Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07 Cincin Tertukar

Setelah memasang sepatu flatnya dengan nyaman di kaki, Zahra bergegas kembali masuk ke toko. Untungnya toko tak sedang ramai. Hanya ada beberapa orang yang sedang sibuk memilih perhiasan dan ada satu wanita penjaga yang langsung menyambut kedatangannya.

"Selamat datang di toko perhiasan sinar abadi, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" ucap wanita cantik berkerudung putih itu dengan senyuman ramah.

"Ini, Mbak. Cincin pesanan kakak saya tertukar." Zahra langsung menyodorkan tas itu ke arah wanita itu.

Wanita bername tag Desi itu pun mengecek nama di kwitansi pembayaran. "Bentar ya, Mbk. Saya cek dulu."

Zahra pun mengangguk lalu membalikkan tubuhnya, berjalan menuju tempat duduk yang masih kosong.

Selang beberapa menit, wanita tadi kembali dan memanggil "Amira Fitriani." Mendengar nama lengkap kakaknya dipanggil, Zahra bergegas bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri. "Gimana, Mbak?"

"Mohon maaf ya, Mbak. Ada kesalahan packing dari pihak kami. Tapi tadi kami sudah menghubungi customer yang tertukar dengan cincin ini. Mbak mau nunggu sekarang atau mau diambil besok?"

Sejenak Zahra berpikir mengingat apa saja kegiatannya besok. "Besok saya nggak bisa, Mbak. Saya tunggu sekarang saja ya," ucap Zahra yang memang besok ia ada jam kuliah full dari pagi hingga sore.

"Kalau begitu saya hubungin beliaunya dulu ya, Mbak."

Zahra mengangguk, dalam hatinya penuh harap orang itu bisa mengantar cincin itu sekarang.

Tak menunggu lama, wanita itu kembali lalu berucap, "Maaf Mbak, beliaunya baru bisa kemari sehabis maghrib nanti. Gimana?"

Zahra mendengus pelan kemudian menengok jam di pergelangan tangannya. Masih jam lima kurang seperempat. Berarti aku nunggu perkiraan satu jam lagi. Ya sudahlah, dari pada aku bolak balik lagi, batin Zahra mempertimbangkan apa yang akan diputuskannya.

"Ya sudah, Mbak. Saya tunggu di musala samping kalau gitu."

"Iya, Mbak. Sekali lagi maaf, ya." Wanita itupun tampak tak enak hati, tetapi sebisa mungkin ia terus mengukir senyum di bibirnya.

Zahra pun menyungging senyum seraya menganggukkan kepala. Enaknya ngapain ya? ucap Zahra dalam hati sembari terus melangkah keluar dari toko.

Tepat saat kakinya keluar dari toko, awan mendung yang memenuhi langit akhirnya menumpahkan cairan bening, membasahi bumi. Zahra yang berniat akan musala, langsung terhenti. Menatap rinai sembari menyungging senyum. Iya, melihat rintik hujan adalah hal yang disukainya.

"Allahumma shoyyiban nafi'an," gumam Zahra sembari tangannya tersodor lurus ke depan, merasakan rintik hujan yang tak lama lansung membasahi tangannya secara sempurna.

Hujan semakin lebat, membuat Zahra mengurungkan niatnya. Ia pun memilih duduk di bangku panjang yang ada di depan toko sembari menikmati hawa dingin yang mulai menelusup ke pori-pori kulitnya yang tak tertutup kain.

---***---

Usai melaksanakan salat Maghrib berjemaah di musala. Zahra pun tak langsung kembali ke toko. Ia lebih memilih duduk di teras musala sembari memainkan gawainya.

Waktu kosong, mending berselancar di medsos biar nggak boring, pikir Zahra.

Tak terasa waktu terus bergulir hampir setengah jam berlalu. Zahra yang hanyut dengan dunia mayanya baru menyadari lamanya menunggu saat ponselnya tiba-tiba berdering.

"Assalamualaikum, Kak."

"Waalaikumsalam warohmatullah wabarkatuh. Kamu masih nungguin, Dek?"

"Iya, Kak."

"Maaf ya dek. Gara-gara kakak kamu nggak pulang-pulang. Kamu pulang aja nggak apa-apa, Dek. Kakak aja yang ke sana ya sekarang."

"Eh, enggak usah, Kak. Tanggung juga ini udah habis maghrib, Kan. Udah kakak istirahat aja. Calon pengantin nggak boleh terlalu capek, lo."

"Hmmm kamu baik banget, sih, Dek. Jadi makin sayang, Deh."

"Hehe Zahra juga sayang Kakak, kok. Ya sudah, Zahra ke toko dulu, ya, Kak."

"Ya sudah, hati-hati entar pulangnya ya."

"Iya, Kak. Assalamualaikum."

Zahra langsung menekan gambar telepon warna merah setelah mendengar jawaban dari sang Kakak.

"Lama banget, ya. Mana ini udah hampir Isya'," gumam Zahra sembari kembali melangkah ke arah toko.

Setibanya di toko yang pengujungnya lebih sepi dari pada yang tadi. Zahra langsung menanyakan kabar bagaimana orang yang akan datang menukar cincinnya itu.

"Gimana, Mbak?"

"Belum datang, Mbak. Sabar dulu, ya. Akan saya hubungi lagi."

Zahra mengangguk dan diam menunggu.

"Katanya sudah di jalan, Mbak. Sebentar lagi sampai."

Zahra pun bernapas lega. "Makasih, Mbak. Saya tunggu di sini kalau gitu."

Jarum berputar dengan teratur, detik berlalu menjadi menit. Menitpun terus berlalu menambah angka demi angka.

Lima belas menit berlalu. Zahra yang sejak tadi bolak balik melihat jam di pergelangan tangannya tampak duduk gelisah sembari sesekali berdecak kesal. "Ck, katanya mau sampai, udah lima belas menit belum nyampek juga, sih," gerutu Zahra sembari berulang kali melongok ke arah pintu masuk.
Pasalnya sejak tiga puluh menit berlalu tak ada satu pun ada orang yang masuk toko ini.

Zahra yang merasa kesal pun akhirnya bangkit, kembali mendekat ke arah wanita tadi yang kini tampak mengobrol.

Baru saja ia akan meluapkan emosinya dengan melontar tanya. Tiba-tiba terdengar ketipak langkah seseorang yang masuk dan mengucapkan salam.

Mendengar suara berat itu, bukannya menjawab. Zahra meneruskan ucapannya yang mulai tersulut emosi. "Mbak. Ini kemana, sih orangnya lama amat? Katanya udah dekat, tapi kok sampai setengah jam gini belum juga sampai?" Tampak kedua tangan Zahra bersedekap, sebagai simbol jika dirinya kesal dengan wajah yang kini alisnya terhubung menjadi satu.

Laki-laki yang masuk, bukannya menghampiri Zahra saat mendengar protesan sang gadis yang sudah jelas adalah dirinya. Ia sengaja berjalan terus, melewat gadis itu begitu saja.

"Maaf, Mbak ini cincinnya. Cincin saya mana?" tanya laki-laki berjas itu ke arah pelayan toko. Benar-benar tak menganggap ucapan Zahra tadi.

"Oh ini Bapak Farhan ya?"
Laki-laki itu mengangguk, membenarkan.

"Mbak. Ini orangnya yang cincinnya tertukar dengan punya Mbak."

Zahra pun menoleh. "Kamu?" tudingnya terkesiap.

Laki-laki itu mengerutkan keningnya, tampak berpikir apakah ia pernah bertemu dengan gadis ini, sehingga responnya demikian?

"Mana cincin saya?" Farhan langsung meminta cincinnya, tak mau larut dengan kebingungan atas respon gadis ini

Zahra tampak kesal. 'Tak ada kata maaf karena datangnya lama?' batinnya.

"Em nggak bisa, dong. Siniin cincin saya dulu. Saya yang sudah nunggu anda lama sejak tadi di sini, enak aja minta cincin situ duluan. Nggak ada minta maaf lagi," ucap Zahra ketus.

"Saya nggak nyuruh anda nunggu, kan? Kenapa saya harus minta maaf?" ucap Farhan membela dirinya sendiri, merasa dirinya sama sekali tak ada salah.

"Iiih! Ngeselin banget, sih. Ya sudah siniin cincin saya dulu."

"Nggak bisa, dong. Cincin saya dulu. Saya kan nggak tau anda ini siapa. Kalau nyatanya anda penipu gimana?"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro