Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 - Backstreet

Saat cinta dalam diam ternyata berbalas, tidaklah mudah melontar penolakan ketika dia yang dicinta mengajak untuk menjalin sebuah hubungan. Seperti hubungan dua sejoli--Zahra dan Farid--yang kini bertahan backstreet selama 3 tahun.

Sebenarnya Zahra tak mau berpacaran, karena ia tahu itu dosa dan kedua orang tuanya melarang keras. Namun Farid selalu berdalih ingin ada komitmen antara keduanya saat mengetahui perasaan saling bersambut.

"Aku nggak mau kehilangan kamu, Zahra. Aku sayang sama kamu dan aku mau kamu menjadi istriku nanti kalau aku sudah menikah." Begitulah yang selalu terlontar dari lisan Farid, saat Zahra selalu menolak diajak pacaran.

Wanita yang memiliki nama panjang Zahra Fitriani ini mencintai Farid, tak memungkiri jika dirinya menginginkan laki-laki tampan itu menjadi suaminya kelak.

Hati wanita yang begitu rapuh dan mudah baper, membuat Zahra pun setuju. Ia mau berpacaran dengan Farid dengan syarat sembunyi-sembunyi dan tak mau jika sampai teman-temannya tahu. Apalagi orang tuanya, bisa-bisa terjadi kiamat sughro dalam hidupnya jika mereka tahu.

Syarat yang kedua, jika ketemuan Zahra tak mau berduaan dan tak boleh di tempat sepi. Tak boleh berpegangan tangan apalagi lebih dari itu. Pacaran Islami, iya begitulah kata Zahra istilahnya. Oh iya ada satu lagi, enggak boleh ada panggilan mesra.

Terus apa gunanya pacaran, kan? Entahlah, dua insan yang dimabuk cinta itu sepertinya happy-happy aja menjalaninya selama tiga tahun ini.

[Zahra]

Mendengar gawainya berdenting. Zahra yang kini sedang santai di kelasnya langsung merogoh tasnya.

Bibirnya tersenyum saat mengetahui ada pesan dari sang kekasih.

[Iya?]

[Kangen, nih. Ketemuan, yuk]

Zahra menoleh ke kanan kemudian ke kiri--memastikan sekitarnya. Ia langsung menghentak-hentakkan kaki dan memeluk erat ponselnya karena saking bahagianya. Bibirnya tersenyum merekah.

"Hmmm aku tuh juga kangen tau sama kamu," ucap Zahra lirih sembari mengusap-usap layar gawainya yang kini menampakkan foto Farid.

Ia tak berani membalas pesan sesuai dengan apa yang diucapkan. Karena ia tak mau jika pesannya malah menjerumuskan keduanya ke dalam suatu keadaan yang membahayakan.

[Ayuk, dimana?]

[Di Taman ya. Kita cari suasana baru.]

Zahra tampak berpikir. 'Kalau ke sana bahaya, ah. Entar malah ketahuan,' batin Zahra kemudian mulai mengetik balasan. [Cari suasana barunya nanti aja ya setelah halal. Kita ketemu di tempat biasa aja.]

Tanpa menunggu balasan lagi, Zahra bangkit dan menyelempangkan tasnya di bahu.

"Eh, mau ke mana, Ra?" ucap Nindi yang baru saja masuk sembari membawa kantong plastik.

"Iya, Ra. Katanya tadi males keluar. Ini udah kita beliin makanan dan minuman. Kamu malah mau keluar." Jihan mengekor di belakang Nindi dengan membawa tiga kotak makanan.

"Waduh kalian repot-repot amat, sih. Aku ada urusan nih mau ke perpustakan sekarang. Sorry, ya." Ketiganya yang memang berjalan dari arah berlawanan. Kini bertemu dan berhadapan tepat di samping bangku tengah.

"Nggak bisa entaran, nih? Sayang dong minuman segernya."

"Apalagi ciloknya nih. Masih anget, pedasnya level 5. Mantap, kan."

"Iiihhh kalian malah bikin aku pengin, sih."

"Makanya ayo sini duduk dulu."

Zahra pun tampak gamang. 'Pilih makan atau ketemu dia, ya? Aku kan jarang banget bisa ketemu dia. Apalagi lagi kangen banget nih hati pengin ketemu dia.'

"Emm, sisain aja ya buat aku. Nanti balik dari perpus pasti aku makan."
Tanpa menunggu Nindi dan Jihan merespon, bergegas Zahra menyeret langkah keluar kelas.

'Nasib-nasib, gegara punya doi anak semester akhir, susah amat ditemuin. Ini udah satu bulan kali ya nggak ketemu.' Zahra terus menggerutu sepanjang kakinya dengan agak cepat melewati koridor kampus. Rasa rindu yang lama tertahan kini seakan memuncak, siap untuk diluapkan dalam sebuah pertemua.

Debaran hati Zahra seiring dengan langkahnya yang semakin cepat. Rasa tak sabar ingin bertemu, membuat kakinya bersemangat mengayun lebih cepat dari jalan biasa.

Tak sampai lima menit, Zahra kini telah sampai di depan pintu perpustakaan. Ia mengecek ponselnya dan langsung menyungging senyum saat membaca pesan dari Farid.

[Bangku samping kanan rak buku agama]

Tanpa membalas isi pesan itu. Zahra meletakkan sepatunya di rak. Kemudian mengisi daftar kunjungan perpustakaan.

Hati Zahra debarannya semakin meronta, seiring dengan degup jantungnya yang seakan bermaraton. Bibirnya langsung tersenyum lebar saat mendapati sosok laki-laki berkemeja flanel yang berperan sebagai outer-nya dengan kaos polos putih sebagai dalamannya.

"Ehm." Sengaja Zahra berdehem, lalu duduk tepat di hadapan Farid yang sedang membaca buku.

Laki-laki berparas tampan dengan alis tebal serta berahang tegas itu sontak mendongak. Bibirnya tersenyum tak kalah lebar saat melihat wanita berparas ayu yang kini tampak cantik dengan balutan kerudung pasmina berwarna putih.

Keduanya beradu pandang dengan saling bertukar senyum. Namun tak lama, karena beberapa detik kemudian Zahra langsung menuju rak, berniat akan mengambil buku.

Meski tujuan utama dia kemari untuk bertemu sang kekasih. Tetap saja, saat berada di ruah deretan buku ini tak luput harus mengambil buku, meski hanya sebagai alat pura-pura agar tak menjadi tempat obrolan yang menimbulkan kebisingan.

Hatinya sungguh sangat bahagia dengan debaran hati yang membuat terlena. Pertemuan yang baru saja terjadi, seakan menjadi obat rindu yang telah lama bersarang di hati. Meski saling berpandangan sebentar, cukup menyirami hati dengan kegembiraan hati yang seakan bersinar.

Setelah beberapa menit mengitari dua rak buku. Akhirnya Zahra menjatuhkan pilihannya pada buku yang berjudul "Mutiara Kata Penuh Hikmah"

Ia bawa buku bersampul hijau itu. Kemudian duduk di samping meja yang menjadi tempatnya tadi meletakkan tas.

Perpustakaan yang tak begitu ramai pengunjung begitu hening. Hingga getaran ponsel yang sangat pelan bunyinya pun bisa terdengar.

Zahra mencoba fokus dengan buku yang ia buka. Langsung membuka tas dan mengambil gawainya. Ia sangat hafal betul, pasti ada pesan dari laki-laki yang berada di hadapannya sekarang.

Iya, memang begitulah cara bertemu dan komunikasi antara keduanya selama ini. Saat di perpus, tak memungkinkan keduanya saling ngobrol mengungkapkan berbagai rasa dan kisah. Karena hal itu akan menjadi pelanggar aturan yang pasti akan menimbulkan kebisingan, sehingga mengganggung pengunjung lain yang sedang fokus belajar dan membaca buku.

[Lama nggak lihat secara nyata, kamu makin cantik aja]

Pipi Zahra sontak menghangat, semburat kemerah-merahan sudah pasti kini terhias di pipinya. Zahra menunduk, menahan senyum di bibir. Tak pedulikan Farid yang kini menatapnya lekat.

Selang beberapa detik, Zahra masih bisa merasakan tatapan itu. Buru-buru ia menulis pesan [Awas!!! Jaga Pandangan]

Farid tampak menghela napas setelah membaca pesan itu. [Namanya juga lagi rindu]

Begitu pesan itu terkirim. Tiba-tiba datang seorang cewek dengan riuhnya ia memanggil dengan suara cukup keras "Farid!" Membuat semua mata menyorot ke arahnya, sehingga ia menoleh ke sekitarnya dengan sengiran rasa bersalah. "Ups, Sorry."







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro