Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kontrak

"Hah?" Agnes cengo. Gadis itu tak menduga mendengar jawaban tak jelas seperti itu. Tak lama, tawanya meledak. Gadis itu bahkan sampai memukul meja cukup keras karena geli yang masih menyerang seluruh tubuh.

"Aku serius, berhenti tertawa." Nada suara lawan bicaranya terdengar dingin, tapi hei, Agnes sendiri ingin menghentikan tawanya.

Setelah semenit, tawanya reda. Agnes segera memandang pemuda itu sekali lagi. "Jangan berkata aneh, deh. Memang apa buktinya kalau kau itu Iblis?"

Tak membalas ucapan Agnes, pemuda itu malah memejamkan mata. Bibirnya komat-kamit, dan sekejap mata seluruh meja terangkat. Mata gadis itu terbelalak, dalam sekejap rasa terkejut berubah menjadi takut. Dipandangnya sang pemuda asing sekali lagi.

"Kau kenapa?" Suara pemuda itu serasa ada di dalam air, Agnes tak bisa merespon badannya bak batu, sedang matanya tak mantap menatap ke arah sang pemuda.

Lama terdiam, akhirnya Agnes bisa kembali normal. Jujur saja, dirinya sendiri heran kenapa bisa cepat beradaptasi semacam itu.

"Tak apa," jawab gadis itu setelah kembali normal. Sang pemuda terlihat membuang napas lega setelah mendengar jawaban itu.

"Jadi, kau benar-benar Iblis?" Pertanyaan Agnes dibalas anggukan oleh pemuda itu. "Dan kau perlu melakukan kontrak agar keberadaanmu tak hilang?" Sekali lagi, pemuda itu mengangguk.

"Kenapa harus aku?" Pada pertanyaan terakhir Agnes pemuda itu diam. Jujur saja, dia pun sebenarnya tak tahu kenapa dari banyaknya manusia di bumi hanya gadis itu yang cocok.

"Entah, aku hanya merasa kita akan cocok."

"Hah?" Pemuda itu hanya mengangguk, dengan eskpresi serius. Membuat tangan Agnes tak kenal takut untuk memukul bahu sang pemuda keras. "Apa maksudmu dengan cocok? Kau kira sedang mencari pasangan hidup, hah?!"

Sang pemuda mengaduh kesakitan, tetapi tampaknya Agnes tak berniat segera mengakhiri pukulan mautnya. Setelah puas, gadis itu menarik tangan dari bahu pemuda. Sembari berkacak pinggang, gadis itu menunggu jawaban dari lawan bicara.

"Yah bukan sampai segitunya, sih. Aku hanya butuh kontraktor yang pas," ulangnya lagi. Dia memandang Agnes sekali lagi sebelum berdeham sejenak. "Dan anehnya di antara lautan manusia hanya kamu yang memiliki kualifikasi yang pas denganku."

"Memang kualifikasinya apa?"

Pemuda itu terdiam. Dia menggeleng kemudian berjalan ke arah meja yang tak jauh dari Agnes, duduk di sana. "Kau nggak perlu tau, nggak guna juga."

Agnes terdiam, gadis itu merasakan tembok tak kasat mata saat pemuda mengatakannya ucapannya. Meski demikian, dia memilih mengabaikannya dan malah memandang sekitar ruang kelas.

"Namamu siapa dan kenapa ruangan kelas ini sepi?" Pemuda itu ikut melihat sekitar kelas. Matanya melirik Agnes sejenak.

"Namaku Damian, kita berada di dimensiku, tempat yang berbeda dengan duniamu," jawab Damian datar. Pemuda berambut putih dengan salah satu sisi rambut yang panjang memandang lurus ke arah Agnes.

Gadis itu hanya mengangguk, seakan sudah paham dengan penjelasannya. "Begitu, ya," gumamnya kemudian memandang Damian lagi. "Jadi, katamu dunia sedang tak baik-baik saja, memangnya ada apa?"

Pertanyaan Agnes sontak membuat Damian memandang tak percaya pada gadis tersebut. "Kamu tak melihat berita?"

"Berita?" Beo gadis itu, otaknya mengingat berita apa yang membuat gempar dunia. "Ah, soal makhluk-makhluk fantasi itu? Jadi ... itu kenyataan?" Agnes tak percaya, kendati demikian anggukan kepala dari Damian membuatnya terdiam cukup lama.

Tak ada yang angkat suara selama beberapa menit, menciptakan keheningan yang mencekik. Agnes tak tahan, gadis itu memandang Damian.

"Jadi, bisa jelaskan dengan detail tentang kondisi saat ini?" Damian mengangguk, pemuda itu duduk di salah satu bangku. Agnes mengikuti dengan duduk tak jauh darinya.

"Para iblis, diperintahkan untuk menutup kotak Manusia Transparan yang telah terbuka. Namun, kami tak bisa seenaknya berada di dunia manusia—kekuatan kami tak mampu untuk mempertahankan tubuh nyata di dunia manusia dan mengeluarkan kekuatan secara bersamaan. Lantas, kami diperintahkan untuk mencari para medium yang akan menjalin kontrak dengan kami. Apa sama sini sudah jelas?" Damian bertanya di akhir kalimat. Agnes hanya mengangguk.

"Jadi, karena kalian butuh tubuh nyata, kalian menjalankan kontrak dengan para manusia? Tapi ada beberapa hal yang mengganjal. Kenapa kalian yang harus melakukannya? Maksudku, bukankah iblis sangat membenci manusia? Kenapa kalian repot-repot mau membantu menyelesaikan bencana yang menyenang kami. Bukankah dengan membiarkan kami, kalian akan mendapatkan keuntungan besar? Misalnya bisa menguasai bumi seutuhnya."

"Memang benar begitu." Damian mengangguk, pemuda itu berjalan ke arah papan tulis, memainkan spidol yang diletakkan tak jauh dari sana. "Memang benar jika iblis bisa saja mengabaikan bencana ini. Namun, tidakkah kalian lupa bahwa para iblis hidup di bawah tanah bumi? Kalau bumi hancur karena para makhluk yang keluar dari kotak, pada akhirnya kami juga akan merasakan imbasnya, Agnes." Suara Damian terdengar sedikit bergetar.

"Jadi, kalian membantu kami karena ada untungnya untuk kalian?"

Damian mengangguk atas pertanyaan Agnes, tawa kecil sempat keluar dari bibirnya. "Yah, selain itu untuk apa kami membantu para manusia?" Agnes mengangguk. Ucapannya tak salah, pada akhirnya mereka adalah iblis yang tak akan membantu jika tak menguntungkan bagi mereka.

"Terus, sekarang apa?" Agnes bertanya. Gadis itu tak terlalu masalah dengan tawaran Damian. Lagipula, agaknya tawaran pemuda iblis itu cukup menggoda; menjadi mediumnya.

Damian memperhatikan Agnes lama. Netra merahnya berkilat sejenak oleh semangat sebelum kembali menjadi datar. "Menjalankan kontrak, tentu saja. Tapi, apa kamu mau? Tak ada jalan kembali setelah melakukan kontrak dengan iblis, Agnes." Suaranya terdengar sedikit bergetar, kendati demikian Agnes menggeleng.

"Yah, tampaknya akan ada hal yang menarik jika aku mengikutimu dan ada hal yang harus kupastikan." Suaranya mengecil di beberapa kata terakhir. Kendati demikian, Damian mengangguk. 

Pemuda itu mengeluarkan gulungan kertas dari ketiadaan. Agnes sempat terkesima sebelum mengangkat tangannya untuk menerima gulungan kertas.

"Waktu kita tak banyak, aku tak memiliki kekuatan yang lebih untuk mempertahankan dimensi yang berbeda dari bumi." Agnes memandang kertas yang muncul tiba-tiba di telapak tangan Damian, pemuda itu kemudian menyerahkan kertasnya kepada Agnes. "Kau hanya harus menuliskan namamu di sini dan kontrak akan secara otomatis terjadi," lanjut pemuda itu.

Agnes terdiam. Matanya memandang ke kertas kosong yang berada di genggaman. Netranya kemudian beralih pada Damian, yang memandang Agnes lama.

Apakah keputusannya akan berdampak baik? Walau cukup tergoda, ada setitik keraguan di sudut hatinya. Ada sebuah bisikan yang mengatakan jangan sampai terlibat dalam masalah ini. Namun, gadis itu mengabaikannya. Jemarinya menuliskan namanya di kertas.

Agnes Monica. Nama lengkapnya tertoreh di kertas tersebut sebelum menghilang tanpa bekas. Damian tersenyum, cahaya terang menyelimuti baik Agnes maupun pemuda itu.

"Terima kasih karena mau melakukan kontrak denganku, Agnes." Suara Damian menjadi pemandangan terakhir sebelum mata Agnes tertutup.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro