OPEN PO
Mentari pagi ini bersinar cerah, secerah binaran wajah Zahra yang kini bibirnya tak lelah menyungging senyum. Setelah semalam dan malam-malam berikutnya ditengokin sang kekasih lewat video call. Hatinya seakan bertebaran bunga kebahagiaan.
Rasa rindu dalam kalbu tak lagi membuatnya galau. Karena pada akhirnya, rindu itu seakan menemukan penawarnya. Penjelasan Farid mengenai dirinya yang tiada kabar selama dua pekan lalu disebabkan ia berada di luar kota yang kesulitan sinyal, membuat Zahra lega dan segala pikiran buruk yang sempat menghantui langsung sirna tanpa bekas.
Zahra semakin yakin dengan cinta Farid untuknya sungguh tulus. Buktinya, meski laki-laki itu berada di luar kota yang sulit sinyal. Farid berusaha mencari warung Wifi hanya demi mendapatkan sinyal untuk melakukan panggilan video terhadap sang kekasih hati.
Lama tak saling bersua, nyatanya tak hanya Zahra yang terjangkit malarindu. Namun Farid pun merasakan hal yang sama. Sehingga tak heran selama sepekan ini, video call setiap malamnya dilakukan hampir selalu berakhir tengah malam.
"Nin. Setelah pulang dari kampus nanti kamu ada acara nggak?" Zahra yang baru sampai langsung duduk di samping Nindi yang memang datang lebih dulu.
Wanita yang kini berjilbab warna abu-abu itu tampak berpikir sejenak. Detik kemudian dia menggeleng lalu bertanya, "Emang kenapa? Mau traktir aku makan? Ayuk ayuk di mana?"
Zahra sontak meraup muka Nindi yang dengan semangat empat lima mendekat ke depan Zahra. "Dasar pikiran perut. Pikirannya makan makan dan makan."
"Hehehe, maklumilah daku wahai sahabatku yang cantik jelita, baik dan rajin sedekah. Pagi tadi aku nggak sarapan, Ra. Jadi perut aku bunyi mulu, nih dari tadi."
"Lah kenapa nggak sarapan di rumah tadi sebelum berangkat atau ke kantin?"
"Lagi drama ngambek. Langsung nylonong berangkat dan lupa nggak bawa uang." Nindi menunduk, mukanya yang terlihat memelas sangat perlu dikasihani.
Zahra menghela napas, lalu melihat jam di pergelangan tanganya. "Ya sudah, yuk ke kantin. Masih ada waktu lima belas menit."
Netra Nindi sontak berbinar. "Serius, Ra?" tanya Nindi memastikan, bahwa Zahra tak sedang bercanda.
Tanpa melontar sepatah kata pun, Zahra langsung beranjak dan melangkah ke depan lalu berbelok menuju pintu.
"Ih ... tungguin, dong, Ra." Nindi bergegas mengejar langkah Zahra, hingga pada akhirnya mereka berjalan beriringan.
"Entar pulang dari kampus ikut aku ya, Nin."
"Ke mana?"
"Entarlah aku jelasinnya ke kamu. Sekarang kita makan dulu di kantin. Biar kamu nggak ngoceh terus."
"Ish. Dikira aku burung apa. Ngoceh-ngoceh." Lengan Zahra yang tadi digandeng Nindi, langsung ia hempaskan karena kesal.
Zahra pun terkekeh, "Bukan aku lo yang bilang kamu kayak itu."
"Iya, tapi kamu mengarahnya ke sono."
"Ih, kamu aja yang Baper."
"Nindi, Zahra mau ke mana?" Tiba-tiba terdengar suara perempuan yang cukup nyaring memanggil nama mereka. Tak lama, sosok itu semakin dekat, berjalan dari arah berlawanan.
"Eh, Ji. Ayok ikut ke kantin. Zahra mau traktiran, nih," celetuk Nindi tanpa segan mengajak Jihan juga. Padahal yang menraktir bukanlah dirinya.
"Ish, gayamu, Ra. Yang mau nraktir siapa? Kok kamu semangat banget ngajakinnya?"
"Hmmm, nyebelin kamu ini, ya. Udah dibaik-baikin sama sahabat sendiri. Eh malah mencela, sungguh tega teganya dirimu teganya teganya."
"Hadeh, mulai, deh. Drama alay cap debatnya," ucap Zahra lirih sembari menepuk jidatnya sendiri.
"Udah ayo nggak pakek debat. Makin menipis waktu kita untuk makan."
Zahra langsung mengambil langkah, diikuti kemudian dua bodyguard berlebel sahabat berdiri di sebelah kanan dan kirinya.
---***---
Tepat selepas melaksanakan salat Asar di Musala kampus. Zahra, Nindi dan Jihan berjalan beriringan menuju parkiran.
Jihan yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya tampak memasukkan ponsel itu ke dalam tas. "Zahra, Nindi. Aku pulang duluan, ya. Supir udah nunggu di depan."
Zahra dan Nindi kompak mengangguk. Lalu menjabat tangan Jihan bergantian. Keduanya pun kompak menjawab salam setelah Jihan mengucapkan salam sebelum ia berlalu dari hadapan keduanya lebih dulu dengan arah yang berbeda.
"Kita mau ke mana, sih, Ra?" tanya Nindi saat keduanya telah sampai di parkiran.
"Bawa motor aku aja ya, Nin. Kamu bonceng aku." Bukannya menjawab, Zahra malah membahas hal lain.
"Kok tumben-tumbenan kayak gitu. Emang mau ke mana, sih?"
"Ke stasiun."
"Hah! Mau ngapain?"
"Jemput seseorang," ucap Zahra sembari mengetik pesan pada gawainya.
"Siapa?"
"Udah ayo nggak usah banyak nanya. Ini kejutan, rahasia, dong."
"Ish, nggak adil, ah. Udah ngajak-ngajak aku malah dirahasiain pula dari aku. Ogah, deh kalau kayak gitu, aku nggak mau ikut," ucap Nindi bersekap dengan bibirnya yang kini tampak mengerucut. Kakinya pun tampak bersiap berbalik arah.
Namun, dengan sigap Zahra menahan lengan Nindi, agar gadis itu tak meneruskan langkahnya. "Eh, oke oke aku akan kasih tahu kamu."
Kira-kira kemana ya si Zahra?
Maaf ya temen" aku gk bsa lanjutin Cerita ini karena cerita ini akan terbit dan udah open PO lo.
Yuk yang mau kekepin langsung aja 😊
Chat wa.me 085608113555
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro