Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ketika Aku mencicipi Pahitnya Kopi

Lusa, Hari Kamis.

Pagi - pagi sekali author dibangunkan. Maklum, pemeriksaannya kelewat pagi. Belum lagi, sejak semalam author diharuskan untuk puasa. Dan jarak rumah author dan rumah sakit kelewat jauh. Eh, tapi gak sejauh hatimu dengan hatiku kok~~//plak

Sesampainya di rumah sakit, masih sepi. Tapi gak sepi banget. Kalau terakhir kali ke sini kita ke klinik eksekutif, sekarang kita ke poliklinik umum. Lobinya masih penuh karangan bunga atas pengangkatan direktur baru rumah sakit.

Setelah bertanya ke sana kemari, ternyata belum bisa mengambil nomor antrian. Akhirnya kami menunggu.

"Lapeeer..." keluh author. "Sabar, nanti habis pemeriksaan kan boleh makan." Kata ayah. Author nyengir, melirik jam di dinding. Masih lama sepertinya. Author berani bertaruh kalau dokternya aja belum datang.

Lama hanya percakapan tak penting yang mengisi waktu. Akhirnya Ayah mengajak author untuk berdiskusi.

"Semalem Ayah sama Mama sudah berdiskusi. Kalau misalnya pengobatan kali ini, wah! Nggak papa kok! Nggak ada masalah! Nggak perlu tindakan! Maka Ayah sama Mama sepakat, nanti pola hidupmu akan berubah total." Kata ayah.

"Kan sekarang kamu jarang olahraga, makannya juga sering yang gak sehat - sehat, nanti akan dirubah total. Pola hidupmu harus benar - benar sehat." Lanjut ayah. Author terdiam.

"Itu berarti.... aku bakal tetep sesek nafas dan sakit dong??" Tanya author. Ayah mengangguk. Author menunduk.

Ayah kembali melanjutkan penjelasannya.

"Kalau misalnya memang harus tindakan, harus disegerakan, maka tindakan akan dilakukan. Tapi, kalau tindakannya tidak harus segera, gak urgent, mungkin bisa coba berobat ke Malaysia atau Singapur." Lanjut author. Demi mendengar negeri seberang disebut, author langsung mendongak.

Beberapa kali juga Mama pernah menyinggung soal ini sebelumnya. Author menatap kosong kursi di depan author.

Author tahu, banyak kasus dimana kalau berobat ke luar negeri, terkadang tindakan yang dilakukan bisa diringankan. Pernah ada teman Mama kalau tidak salah, di Indonesia harus dioperasi. Tapi setelah berobat ke luar negri, ternyata tak harus operasi, hanya dikasih obat.

Diskusi terpotong, kita sudah tiba di depan ruangan.

Tapi sayang, jam segini dokternya belum datang - datang juga. Ayah mengeluh kedinginan. Author nyengir. Author yang saat itu cuma mengenakan kemeja nyengir. Sementara Ayah sudah berlapis jaket.

Mama entah berkelana ke mana. Akhirnya kami duduk tak jauh dari situ. Tepat di depan loket pengambilan hasil. Beberapa kali duduknya pindah. Habis, Mamanya gak ngasih kepastian sih. Ah--atau lebih tepatnya dokternya yang gak ngasih kepastian.

Kadang author duduknya di samping Mama, kadang di samping ayah, malah sering sendirian, gak diantara keduanya.

Hingga akhirnya author dipanggil masuk beserta 4 orang dewasa lainnya.

Dokter yang menyambut masih muda. Badannya tinggi dengan kerudung hitam yang menawan. Kami diminta duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Selamat pagi bapak ibu." Sapanya dengan membawa beberapa kertas di tangannya. Kami menjawab serempak.

"Seperti yang sudah dijadwalkan, hari ini akan tes TEE ya?? Sudah puasa semuanya??" Tanyanya lagi. Kami mengangguk. Satu persatu kami ditanyai mulai dari jam berapa puasanya. Ada yang minum pagi - pagi lah, ada yang konsisten lah, dan masih banyak lagi. Kalau author termasuk yang konsisten gak makan minum sih.

"Ada yang minum obat pengencer darah disini??" Tanyanya lagi. 2 orang mengacungkan tangan. "Boleh saya lihat obatnya??" Pintanya. Semuanya mengeluarkan obat. Bahkan ada yang mengeluarkan sekantong penuh. Hanya author yang tidak mengeluarkan obat. Karena author cuma minum obat maag, dan juga vitamin kalsium.

Setelah diperiksa obatnya satu persatu, akhirnya penjelasan kembali dilanjutkan.

"Nah, ada yang sudah pernah TEE sebelumnya??" Tak ada yang mengacungkan tangan. "Baiklah, akan saya jelaskan bagaimana prosedurnya." Lanjutnya.

"Nanti, bapak dan ibu akan berbaring. Lalu kamera akan dimasukkan melalui kerongkongan. Nanti akan disemprot obat bius ke tenggorokan. Tapi tetap akan terasa ada alat yang masuk. Jadi, kami minta bantuan bapak dan ibu untuk menelan ya." Author langsung mengeluh dalam hati. Author paling anti sama hal - hal seperti ini. Lah, dulu aja makan pepaya author langsung mual. Gimana kalau dimasukin alat coba??

"Nah, alatnya seperti ini." Katanya. Ia memperlihatkan sebuah foto di tangannya. Ternyata kertas - kertas yang dibawanya adalah foto - foto. Kameranya terlihat kecil. Perlahan rasa percaya diri author kembali.

"Nanti, bapak dan ibu akan berbaring dalam posisi miring menghadap ke kiri. Di setiap kasur sudah disiapkan handuk, karena nanti selama prosesnya, bapak dan ibu ludahnya dikeluarkan saja. Jangan ditelan." Author menelan ludah. Berarti harus nahan refleks nih.

"Prosesnya gak lama kok, cuma 10 menit." Tambahnya lagi. Kami manggut - manggut. Author sudah mencengkram pinggir kursi dengan gelisah.

Setelah beberapa penjelasan lagi, akhirnya 3 orang beserta author dipersilahkan untuk keluar. 2 orang akan memulai lebih dahulu. Author berusaha menyiapkan mental sambil bersandar di dinding koridor.

Emang sih, terkesan lebay. Tapi author emang paling gak nyaman kalau ada benda masuk ke kerongkongan maupun tenggorokan(kecuali makanan dan minuman). Lah, kalau ke dokter THT ditekan lidahnya make stik aja langsung bereaksi.

Mama berkali - kali bilang soal yang kuat ya dek, turuti saja kata dokter, jangan melawan, biar cepat selesai. Mama juga berusaha membesarkan hati author yang agak mengkeret membayangkan bagaimana prosesnya.

Pernah mendengar ekspetasi lebih indah dibandinh realita??

Maka hari itu, ekspetasi author benar - benar jauh melenceng dari kenyataannya. Dalam artian mengejutkan dan tak terduga.

Tak lama kemudian, akhirnya giliran author dipanggil. Author langsung memantapkan hati, berjalan dengan gugup menuju ruangan yang sebelumnya. Mama ikut mengantar.

Tapi Mama hanya mengantar, gak menemani. "Bisa kan sendiri?? Kan Ayu udah gede..." sindir susternya. Author nyengir. Akhirnya Mama keluar setelah mengingatkan untuk ikuti saja kata dokter.

Author disuruh bersalin lagi dengan baju rumah sakit. Author sedikit kecewa lengannya diatas siku. Tapi mau dikata apa--akhirnya author pake saja sambil tetap memakai kerudung.

Setelah ganti baju, author diminta berbaring. Selain TEE, author juga akan dilakukan pemeriksaan lainnya. Susternya bilangnya sih bubble. Nantinya akan dimasukkan cairan lewat infus. Nantinya dilihat apakah cairan itu akan menembus sekat atau tidak.

Author segera dipasangkan infus--tanpa selang. Melihat author yang tegang, susternya ikut menguatkan author.

"Yang tenang aja. Kan kemarin waktu 14 tahun--" susternya terdiam. "Umurnya berapa ya??" Tanyanya lagi.

"12 tahun." Jawab author. "Gede juga yah." Komentar susternya. Author nyengir. Sudah cukup author mendapat komentar itu dari berbagai dokter. Memangnya author segitu bongsornya ya?? Author kan bukan Midori!!//*seketika Midori bersin trus diketawain Tetora*//

Setelah dipasang infus dan gelang identitas, author disuruh duduk dulu. Dari tirai - tirai pembatas, terlihat bagaimana proses TEE nya berlangsung. Sejauh ini mejanjikan. Persis seperti yang di foto - foto.

Author duduk sambil berputar - putar(kursinya kursi putar). Terdengar gelak tawa para dokter muda dari ruangan sebelah. Selanjutnya terdengar omelan suster senior yang tadi memasangkan infus ke tangan author.

Tak lama kemudian...

"Ayu!" Panggil seorang dokter. Author bangkit.

"Tiduran yah.." kata dokternya. Author mengangguk. Author berbaring menghadap ke kiri seperti yang diintruksikan tadi.

Sebelum TEE, akan dilakukan EKG dulu. Entah buat apa--author lupa--//*dilindes*

"Kerudungnya dicopot??" Tanya author. "Iya dicopot. Gak papa kan??" Tanya dokternya. Author mengangguk lalu mencopot kerudung author.

"Kacamatanya dibuka aja, biar enakan." Kata dokter satunya yang baru bergabung. Author copot kacamata author.

Setelah EKG, akhirnya dokter Rina--dokter yang benar - benar akan melakukan prosedurnya masuk ke bilik.

Setelah bertegur sapa satu - dua kalimat, akhirnya dimulailah prosedurnya.

"Ini disemprot obat bius yah. Agak pedes, jangan kaget ya." Katanya. Alis authot bertaut. Kaget...??

"Kayak nelen pisang kok. Jangan takut yah." Kata salah satu dokter.

"Tapi dok, aku gak pernah nelen pisang." Komentar author lugu. Dokternya ketawa. "Aku juga belom pernah sih."

Dokter Rina mengambil sebatang besi pipih dan sebuah botol semprotan kecil. Ditindihnya lidah author dengam besi itu dan disemprotkannya obat itu ke dalam mulut author.

Author langsung terlonjak kecil begitu obatnya tersemprot. Pedeeess!!!

Tapi.... diujung - ujungnya, entah kenapa terasa rasa pisangnya.

"Kok kayak ada rasa pisangnya..." komentar author. Mulut author terasa tebal.

"Eh?? Beneran??" Timpal dokter yang tadi. "Klo gitu, hari terakhir gue praktek disini, gue harus cobain obatnya." Katanya.

"Kalau TEE?? Mau gak??" Goda temennya di sebelahnya. "Ah--kalau TEE gue lewat deh." Jawabnya. Author nyengir mendengar percakapan singkat itu.

"Udah kerasa tebel belum??" Tanya Dokter Rina, mengalihkan perhatian author. Author mengangguk. "Coba yah..." kata Dokter Rina seraya memasukkan jarinya(yang terbungkus sarung tangan)ke dalam mulut author.

"Hueek!!" Author langsung bereaksi. Ditariknya kembali jarinya. "Belum yah??" Gumam Dokter Rina. Diambilnya obat bius itu lagi, disemprotkannya lagi. Untungnya author udah siap, jadi gak terlalu kaget. Mulut author jadi terasa makin tebal.

Dimasukkannya jarinya lagi. Author sudah tidak bereaksi.

"Oke, udah siap yah." Kata Dokter Rina. Diambilnya sesuatu-yang-dibungkus-sebuah-benda-berwarna-hitam yang dilapisinya dengan semacam-jeli-yang-licin.

Itu... kameranyaa...??

Apa - apaan ini??!! Perasaan di foto tadi gak kayak tadi--

Gak ada waktu buat protes, Dokter Rina sudah siap dengan benda tadi yang ternyata kameranya. Saatnya menelan benda sialan ini.

"Yak, ditelan yah." Perintah Dokter Rina. Dimasukkannya kamera itu dengan sedikit tegas. Author bereaksi. Sedikit mual. Tapi kamera tetap dimasukkan. Author dipegang oleh dua dokter lainnya.

Akhirnya author berhasil menelan kameranya.

Didorongnya selang kamera oleh Dokter Rina. Dapat dirasakan kameranya naik turun. Author berusaha keras untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah meski dalam hati.

"Loh, kok gemetar?? Pasti bisa kok..." komentar seorang dokter yang berdiri di ujung kasur. Memang, entah sejak kapan tubuh author udah gemetar hebat. Author berusaha sekuat mungkin untuk gak menangis. Tapi hasilnya malah gemetar.

Dokter Rina masih berusaha mengambil foto dengan kamera itu. Sementara itu dokter - dokter lainnya hanya bisa ikut menatap dan menyemangati author.

"Sudah nih. Kameranya dikeluarkan yah." Kata Dokter Rina sambil berusaha mengeluarkan kameranya.

"Hoeek!!" Bahkan sebelum kameranya ditarik, author sudah bereaksi. Udah gak tahan. Dokter Rina berusaha menarik kameranya. Dokter yang lain demi melihat author bereaksi, langsung turun tangan ikut membantu. Secara mental dan tindakan.

"Hoeeek!!" Akhirnya kamera berhasil dikeluarkan.

"Tuh, kameranya udah keluar kok. Ayu jangan gemetar lagi. Bisa kan??" Kata Dokter Rina. Author berusaha keras untuk tersenyum. Tapi jadinya malah menyeringai. Tubuh author masih gemetar hebat. Mata author udah berkaca - kaca.

Itu--pengalaman diatas--adalah pengalaman yang paling tidak enak dalam sejarah berobat author--setidaknya sampai saat ini. Oke, terkesan lebay sekali, tapi memang keadaan author jadi shock setelahnya.

Selanjutnya--proses bubble.

Ah--author hampir lupa. Sebenarnya pas TEE, juga sekalian dilakukan bubble. Tapi karena author terus - terusan bereaksi, akhirnya gagal. Disarankan setelah TEE aja.

Berkat itu juga--selang infus author dilepas lagi. Ganti yang baru.

"Kamu rekor lho, diinfusnya dua kali." Kata suster yang tadi. Author menyeringai lemah. Karena kamera sudah dikeluarkan, maka kali ini memakai EKG.

Oke--sepertinya kata "memakai" kurang tepat.

Disuntikkan cairan lewat infus.

Dengan tegang, semua di sekeliling kasur itu memandang layar. Author juga jadi deg - degan sendiri.

Tak lama kemudian, cairan itu tampak.

Dan tidak menembus sekat.

"Itu bubble-nya kan??" Tanya seorang dokter. Dokter Rina mengangguk.

"Nggak nembus tuh." Timpal yang lain.

"Berarti jantungnya normal." Kata satunya lagi.

"Yeeyyy!! Jantungnya sehat!! Boleh makan - makan deh!!" Kata seorang dokter sambil bertepuk tangan. Author tersenyum. Dokter yang lain pun ikut bertepuk tangan ikut senang.

Entah kenapa ada desiran lembut di dada author.

Author kembali berganti baju lagi.

Karena tadi kerudung dan kacamata dilepas di kasur, maka author memintanya ke seorang suster untuk mengambilkannya. Setelah suster itu memberikannya, authot mengucapkan terima kasih.

Sebenarnya author ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada dokternya langsung. Apalagi setelah sesi tepuk tangan singkat yang membuat author terharu.

Tapi author tidak melakukannya. Bahkan tidak menitipkannya. Author hanya bisa berterima kasih sama Allah. Berterima kasih atas prosesnya yang dimudahkan.

Keluar ruangan, author langsung disambut Ayah, Mama, dan Pakde yang kebetulan mampir.

"Tadi kameranya gede bangeet." Cerita author. "Oh ya??" Tanya Mama sambil menyerahkan tas author. Author salim Pakde.

Akhirnya setelah mendapat informasi bahwa hasilnya akan keluar 3 hari lagi, kami menuju lobi.

Di jalan pulang, author diam - diam menahan tangis di jok belakang.

Bukan, bukan karena author udah dapet spoiler hasilnya.

Tapi entah kenapa author bahagia.

Author yakin hasilnya bagus. Meski tidak 100% yakin. Apalagi teringat senyum para dokter tadi, wajah Mama, Ayah, keluarga author, teman - teman author, author rasanya ingin menangis.

Author terharu. Author ternyata tak pernah sendiri.

Sebagai pengalih perhatian, author mengambil termos dan meminum airnya.

Meski perjuangan author bahkan belum dimulai, tapi author ingin berbahagia sekarang.

Sebagai penutup chapter ini,

Siangnya author gak masuk sekolah. Karena masih shock, dan berbagai alasan lainnya, author memutuskan tidak masuk sekolah. Dengan lahap memakan makan siang sendirian.

Meski besoknya diomelin  temen semeja, karena bilangnya mau masuk, tapi gak jadi masuk. Serasa jadi PHP.

~~~

Yeeyy!!!

Edisi(?)Rumah sakit tinggal 1 chapter lagi~~☆☆ Setidaknya untuk saat ini--

Tadinya author mau lanjut yang dare game, tapi entah napa komennya gak bisa dibuka. Akhirnya author pun beralih ke chapter ini.

Gimana liburan kalian yang tinggal hitungan hari~~??

Yoshh~~☆☆

Sampai bertemu di chapter berikutnyaa~~☆☆



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro