. "Berkunjung selama dua minggu untuk tour keliling Metro Utara?"
"Benar, Tuan."
Lalu petugas itu mengembalikan Code Person milik Gala. Saat melintasi satu pintu di mana alat pemindainya hidup, data yang sama pun muncul. Tak ada bunyi apa pun menandakan kalau Gala dalam kondisi aman. Langkah Gala konstan dengan cukup lebar mengejar rombongan yang ada di depannya. Membawa satu bendera kecil sebagai bagian dari salah satu rombongan. Sesekali melirik ke belakang di mana ia buat seolah mengagumi stasiun yang cukup besar itu.
Kalau saja Gala tak dalam misi pencarian juga harus mengamankan diri, sudah dipastikan Gala akan menikmati pemandangan di stasiun ini.
Lalu terdengar sirine kuat dari arah berseberangan. Membuat rombongan yang ada di depan Gala terhenti. Beberapa pria bersenjata segera berlarian masuk ke dalam stasiun.
"Ayo, Tuan. Waktu kita tak banyak."
Dice benar. Waktunya tak banyak. Gala segera membuang bendera rombongan tadi, berjalan cepat menghindari kerumuman stasiun. Bergerak secepat dan senatural mungkin karena masih banyak pria berseragam lengkap yang mengarah ke stasiun. Ia memilih mengikuti semua arahan Dice mengenai tempat yang akan ia tuju. Waktu di stasiun tadi sudah menunjukkan pukul empat sore. Kemungkinan mencari hotel atau tempat tinggal sementara adalah hal yang paling benar untuk ia lakukan.
"Apa kau memodifikasi dataku, Dice?"
"Iya, Tuan. Itu harus kulakukan demi keselamatan Anda."
"Lalu ... siapa yang kau manipulasi?"
Dice tak menjawab.
Dan jawaban yang Gala terima adalah ledakan yang cukup dahsyat di stasiun.
"Apa kau yang melakukannya, Dice?" tanya Gala cepat. menoleh segera pada stasiun yang baru saja ia tapaki. Asap membumbung tinggi. Jeritan ketakutan juga tembakan terdengar kuat.
"Bukan aku, Tuan. Mereka yang memicu bom untuk meledak."
"Ta-tapi, Dice?"
"Tidak ada tapi, Tuan. Ayo, menuju Ring Road Butterfly. Di sana ada lokasi yang cocok untuk kita tinggali sementara waktu."
Gala tak habis pikir, bagaimana bisa bom meledak tanpa pemicu. Dan apa kata Dice barusan? Bukan dirinya yang melakukan? Tak mungkin!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro